tag:blogger.com,1999:blog-60453973890587427162024-03-13T03:15:53.855-07:00Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa SunnahTugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.comBlogger17125tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-47546202362704417652010-04-22T19:48:00.000-07:002010-04-22T19:51:14.423-07:00TUGAS AGAMA ISLAM FARDHU KIFAYAH1. Cara memandikan Jenazah dan permasalahan-permasalahan dalam memandikannya????<br /><br />Ada dua pendapat mengenai hukum memandikan jenazah, yaitu :<br />1. Fardhu kifayah.<br />2.Sunah kifayah. Kedua tersebut terdapat dalam madzhab Maliki<br /><br />ada 3 tata cara nya..<br />1. Mayat Beragama Islam<br />2.Ada tubuhnya walaupun sedikit<br />3. Mayat itu bukan mati Syahid <span class="fullpost">(mati dalam peperangan untuk membela agama Allah<br /><br />jika kita hendak memandikan jenazah, maka jenazah itu harus ditutup auratnya jika berumur lebih dari tujuh tahun. yg ditutupi adalah daerah antara pusar hingga lutut. kemudian ia melepaskan seluruh bajunya, dan menutupi dari pandangan orang lain. yakni jenazah itu diletakkan didalam rumah yg beratap, atau jika memungkinkan jenazah tersebut dimandikan didalam tenda.<br />tidak boleh ada orang lain hadir dalam pemandian ini, selain seseorang yg membantu kita dalam proses pemandian. dan ini niat adalah syarat. kita memijit perutnya pelan-pelan, pada saat ini kita banyak-banyak menyiram air, juga perlu mengasapi ruangan dengan kayu gaharu juka dikhawatirkan ada sesuatu yg keluar dari perutnya.<br />lalu kita membelitkan kain ke tangan kita untuk membersihkan jenazah tadi dan menggsosok-gosok kedua kemaluannya.<br />kemudian kita menyiapkan air yg bercampur daun bidara atau bercampur sabun pembersih. lalu kita membersihkan kepala, serta jenggotnya dengan busa air tersebut. dan membasuh sekujur tubuhnya dengan sisa air tadi. kemudian kita membasuh bagian samping kanan, lalu samping kiri, dimulai dari kulit lehernya. kemudian bahu hingga akhir telapak kakinya.<br />jika jenazah yg kita mandikan adalah seseorang yg sedang ihram, maka kita memandikannya tanpa minyak wangi dan tanpa harum-haruman. tubuhnya dibersihkan dengan sabun dan daun bidara jika perlu saja. dan kepalanya tetap dibiarkan terbuka.<br /><br />2. Bagaimana Cara mensholatkan dan Permasalahan dalam mensholatkan Mayat<br />shalat jenazah dilakukan tanpa rukuk dan sujud, juga tanpa iqommah. tenru jenazah yg dishalati adalah islam. apabila ada orang yg terbukti murtat, sehingga menjadi kafir maka kita tidak boleh menshalati. "Dan janganlah Engkau menshalati (jenazah) seseorang diantara mereka selama-lamanya dan janganlah (pula) berdiri diatas kuburannya (untuk mendo'akannya). sesungguhnya mereka telah kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik." (QS. at-taubah : 84).<br />Syarat-syarat Mengerjakan Shalat Jenazah ada 3<br />1. Jenazah sudah dimandikan dan di kafani<br />2. Letak jenazah disebelah kiblat didepan yg menshalati<br />3. Suci dari hadast dan najis baik badan, pakaian dan tempat.<br /><br /><br />ada 5 syarat rukun - rukun sholat jenazah<br />A: Baca niat<br />untuk mayyid laki - laki<br />usholli 'alaa haadzal mayyiti arba'a takbirootin fardhol kifaayati (makmuuman/imaaman)*) lillaahi ta'aala (Aku niat shalat atas mayat ini empat takbir fardhu kifayah karena Allah ta'aala).<br />untuk mayyid perempuan<br />usholli 'alaa haadzihil mayyiti arba'a takbirootin fardhol kifaayati (makmuuman/imaaman)*) lillaahi ta'ala (Aku niat shalat atas mayat ini empat takbir fardhu kifayah karena Allah ta'aala).<br />B: dilanjutkan takbirotul ihrom : Allahu Akbar. lalu membaca surat Fatihah. kemudian disambung dengan TAkbir kedua : Allahu Akbar.<br /><br />C: Membaca sholawat atas NAbi Muhammad Saw. Minimal :<br />Allahumma sholli 'alaa muhammadin (yaa Allah berikan sholawat atas Nabi Muhammad).<br /><br />D:Takbir Ketiga disambung dengan minimal sebagai berikut :<br />Allahummaghfil lahu warkhamhu wa'aafi wa'fu anhu (yaa Allah, ampunilah dia, berilah rahmat, kesejahteraan, dan maafkanlah dia). apabila jenazah yg disahalati itu perempuan, maka bacaan lahu diganti dengan laha. jika mayatnya banyak,maka bacaan lahu diganti dengan lahum.<br /><br />E:akbir keempat disambung dengan do'a minimal :<br /><br />Allahumma la takhrimnaa ajrohu walaa taftinna ba'dahuu waghfitlanaa walahu (yaa Allah, janganlah kiranya pahalanya tidak sampai kepadanya atau janganlah Engkau meluputkan kami akan pahalanya, dan janganlah Engkau memberi kami fitnah sepeninggalnya, serta ampunilah kami dan dia).<br /><br />F salam<br /><br />3. Melaksanakan Fardhu Kifayah untuk Jenazah yg Syahid (pembagian jenis-jenis mati Syahid dan permasalahannya).<br /><br />yg dimaksud dengan mati Syahid ialah orang yg terbunuh dalam peperangan melawan orang kafir untuk menjunjung tinggi agama Allah.<br />orang mati syahid itu tidak dimandikan, tidak dishalatkan, dan cukup dikafani dengan pakaiannya yg berlumur darah itu.<br /><br />menurut pembagian ahli fiqh, Syahid dibagi atas 3 bagian :<br />1. Syahid dunia dan akhirat. inilah yg dimaksud Syahit tersebut yg ada diatas.<br />2. Syahid dunia saja, yaitu orang yg mati dalam peperangan melawan orang kafir, tetapi bukan karna untuk menjunjung tinggi agama Allah, melainkan karna sebab-sebab yg lain, misalnya ingin mendapat harta rampasan, karna kemegahan, dan sebagainya.<br />3. Syahid akhirat saja, yaitu mati teraniaya, mati terkejut, mati kena penyakit kolera, mati tenggelam, mati tertimpa oleh sesuatu, mati kebakaran, atau mati dalam belajar agama Allah.<br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-81227031643327560322010-04-05T06:37:00.000-07:002010-04-05T06:50:03.916-07:00Mengenal Makanan HaramMengenal Makanan Haram
<br />March 27th, 2009
<br />
<br />babiguling2Islam memerintahkan kepada pemeluknya untuk memilih makanan yang halal serta menjauhi makanan haram. Rasulullah bersabda: “Dari Abu Hurairah ra berkata : Rasulullah saw bersabda: ” Sesungguhnya Allah baik tidak menerima kecuali hal-hal yang baik, dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang-orang mu’min sebagaimana yang diperintahkan kepada para rasul, <span class="fullpost">Allah berfirman: “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”
<br />
<br />
<br />Dan firmanNya yang lain: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu” Kemudian beliau mencontohkan seorang laki-laki, dia telah menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut serta berdebu, ia menengadahkan kedua tangannya ke langit: Yaa Rabbi ! Yaa Rabbi ! Sedangkan ia memakan makanan yang haram, dan pakaiannya yang ia pakai dari harta yang haram, dan ia meminum dari minuman yang haram, dan dibesarkan dari hal-hal yang haram, bagaimana mungkin akan diterima do’anya”. (HR Muslim no. 1015).
<br />
<br />Jenis Makanan HARAM:
<br />
<br />1. BANGKAI
<br />
<br />Yaitu hewan yang mati bukan karena disembelih atau diburu. Hukumnya jelas haram dan bahaya yang ditimbulkannya bagi agama dan badan manusia sangat nyata, sebab pada bangkai terdapat darah yang mengendap sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan. Bangkai ada beberapa macam sbb :
<br />
<br />A. Al-Munkhaniqoh yaitu hewan yang mati karena tercekik baik secara sengaja atau tidak.
<br />
<br />B. Al-Mauqudhah yaitu hewan yang mati karena dipukul dengan alat/benda keras hingga mati olehnya atau disetrum dengan alat listrik.
<br />
<br />C. Al-Mutaraddiyah yaitu hewan yang mati karena jatuh dari tempat tinggi atau jatuh ke dalam sumur sehingga mati.
<br />
<br />D. An-Nathihah yaitu hewan yang mati karena ditanduk oleh hewan lainnya (lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Adzim 3/22 oleh Imam Ibnu Katsir).
<br />
<br />Sekalipun bangkai haram hukumnya tetapi ada yang dikecualikan yaitu bangkai ikan dan belalang berdasarkan hadits:
<br />
<br />“Dari Ibnu Umar berkata: ” Dihalalkan untuk dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai yaitu ikan dan belalang, sedang dua darah yaitu hati dan limpa.” (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan hal 27 edisi 4/Th.11)
<br />
<br />Rasululah juga pernah ditanya tentang air laut, maka beliau bersabda:
<br />
<br />“Laut itu suci airnya dan halal bangkainya.”: (Shahih. Lihat Takhrijnya dalam Al-Furqan 26 edisi 3/Th 11) Syaikh Muhammad Nasiruddin Al–Albani berkata dalam Silsilah As-Shahihah (no.480): “Dalam hadits ini terdapat faedah penting yaitu halalnya setiap bangkai hewan laut sekalipun terapung di atas air (laut)? Beliau menjawab: “Sesungguhnya yang terapung itu termasuk bangkainya sedangkan Rasulullah bersabda: “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya” (HR. Daraqutni: 538).
<br />
<br />Adapun hadits tentang larangan memakan sesuatu yang terapung di atas laut tidaklah shahih. (Lihat pula Al-Muhalla (6/60-65) oleh Ibnu Hazm dan Syarh Shahih Muslim (13/76) oleh An-Nawawi).
<br />
<br />2. DARAH
<br />
<br />Yaitu darah yang mengalir sebagaimana dijelaskan dalam ayat lainnya:
<br />
<br />“Atau darah yang mengalir” (QS. Al-An’Am: 145) Demikianlah dikatakan oleh Ibnu Abbas dan Sa’id bin Jubair. Diceritakan bahwa orang-orang jahiliyyah dahulu apabila seorang diantara mereka merasa lapar, maka dia mengambil sebilah alat tajam yang terbuat dari tulang atau sejenisnya, lalu digunakan untuk memotong unta atau hewan yang kemudian darah yang keluar dikumpulkan dan dibuat makanan/minuman. Oleh karena itulah, Allah mengharamkan darah pada umat ini. (Lihat Tafsir Ibnu Katsir 3/23-24).
<br />
<br />Sekalipun darah adalah haram, tetapi ada pengecualian yaitu hati dan limpa berdasarkan hadits Ibnu Umar di atas tadi. Demikian pula sisa-sisa darah yang menempel pada daging atau leher setelah disembelih.Semuanya itu hukumnya halal.
<br />
<br />Syaikul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Pendapat yang benar, bahwa darah yang diharamkan oleh Allah adalah darah yang mengalir. Adapun sisa darah yang menempel pada daging, maka tidak ada satupun dari kalangan ulama’ yang mengharamkannya”. (Dinukil dari Al-Mulakhas Al-Fiqhi 2/461 oleh Syaikh Dr. Shahih Al-Fauzan).
<br />
<br />3. DAGING BABI
<br />
<br />Babi baik peliharaan maupun liar, jantan maupun betina. Dan mencakup seluruh anggota tubuh babi sekalipun minyaknya. Tentang keharamannya, telah ditandaskan dalam al-Qur’an, hadits dan ijma’ ulama.
<br />
<br />4. SEMBELIHAN UNTUK SELAIN ALLAH
<br />
<br />Yakni setiap hewan yang disembelih dengan selain nama Allah hukumnya haram, karena Allah mewajibkan agar setiap makhlukNya disembelih dengan nama-Nya yang mulia. Oleh karenanya, apabila seorang tidak mengindahkan hal itu bahkan menyebut nama selain Allah baik patung, taghut, berhala dan lain sebagainya , maka hukum sembelihan tersebut adalah haram dengan kesepakatan ulama.
<br />
<br />5. HEWAN YANG DITERKAM BINATANG BUAS
<br />
<br />Yakni hewan yang diterkam oleh harimau, serigala atau anjing lalu dimakan sebagiannya kemudia mati karenanya, maka hukumnya adalah haram sekalipun darahnya mengalir dan bagian lehernya yang kena. Semua itu hukumnya haram dengan kesepakatan ulama. Orang-orang jahiliyah dulu biasa memakan hewan yang diterkam oleh binatang buas baik kambing, unta,sapi dsb, maka Allah mengharamkan hal itu bagi kaum mukminin.
<br />
<br />Adapun hewan yang diterkam binatang buasa apabila dijumpai masih hidup (bernyawa) seperti kalau tangan dan kakinya masih bergerak atau masih bernafas kemudian disembelih secara syar’i, maka hewan tersebut adalah halal karena telah disembelih secara halal.
<br />
<br />6. BINATANG BUAS BERTARING
<br />
<br />Hal ini berdasarkan hadits : “Dari Abu Hurairah dari Nabi saw bersabda: “Setiap binatang buas yang bertaring adalah haram dimakan” (HR. Muslim no. 1933)
<br />
<br />Perlu diketahui bahwa hadits ini mutawatir sebagaimana ditegaskan Imam Ibnu Abdil Barr dalam At-Tamhid (1/125) dan Ibnu Qoyyim Al-Jauziyah dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/118-119) Maksudnya “dziinaab” yakni binatang yang memiliki taring atau kuku tajam untuk melawan manusia seperti serigala, singa,anjing, macan tutul, harimau,beruang,kera dan sejenisnya. Semua itu haram dimakan”. (Lihat Syarh Sunnah (11/234) oleh Imam Al-Baghawi).
<br />
<br />Hadits ini secara jelas menunjukkan haramnya memakan binatang buas yang bertaring bukan hanya makruh saja. Pendapat yang menyatakan makruh saja adalah pendapat yang salah. (lihat At-Tamhid (1/111) oleh Ibnu Abdil Barr, I’lamul Muwaqqi’in (4-356) oleh Ibnu Qayyim dan As-Shahihah no. 476 oleh Al-Albani.
<br />
<br />Imam Ibnu Abdil Barr juga mengatakan dalam At-Tamhid (1/127): “Saya tidak mengetahui persilanganpendapat di kalangan ulama kaum muslimin bahwa kera tidak boleh dimakan dan tidak boleh dijual karena tidak ada manfaatnya. Dan kami tidak mengetahui seorang ulama’pun yang membolehkan untuk memakannya. Demikianpula anjing,gajah dan seluruh binatang buas yang bertaring. Semuanya sama saja bagiku (keharamannya). Dan hujjah adalah sabda Nabi saw bukan pendapat orang….”.
<br />
<br />Para ulama berselisih pendapat tentang musang. Apakah termasuk binatang buas yang haram ataukah tidak ? Pendapat yang rajih bahwa musang adalah halal sebagaimana pendapat Imam Ahmad dan Syafi’i berdasarkan hadits :
<br />
<br />“Dari Ibnu Abi Ammar berkata: Aku pernah bertanya kepada Jabir tentang musang, apakah ia termasuk hewan buruan ? Jawabnya: “Ya”. Lalu aku bertanya: apakah boleh dimakan ? Beliau menjawab: Ya. Aku bertanya lagi: Apakah engkau mendengarnya dari Rasulullah ? Jawabnya: Ya. (Shahih. HR. Abu Daud (3801), Tirmidzi (851), Nasa’i (5/191) dan dishahihkan Bukhari, Tirmidzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al- Baihaqi, Ibnu Qoyyim serta Ibnu Hajar dalam At-Talkhis Habir (1/1507).
<br />
<br />Lantas apakah hadits Jabir ini bertentangan dengan hadits larangan di atas? ! Imam Ibnu Qoyyim menjelaskan dalam I’lamul Muwaqqi’in (2/120) bahwa tidak ada kontradiksi antara dua hadits di atas. Sebab musang tidaklah termasuk kategori binatang buas, baik ditinjau dari segi bahasa maupun segi urf (kebiasaan) manusia. Penjelasan ini disetujui oleh Al-Allamah Al-Mubarakfuri dalam Tuhfatul Ahwadzi (5/411) dan Syaikh Muhammad Nasiruddin Al-Albani dalam At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3-28)
<br />
<br />7. BURUNG YANG BERKUKU TAJAM
<br />
<br />Hal ini berdasarkan hadits : Dari Ibnu Abbas berkata: “Rasulullah melarang dari setiap hewan buas yang bertaring dan berkuku tajam” (HR Muslim no. 1934)
<br />
<br />Imam Al-Baghawi berkata dalam Syarh Sunnah (11/234): “Demikian juga setiap burung yang berkuku tajam seperti burung garuda, elang dan sejenisnya”. Imam Nawawi berkata dalam Syarh Shahih Muslim 13/72-73: “Dalam hadits ini terdapat dalil bagi madzab Syafi’i, Abu Hanifah, Ahmad, Daud dan mayoritas ulama tentang haramnya memakan binatang buas yang bertaring dan burung yang berkuku tajam.”
<br />
<br />8. KHIMAR AHLIYYAH (KELEDAI JINAK)
<br />
<br />Hal ini berdasarkan hadits:
<br />
<br />“Dari Jabir berkata: “Rasulullah melarang pada perang khaibar dari (makan) daging khimar dan memperbolehkan daging kuda”. (HR Bukhori no. 4219 dan Muslim no. 1941) dalam riwayat lain disebutkan begini : “Pada perang Khaibar, mereka menyembelih kuda, bighal dan khimar. Lalu Rasulullah melarang dari bighal dan khimar dan tidak melarang dari kuda. (Shahih. HR Abu Daud (3789), Nasa’i (7/201), Ahmad (3/356), Ibnu Hibban (5272), Baihaqi (9/327), Daraqutni (4/288-289) dan Al-Baghawi dalam Syarhu Sunnah no. 2811).
<br />
<br />Dalam hadits di atas terdapat dua masalah :
<br />
<br />Pertama : Haramnya keledai jinak. Ini merupakan pendapat jumhur ulama dari kalangan sahabat, tabi’in dan ulama setelah mereka berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas seperti di atas. Adapaun keledai liar, maka hukumnya halal dengan kesepakatan ulama. (Lihat Sailul Jarrar (4/99) oleh Imam Syaukani).
<br />
<br />Kedua : Halalnya daging kuda. Ini merupakan pendapat Zaid bin Ali, Syafi’i, Ahmad, Ishaq bin Rahawaih dan mayoritass ulama salaf berdasarkan hadits-hadits shahih dan jelas di atas. Ibnu Abi Syaiban meriwayatkan dengan sanadnya yang sesuai syarat Bukhari Muslim dari Atha’ bahwa beliau berkata kepada Ibnu Juraij: ” Salafmu biasa memakannya (daging kuda)”. Ibnu Juraij berkata: “Apakah sahabat Rasulullah ? Jawabnya : Ya. (Lihat Subulus Salam (4/146-147) oleh Imam As-Shan’ani).
<br />
<br />9. AL-JALLALAH
<br />
<br />Hal ini berdasarkan hadits :
<br />“Dari Ibnu Umar berkata: Rasulullah melarang dari jalalah unta untuk dinaiki. (HR. Abu Daud no. 2558 dengan sanad shahih).
<br />
<br />“Dalam riwayat lain disebutkan: Rasulullah melarang dari memakan jallalah dan susunya.” (HR. Abu Daud : 3785, Tirmidzi: 1823 dan Ibnu Majah: 3189).
<br />
<br />“Dari Amr bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya berkata: Rasulullah melarang dari keledai jinak dan jalalah, menaiki dan memakan dagingnya”(HR Ahmad (2/219) dan dihasankan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).
<br />
<br />Maksud Al-Jalalah yaitu setiap hewan baik hewan berkaki empat maupun berkaki dua-yang makanan pokoknya adalah kotoran-kotoran seperti kotoran manuasia/hewan dan sejenisnya. (Fahul Bari 9/648). Ibnu Abi Syaiban dalam Al-Mushannaf (5/147/24598) meriwayatkan dari Ibnu Umar bahwa beliau mengurung ayam yang makan kotoran selama tiga hari. (Sanadnya shahih sebagaimana dikatakan Al-Hafidz dalam Fathul Bari 9/648).
<br />
<br />Al-Baghawi dalam Syarh Sunnah (11/254) juga berkata: “Kemudian menghukumi suatu hewan yang memakan kotoran sebagai jalalah perlu diteliti. Apabila hewan tersebut memakan kotoran hanya bersifat kadang-kadang, maka ini tidak termasuk kategori jalalah dan tidak haram dimakan seperti ayam dan sejenisnya…”
<br />
<br />Hukum jalalah haram dimakan sebagaimana pendapat mayoritas Syafi’iyyah dan Hanabilah. Pendapat ini juga ditegaskan oleh Ibnu Daqiq Al-’Ied dari para fuqaha’ serta dishahihkan oleh Abu Ishaq Al-Marwazi, Al-Qoffal, Al-Juwaini, Al-Baghawi dan Al-Ghozali. (Lihat Fathul Bari (9/648) oleh Ibnu Hajar).
<br />
<br />Sebab diharamkannya jalalah adalah perubahan bau dan rasa daging dan susunya. Apabila pengaruh kotoran pada daging hewan yang membuat keharamannya itu hilang, maka tidak lagi haram hukumnya, bahkan hukumnya hahal secara yakin dan tidak ada batas waktu tertentu. Al-Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan (9/648): “Ukuran waktu boelhnya memakan hewan jalalah yaitu apabila bau kotoran pada hewan tersebut hilang dengan diganti oleh sesuatu yang suci menurut pendapat yang benar.”. Pendapat ini dikuatkan oleh imam Syaukani dalam Nailul Authar (7/464) dan Al-Albani dan At-Ta’liqat Ar-Radhiyyah (3/32).
<br />
<br />10. AD-DHAB (HEWAN SEJENIS BIAWAK) BAGI YANG MERASA JIJIK DARINYA
<br />
<br />Berdasarkan hadits: “Dari Abdur Rahman bin Syibl berkata: Rasulullah melarang dari makan dhab (hewan sejenis biawak). (Hasan. HR Abu Daud (3796), Al-Fasawi dalam Al-Ma’rifah wa Tarikh (2/318), Baihaqi (9/326) dan dihasankan Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fathul Bari (9/665) serta disetujui oleh Al-Albani dalam As-Shahihah no. 2390).
<br />
<br />Benar terdapat beberapa hadits yang banyak sekali dalam Bukhari Muslim dan selainnya yang menjelaskan bolehnya makan dhob baik secara tegas berupa sabda Nabi maupun taqrir (persetujuan Nabi). Diantaranya , Hadits Abdullah bin Umar secara marfu’ (sampai pada nabi) “Dhab, saya tidak memakannya dan saya juga tidak mengharamkannya.” (HR Bukhari no.5536 dan Muslim no. 1943)
<br />
<br />11. HEWAN YANG DIPERINTAHKAN AGAMA SUPAYA DIBUNUH
<br />
<br />“Dari Aisyah berkata: Rasulullah bersabda: Lima hewan fasik yang hendaknya dibunuh, baik di tanah halal maupun haram yaitu ular, tikus, anjing hitam. ” (HR. Muslim no. 1198 dan Bukhari no. 1829 dengan lafadz “kalajengking: gantinya “ular” )
<br />
<br />Imam ibnu Hazm mengatakan dalam Al-Muhalla (6/73-74): “Setiap binatang yang diperintahkan oleh Rasulullah supaya dibunuh maka tidak ada sembelihan baginya, karena Rasulullah melarang dari menyia-nyiakan harta dan tidak halal membunuh binatang yang dimakan” (Lihat pula Al-Mughni (13/323) oleh Ibnu Qudamah dan Al-Majmu’ Syarh Muhadzab (9/23) oleh Nawawi).
<br />
<br />“Dari Ummu Syarik berkata bahwa Nabi memerintahkan supaya membunuh tokek/cecak” (HR. Bukhari no. 3359 dan Muslim 2237). Imam Ibnu Abdil Barr berkata dalam At-Tamhid (6/129)” “Tokek/cecak telah disepakati keharaman memakannya”.
<br />
<br />12. HEWAN YANG DILARANG UNTUK DIBUNUH
<br />
<br />“Dari Ibnu Abbas berkata: Rasulullah melarang membunuh 4 hewan : semut, tawon, burung hud-hud dan burung surad. ” (HR Ahmad (1/332,347), Abu Daud (5267), Ibnu Majah (3224), Ibnu Hibban (7/463) dan dishahihkan Baihaqi dan Ibnu Hajar dalam At-Talkhis 4/916). Imam Syafi’i dan para sahabatnya mengatakan: “Setiap hewan yang dilarang dibunuh berarti tidak boleh dimakan, karena seandainya boleh dimakan, tentu tidak akan dilarang membunuhnya.” (Lihat Al-Majmu’ (9/23) oleh Nawawi).
<br />
<br />Haramnya hewan-hewan di atas merupakan pendapat mayoritas ahli ilmu sekalipun ada perselisihan di dalamnya kecuali semut, nampaknya disepakati keharamannya. (Lihat Subul Salam 4/156, Nailul Authar 8/465-468, Faaidhul Qadir 6/414 oleh Al-Munawi). “Dari Abdur Rahman bin Utsman Al-Qurasyi bahwasanya seorang tabib pernah bertanya kepada Rasulullah tentang kodok/katak dijadikan obat, lalu Rasulullah melarang membunuhnya. (HR Ahmad (3/453), Abu Daud (5269), Nasa’i (4355), Al-Hakim (4/410-411), Baihaqi (9/258,318) dan dishahihkan Ibnu Hajar dan Al-Albani).
<br />
<br />Haramnya katak secara mutlak merupakan pendapat Imam Ahmad dan beberapa ulama lainnya serta pendapat yang shahih dari madzab Syafe’i. Al-Abdari menukil dari Abu Bakar As-Shidiq, Umar, Utsman dan Ibnu Abbas bahwa seluruh bangkai laut hukumnya halal kecuali katak (lihat pula Al-Majmu’ (9/35) , Al-Mughni (13/345), Adhwaul Bayan (1/59) oleh Syaikh As-Syanqithi, Aunul Ma’bud (14/121) oleh Adzim Abadi dan Taudhihul Ahkam (6/26) oleh Al-Bassam)
<br />
<br />13. BINATANG YANG HIDUP DI 2 (DUA) ALAM
<br />
<br />Sejauh ini BELUM ADA DALIL dari Al Qur’an dan hadits yang shahih yang menjelaskan tentang haramnya hewan yang hidup di dua alam (laut dan darat). Dengan demikian binatang yang hidup di dua alam dasar hukumnya “asal hukumnya adalah halal kecuali ada dalil yang mengharamkannya.
<br />
<br />Berikut contoh beberapa dalil hewan hidup di dua alam :
<br />
<br />KEPITING – hukumnya HALAL sebagaimana pendapat Atha’ dan Imam Ahmad.(Lihat Al-Mughni 13/344 oleh Ibnu Qudamah dan Al-Muhalla 6/84 oleh Ibnu Hazm).
<br />
<br />KURA-KURA dan PENYU – juga HALAL sebagaimana madzab Abu Hurairah, Thawus, Muhammad bin Ali, Atha’, Hasan Al-Bashri dan fuqaha’ Madinah. (Lihat Al-Mushannaf (5/146) Ibnu Abi Syaibah dan Al-Muhalla (6/84).
<br />
<br />ANJING LAUT – juga HALAL sebagaimana pendapat imam Malik, Syafe’i, Laits, Syai’bi dan Al-Auza’i (lihat Al-Mughni 13/346).
<br />
<br />KATAK/KODOK – hukumnya HARAM secara mutlak menurut pendapt yang rajih karena termasuk hewan yang dilarang dibunuh sebagaimana penjelasan di atas.
<br />
<br />
<br />
<br />copas : nurulfc.blogspot.com
<br />Read More......
<br />Kamis, 25 Maret 2010 Posted in | makanan haram, PAK GUNAWAN, TUGAS AGAMA | 0 Comments »
<br />SEJARAH NABI MUHAMMAD
<br />
<br />SEJARAH NABI MUHAMMAD/tugas agama,pak gunawan
<br />
<br />Perkawinan Abdullah dengan Aminah - Abdullah wafat -
<br />Muhammad lahir disusukan oleh Keluarga Sa'd - Kisah
<br />dua malaikat - Lima tahun selama tinggal di pedalaman
<br />- Aminah wafat - Di bawah asuhan Abd'l-Muttalib -
<br />Abd'l-Muttalib wafat - Di bawah asuhan Abu Talib -
<br />Pergi ke Suria dalam usia dua belas tahun- Perang
<br />Fijar - Menggembala kambing - Ke Suria membawa
<br />dagangan Khadijah - Perkawinannya dengan Khadijah
<br />
<br />USIA Abd'l-Muttalib sudah hampir mencapai tujuhpuluh tahun
<br />atau lebih tatkala Abraha mencoba menyerang Mekah dan
<br />menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah anaknya
<br />sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan.
<br />Pilihan Abd'l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb bin Abd
<br />Manaf bin Zuhra, - pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai
<br />pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat. Maka pergilah
<br />anak-beranak itu hendak mengunjungi keluarga Zuhra. Ia dengan
<br />anaknya menemui Wahb dan melamar puterinya. Sebagian penulis
<br />sejarah berpendapat, bahwa ia pergi menemui Uhyab, paman
<br />Aminah, sebab waktu itu ayahnya sudah meninggal dan dia di
<br />bawah asuhan pamannya. Pada hari perkawinan Abdullah dengan
<br />Aminah itu, Abd'l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri
<br />pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan
<br />yang seusia dengan dia.
<br />
<br />Abdullah dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah
<br />Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan
<br />dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu
<br />mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd'l-Muttalib. Tak
<br />seberapa lama kemudian Abdullahpun pergi dalam suatu usaha
<br />perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam
<br />keadaan hamil. Tentang ini masih terdapat beberapa keterangan
<br />yang berbeda-beda: adakah Abdullah kawin lagi selain dengan
<br />Aminah; adakah wanita lain yang datang menawarkan diri
<br />kepadanya? Rasanya tak ada gunanya menyelidiki
<br />keterangan-keterangan semacam ini. Yang pasti ialah Abdullah
<br />adalah seorang pemuda yang tegap dan tampan. Bukan hal yang
<br />luar biasa jika ada wanita lain yang ingin menjadi isterinya
<br />selain Aminah. Tetapi setelah perkawinannya dengan Aminah itu
<br />hilanglah harapan yang lain walaupun untuk sementara. Siapa
<br />tahu, barangkali mereka masih menunggu ia pulang dari
<br />perjalanannya ke Syam untuk menjadi isterinya di samping
<br />Aminah.
<br />
<br />Dalam perjalanannya itu Abdullah tinggal selama beberapa
<br />bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza dan kembali lagi.
<br />Kemudian ia singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di
<br />Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam
<br />perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah
<br />ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita sakit di tempat
<br />saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih
<br />dulu meninggalkan dia. Dan merekalah yang menyampaikan berita
<br />sakitnya itu kepada ayahnya setelah mereka sampai di Mekah.
<br />
<br />Begitu berita sampai kepada Abd'l-Muttalib ia mengutus Harith
<br />- anaknya yang sulung - ke Medinah, supaya membawa kembali
<br />bila ia sudah sembuh. Tetapi sesampainya di Medinah ia
<br />mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan
<br />pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah.
<br />Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan
<br />pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa
<br />hati Abd'l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan
<br />seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan
<br />hidupnya. Demikian juga Abd'l-Muttalib sangat sayang kepadanya
<br />sehingga penebusannya terhadap Sang Berhala yang demikian rupa
<br />belum pernah terjadi di kalangan masyarakat Arab sebelum itu.
<br />
<br />Peninggalan Abdullah sesudah wafat terdiri dari lima ekor
<br />unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan,
<br />yaitu Umm Ayman - yang kemudian menjadi pengasuh Nabi. Boleh
<br />jadi peninggalan serupa itu bukan berarti suatu tanda
<br />kekayaan; tapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan. Di
<br />samping itu umur Abdullah yang masih dalam usia muda belia,
<br />sudah mampu bekerja dan berusaha mencapai kekayaan. Dalam pada
<br />itu ia memang tidak mewarisi sesuatu dari ayahnya yang masih
<br />hidup itu.
<br />
<br />Aminah sudah hamil, dan kemudian, seperti wanita lain iapun
<br />melahirkan. Selesai bersalin dikirimnya berita kepada Abd'l
<br />Muttalib di Ka'bah, bahwa ia melahirkan seorang anak
<br />laki-laki. Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima
<br />berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira
<br />sekali hatinya karena ternyata pengganti anaknya sudah ada.
<br />Cepat-cepat ia menemui menantunya itu, diangkatnya bayi itu
<br />lalu dibawanya ke Ka'bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini
<br />tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal. Kemudian
<br />dikembalikannya bayi itu kepada ibunya. Kini mereka sedang
<br />menantikan orang yang akan menyusukannya dari Keluarga Sa'd
<br />(Banu Sa'd), untuk kemudian menyerahkan anaknya itu kepada
<br />salah seorang dari mereka, sebagaimana sudah menjadi adat kaum
<br />bangsawan Arab di Mekah.
<br />
<br />Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, beberapa ahli
<br />berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah
<br />(570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun
<br />Gajah itu. Yang lain berpendapat kelahirannya itu limabelas
<br />tahun sebelum peristiwa gajah. Selanjutnya ada yang mengatakan
<br />ia dilahirkan beberapa hari atau beberapa bulan atau juga
<br />beberapa tahun sesudah Tahun Gajah. Ada yang menaksir tiga
<br />puluh tahun, dan ada juga yang menaksir sampai tujuhpuluh
<br />tahun.
<br />
<br />Juga para ahli berlainan pendapat mengenai bulan kelahirannya.
<br />Sebagian besar mengatakan ia dilahirkan bulan Rabiul Awal. Ada
<br />yang berkata lahir dalam bulan Muharam, yang lain berpendapat
<br />dalam bulan Safar, sebagian lagi menyatakan dalam bulan Rajab,
<br />sementara yang lain mengatakan dalam bulan Ramadan.
<br />
<br />Kelainan pendapat itu juga mengenai hari bulan ia dilahirkan.
<br />Satu pendapat mengatakan pada malam kedua Rabiul Awal, atau
<br />malam kedelapan, atau kesembilan. Tetapi pada umumnya
<br />mengatakan, bahwa dia dilahirkan pada tanggal duabelas Rabiul
<br />Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain.
<br />
<br />Selanjutnya terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu
<br />kelahirannya, yaitu siang atau malam, demikian juga mengenai
<br />tempat kelahirannya di Mekah. Caussin de Perceval dalam Essai
<br />sur l'Histoire des Arabes menyatakan, bahwa Muhammad
<br />dilahirkan bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia
<br />dilahirkan di Mekah di rumah kakeknya Abd'l-Muttalib.
<br />
<br />Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd'l-Muttalib minta
<br />disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan
<br />mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui
<br />bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya
<br />mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. "Kuinginkan
<br />dia akan menjadi orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit
<br />dan bagi makhlukNya di bumi," jawab Abd'l Muttalib.
<br />
<br />Aminah masih menunggu akan menyerahkan anaknya itu kepada
<br />salah seorang Keluarga Sa'd yang akan menyusukan anaknya,
<br />sebagaimana sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab
<br />di Mekah. Adat demikian ini masih berlaku pada
<br />bangsawan-bangsawan Mekah. Pada hari kedelapan sesudah
<br />dilahirkan anak itupun dikirimkan ke pedalaman dan baru
<br />kembali pulang ke kota sesudah ia berumur delapan atau sepuluh
<br />tahun. Di kalangan kabilah-kabilah pedalaman yang terkenal
<br />dalam menyusukan ini di antaranya ialah kabilah Banu Sa'd.
<br />Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah
<br />menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya,
<br />Abu Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah
<br />yang juga kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah saudara
<br />susuan.
<br />
<br />Sekalipun Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan, namun
<br />ia tetap memelihara hubungan yang baik sekali selama hidupnya.
<br />Setelah wanita itu meninggal pada tahun ketujuh sesudah ia
<br />hijrah ke Medinah, untuk meneruskan hubungan baik itu ia
<br />menanyakan tentang anaknya yang juga menjadi saudara susuan.
<br />Tetapi kemudian ia mengetahui bahwa anak itu juga sudah
<br />meninggal sebelum ibunya.
<br />
<br />Akhirnya datang juga wanita-wanita Keluarga Sa'd yang akan
<br />menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang akan
<br />mereka susukan. Akan tetapi mereka menghindari anak-anak
<br />yatim. Sebenarnya mereka masih mengharapkan sesuatu jasa dari
<br />sang ayah. Sedang dari anak-anak yatim sedikit sekali yang
<br />dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di antara mereka itu
<br />tak ada yang mau mendatangi Muhammad. Mereka akan mendapat
<br />hasil yang lumayan bila mendatangi keluarga yang dapat mereka
<br />harapkan.
<br />
<br />Akan tetapi Halimah bint Abi-Dhua'ib yang pada mulanya menolak
<br />Muhammad, seperti yang lain-lain juga, ternyata tidak mendapat
<br />bayi lain sebagai gantinya. Di samping itu karena dia memang
<br />seorang wanita yang kurang mampu, ibu-ibu lainpun tidak
<br />menghiraukannya. Setelah sepakat mereka akan meninggalkan
<br />Mekah. Halimah berkata kepada Harith bin Abd'l-'Uzza suaminya:
<br />"Tidak senang aku pulang bersama dengan teman-temanku tanpa
<br />membawa seorang bayi. Biarlah aku pergi kepada anak yatim itu
<br />dan akan kubawa juga."
<br />
<br />"Baiklah," jawab suaminya. "Mudah-mudahan karena itu Tuhan
<br />akan memberi berkah kepada kita."
<br />
<br />Halimah kemudian mengambil Muhammad dan dibawanya pergi
<br />bersama-sama dengan teman-temannya ke pedalaman. Dia
<br />bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat
<br />berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun
<br />bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya.
<br />
<br />Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh
<br />Halimah dan diasuh oleh Syaima', puterinya. Udara sahara dan
<br />kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali
<br />menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan
<br />badannya. Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih,
<br />Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu
<br />membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena
<br />kehendak ibunya, kata sebuah keterangan, dan keterangan lain
<br />mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali
<br />supaya lebih matang, juga memang dikuatirkan dari adanya
<br />serangan wabah Mekah.
<br />
<br />Dua tahun lagi anak itu tinggal di sahara, menikmati udara
<br />pedalaman yang jernih dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu
<br />ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.
<br />
<br />Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika
<br />itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni,
<br />bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama
<br />anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar
<br />pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa'd
<br />itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada
<br />ibu-bapanya: "Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil
<br />oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan,
<br />perutnya dibedah, sambil di balik-balikan."
<br />
<br />Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai
<br />diri dan suaminya ia berkata: "Lalu saya pergi dengan ayahnya
<br />ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya
<br />pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami
<br />tanyakan: "Kenapa kau, nak?" Dia menjawab: "Aku didatangi oleh
<br />dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu
<br />perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu
<br />aku apa yang mereka cari."
<br />
<br />Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat
<br />ketakutan, kalau-kalau anak itu sudah kesurupan. Sesudah itu,
<br />dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Atas
<br />peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah
<br />kenabiannya. Tetapi dalam menceritakan peristiwa ini Ibn Ishaq
<br />nampaknya hati-hati sekali dan mengatakan bahwa sebab
<br />dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua
<br />malaikat itu, melainkan - seperti cerita Halimah kepada Aminah
<br />- ketika ia di bawa pulang oleh Halimah sesudah disapih, ada
<br />beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan
<br />menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya
<br />belakang anak itu, lalu mereka berkata:
<br />
<br />"Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami.
<br />Anak ini akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui
<br />keadaannya." Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri dari
<br />mereka dengan membawa anak itu. Demikian juga cerita yang
<br />dibawa oleh Tabari, tapi ini masih di ragukan; sebab dia
<br />menyebutkan Muhammad dalam usianya itu, lalu kembali
<br />menyebutkan bahwa hal itu terjadi tidak lama sebelum
<br />kenabiannya dan usianya empatpuluh tahun.
<br />
<br />Baik kaum Orientalis maupun beberapa kalangan kaum Muslimin
<br />sendiri tidak merasa puas dengan cerita dua malaikat ini dan
<br />menganggap sumber itu lemah sekali. Yang melihat kedua
<br />laki-laki (malaikat) dalam cerita penulis-penulis sejarah itu
<br />hanya anak-anak yang baru dua tahun lebih sedikit umurnya.
<br />Begitu juga umur Muhammad waktu itu. Akan tetapi sumber-sumber
<br />itu sependapat bahwa Muhammad tinggal di tengah-tengah
<br />Keluarga Sa'd itu sampai mencapai usia lima tahun. Andaikata
<br />peristiwa itu terjadi ketika ia berusia dua setengah tahun,
<br />dan ketika itu Halimah dan suaminya mengembalikannya kepada
<br />ibunya, tentulah terdapat kontradiksi dalam dua sumber cerita
<br />itu yang tak dapat diterima. Oleh karena itu beberapa penulis
<br />berpendapat, bahwa ia kembali dengan Halimah itu untuk ketiga
<br />kalinya.
<br />
<br />Dalam hal ini Sir William Muir tidak mau menyebutkan cerita
<br />tentang dua orang berbaju putih itu, dan hanya menyebutkan,
<br />bahwa kalau Halimah dan suaminya sudah menyadari adanya suatu
<br />gangguan kepada anak itu, maka mungkin saja itu adalah suatu
<br />gangguan krisis urat-saraf, dan kalau hal itu tidak sampai
<br />mengganggu kesehatannya ialah karena bentuk tubuhnya yang
<br />baik. Barangkali yang lainpun akan berkata: Baginya tidak
<br />diperlukan lagi akan ada yang harus membelah perut atau
<br />dadanya, sebab sejak dilahirkan Tuhan sudah mempersiapkannya
<br />supaya menjalankan risalahNya. Dermenghem berpendapat, bahwa
<br />cerita ini tidak mempunyai dasar kecuali dari yang diketahui
<br />orang dari teks ayat yang berbunyi: "Bukankah sudah Kami
<br />lapangkan dadamu? Dan sudah Kami lepaskan beban dari kau? Yang
<br />telah memberati punggungmu?" (Qur'an 94: 1-3)
<br />
<br />Apa yang telah diisyaratkan Qur'an itu adalah dalam arti
<br />rohani semata, yang maksudnya ialah membersihkan (menyucikan)
<br />dan mencuci hati yang akan menerima Risalah Kudus, kemudian
<br />meneruskannya seikhlas-ikhlasnya, dengan menanggung segala
<br />beban karena Risalah yang berat itu.
<br />
<br />Dengan demikian apa yang diminta oleh kaum Orientalis dan
<br />pemikir-pemikir Muslim dalam hal ini ialah bahwa peri hidup
<br />Muhammad adalah sifatnya manusia semata-mata dan bersifat peri
<br />kemanusiaan yang luhur. Dan untuk memperkuat kenabiannya itu
<br />memang tidak perlu ia harus bersandar kepada apa yang biasa
<br />dilakukan oleh mereka yang suka kepada yang ajaib-ajaib.
<br />Dengan demikian mereka beralasan sekali menolak tanggapan
<br />penulis-penulis Arab dan kaum Muslimin tentang peri hidup Nabi
<br />yang tidak masuk akal itu. Mereka berpendapat bahwa apa yang
<br />dikemukakan itu tidak sejalan dengan apa yang diminta oleh
<br />Qur'an supaya merenungkan ciptaan Tuhan, dan bahwa
<br />undang-undang Tuhan takkan ada yang berubah-ubah. Tidak sesuai
<br />dengan ekspresi Qur'an tentang kaum Musyrik yang tidak mau
<br />mendalami dan tidak mau mengerti juga.
<br />
<br />Muhammad tinggal pada Keluarga Sa'd sampai mencapai usia lima
<br />tahun, menghirup jiwa kebebasan dan kemerdekaan dalam udara
<br />sahara yang lepas itu. Dari kabilah ini ia belajar
<br />mempergunakan bahasa Arab yang murni, sehingga pernah ia
<br />mengatakan kepada teman-temannya kemudian: "Aku yang paling
<br />fasih di antara kamu sekalian. Aku dari Quraisy tapi diasuh di
<br />tengah-tengah Keluarga Sa'd bin Bakr."
<br />
<br />Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan
<br />yang indah sekali dan kekal dalam jiwanya. Demikian juga Ibu
<br />Halimah dan keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih
<br />sayang dan hormat selama hidupnya itu.
<br />
<br />Penduduk daerah itu pernah mengalami suatu masa paceklik
<br />sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah
<br />kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta
<br />Khadijah berupa unta yang dimuati air dan empat puluh ekor
<br />kambing. Dan setiap dia datang dibentangkannya pakaiannya yang
<br />paling berharga untuk tempat duduk Ibu Halimah sebagai tanda
<br />penghormatan. Ketika Syaima, puterinya berada di bawah tawanan
<br />bersama-sama pihak Hawazin setelah Ta'if dikepung, kemudian
<br />dibawa kepada Muhammad, ia segera mengenalnya. Ia dihormati
<br />dan dikembalikan kepada keluarganya sesuai dengan keinginan
<br />wanita itu.
<br />
<br />Sesudah lima tahun, kemudian Muhammad kembali kepada ibunya.
<br />Dikatakan juga, bahwa Halimah pernah mencari tatkala ia sedang
<br />membawanya pulang ketempat keluarganya tapi tidak
<br />menjumpainya. Ia mendatangi Abd'l-Muttalib dan memberitahukan
<br />bahwa Muhammad telah sesat jalan ketika berada di hulu kota
<br />Mekah. Lalu Abd'l-Muttalibpun menyuruh orang mencarinya, yang
<br />akhirnya dikembalikan oleh Waraqa bin Naufal, demikian
<br />setengah orang berkata.
<br />
<br />Kemudian Abd'l-Muttalib yang bertindak mengasuh cucunya itu.
<br />Ia memeliharanya sungguh-sungguh dan mencurahkan segala
<br />kasih-sayangnya kepada cucu ini. Biasanya buat orang tua itu -
<br />pemimpin seluruh Quraisy dan pemimpin Mekah - diletakkannya
<br />hamparan tempat dia duduk di bawah naungan Ka'bah, dan
<br />anak-anaknya lalu duduk pula sekeliling hamparan itu sebagai
<br />penghormatan kepada orang tua. Tetapi apabila Muhammad yang
<br />datang maka didudukkannya ia di sampingnya diatas hamparan itu
<br />sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Melihat betapa besarnya
<br />rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak mau membiarkannya
<br />di belakang dari tempat mereka duduk itu.
<br />
<br />Lebih-lebih lagi kecintaan kakek itu kepada cucunya ketika
<br />Aminah kemudian membawa anaknya itu ke Medinah untuk
<br />diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya dari pihak
<br />Keluarga Najjar.
<br />
<br />Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan
<br />yang ditinggalkan ayahnya dulu. Sesampai mereka di Medinah
<br />kepada anak itu diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal
<br />dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah yang pertama kali
<br />ia merasakan sebagai anak yatim. Dan barangkali juga ibunya
<br />pernah menceritakan dengan panjang lebar tentang ayah tercinta
<br />itu, yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama,
<br />kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak
<br />ibu. Sesudah Hijrah pernah juga Nabi menceritakan kepada
<br />sahabat-sahabatnya kisah perjalanannya yang pertama ke Medinah
<br />dengan ibunya itu. Kisah yang penuh cinta pada Medinah, kisah
<br />yang penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.
<br />
<br />Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Medinah, Aminah sudah
<br />bersiap-siap akan pulang. Ia dan rombongan kembali pulang
<br />dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Tetapi di
<br />tengah perjalanan, ketika mereka sampai di Abwa',2 ibunda
<br />Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan dikuburkan
<br />pula di tempat itu.
<br />
<br />Anak itu oleh Umm Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang
<br />menangis dengan hati yang pilu, sebatang kara. Ia makin merasa
<br />kehilangan; sudah ditakdirkan menjadi anak yatim. Terasa
<br />olehnya hidup yang makin sunyi, makin sedih. Baru beberapa
<br />hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka
<br />kehilangan Ayahanda semasa ia masih dalam kandungan. Kini ia
<br />melihat sendiri dihadapannya, ibu pergi untuk tidak kembali
<br />lagi, seperti ayah dulu. Tubuh yang masih kecil itu kini
<br />dibiarkan memikul beban hidup yang berat, sebagai yatim-piatu.
<br />
<br />Lebih-lebih lagi kecintaan Abd'l-Muttalib kepadanya. Tetapi
<br />sungguhpun begitu, kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu itu
<br />bekasnya masih mendalam sekali dalam jiwanya sehingga di dalam
<br />Qur'anpun disebutkan, ketika Allah mengingatkan Nabi akan
<br />nikmat yang dianugerahkan kepadanya itu: "Bukankah engkau
<br />dalam keadaan yatim-piatu? Lalu diadakanNya orang yang akan
<br />melindungimu? Dan menemukan kau kehilangan pedoman, lalu
<br />ditunjukkanNya jalan itu?" (Qur'an, 93: 6-7)
<br />
<br />Kenangan yang memilukan hati ini barangkali akan terasa agak
<br />meringankan juga sedikit, sekiranya Abd'l-Muttalib masih dapat
<br />hidup lebih lama lagi. Tetapi orang tua itu juga meninggal,
<br />dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru
<br />berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung
<br />kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah
<br />dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia,
<br />sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda
<br />jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.
<br />
<br />Bahkan sesudah itupun ia masih tetap mengenangkannya sekalipun
<br />sesudah itu, di bawah asuhan Abu Talib pamannya ia mendapat
<br />perhatian dan pemeliharaan yang baik sekali, mendapat
<br />perlindungan sampai masa kenabiannya, yang terus demikian
<br />sampai pamannya itupun achirnya meninggal.
<br />
<br />Sebenarnya kematian Abd'l-Muttalib ini merupakan pukulan berat
<br />bagi Keluarga Hasyim semua. Di antara anak-anaknya itu tak ada
<br />yang seperti dia: mempunyai keteguhan hati, kewibawaan,
<br />pandangan yang tajam, terhormat dan berpengaruh di kalangan
<br />Arab semua. Dia menyediakan makanan dan minuman bagi mereka
<br />yang datang berziarah, memberikan bantuan kepada penduduk
<br />Mekah bila mereka mendapat bencana. Sekarang ternyata tak ada
<br />lagi dari anak-anaknya itu yang akan dapat meneruskan. Yang
<br />dalam keadaan miskin, tidak mampu melakukan itu, sedang yang
<br />kaya hidupnya kikir sekali. Oleh karena itu maka Keluarga
<br />Umaya yang lalu tampil ke depan akan mengambil tampuk pimpinan
<br />yang memang sejak dulu diinginkan itu, tanpa menghiraukan
<br />ancaman yang datang dari pihak Keluarga Hasyim.
<br />
<br />Pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia
<br />bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua
<br />adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas
<br />yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena
<br />itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus
<br />rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu
<br />Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di
<br />kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau
<br />Abd'l-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu
<br />Talib.
<br />
<br />Abu Talib mencintai kemenakannya itu sama seperti
<br />Abd'l-Muttalib juga. Karena kecintaannya itu ia mendahulukan
<br />kemenakan daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad
<br />yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang
<br />lebih menarik hati pamannya. Pernah pada suatu ketika ia akan
<br />pergi ke Syam membawa dagangan - ketika itu usia Muhammad baru
<br />duabelas tahun - mengingat sulitnya perjalanan menyeberangi
<br />padang pasir, tak terpikirkan olehnya akan membawa Muhammad.
<br />Akan tetapi Muhammad yang dengan ikhlas menyatakan akan
<br />menemani pamannya itu, itu juga yang menghilangkan sikap
<br />ragu-ragu dalam hati Abu Talib.
<br />
<br />Anak itu lalu turut serta dalam rombongan kafilah, hingga
<br />sampai di Bushra di sebelah selatan Syam. Dalam buku-buku
<br />riwayat hidup Muhammad diceritakan, bahwa dalam perjalanan
<br />inilah ia bertemu dengan rahib Bahira, dan bahwa rahib itu
<br />telah melihat tanda-tanda kenabian padanya sesuai dengan
<br />petunjuk cerita-cerita Kristen. Sebagian sumber menceritakan,
<br />bahwa rahib itu menasehatkan keluarganya supaya jangan
<br />terlampau dalam memasuki daerah Syam, sebab dikuatirkan
<br />orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan
<br />berbuat jahat terhadap dia.
<br />
<br />Dalam perjalanan itulah sepasang mata Muhammad yang indah itu
<br />melihat luasnya padang pasir, menatap bintang-bintang yang
<br />berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya
<br />daerah-daerah Madyan, Wadit'l-Qura serta peninggalan
<br />bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dengan telinganya yang
<br />tajam segala cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman
<br />tentang bangunan-bangunan itu, tentang sejarahnya masa lampau.
<br />Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun
<br />yang lebat dengan buab-buahan yang sudah masak, yang akan
<br />membuat ia lupa akan kebun-kebun di Ta'if serta segala cerita
<br />orang tentang itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya
<br />dengan dataran pasir yang gersang dan gunung-gunung tandus di
<br />sekeliling Mekah itu. Di Syam ini juga Muhammad mengetahui
<br />berita-berita tentang Kerajaan Rumawi dan agama Kristennya,
<br />didengarnya berita tentang Kitab Suci mereka serta oposisi
<br />Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya
<br />menghadapi perang dengan Persia.
<br />
<br />Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah
<br />mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan dan ketajaman
<br />otak, sudah mempunyai tinjauan yang begitu dalam dan ingatan
<br />yang cukup kuat serta segala sifat-sifat semacam itu yang
<br />diberikan alam kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima
<br />risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya. Ia melihat
<br />ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak
<br />puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya
<br />kepada diri sendiri: Di manakah kebenaran dari semua itu?
<br />
<br />Tampaknya Abu Talib tidak banyak membawa harta dari
<br />perjalanannya itu. Ia tidak lagi mengadakan perjalanan
<br />demikian. Malah sudah merasa cukup dengan yang sudah
<br />diperolehnya itu. Ia menetap di Mekah mengasuh anak-anaknya
<br />yang banyak sekalipun dengan harta yang tidak seberapa.
<br />Muhammad juga tinggal dengan pamannya, menerima apa yang ada.
<br />Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang
<br />seusia dia. Bila tiba bulan-bulan suci, kadang ia tinggal di
<br />Mekah dengan keluarga, kadang pergi bersama mereka ke
<br />pekan-pekan yang berdekatan dengan 'Ukaz, Majanna dan
<br />Dhu'l-Majaz, mendengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh
<br />penyair-penyair Mudhahhabat dan Mu'allaqat.3 Pendengarannya
<br />terpesona oleh sajak-sajak yang fasih melukiskan lagu cinta
<br />dan puisi-puisi kebanggaan, melukiskan nenek moyang mereka,
<br />peperangan mereka, kemurahan hati dan jasa-jasa mereka.
<br />Didengarnya ahli-ahli pidato di antaranya orang-orang Yahudi
<br />dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara
<br />tentang Kitab-kitab Suci Isa dan Musa, dan mengajak kepada
<br />kebenaran menurut keyakinan mereka. Dinilainya semua itu
<br />dengan hati nuraninya, dilihatnya ini lebih baik daripada
<br />paganisma yang telah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi
<br />tidak sepenuhnya ia merasa lega.
<br />
<br />Dengan demikian sejak muda-belia takdir telah mengantarkannya
<br />ke jurusan yang akan membawanya ke suatu saat bersejarah, saat
<br />mula pertama datangnya wahyu, tatkala Tuhan memerintahkan ia
<br />menyampaikan risalahNya itu. Yakni risalah kebenaran dan
<br />petunjuk bagi seluruh umat manusia.
<br />
<br />Kalau Muhammad sudah mengenal seluk-beluk jalan padang pasir
<br />dengan pamannya Abu Talib, sudah mendengar para penyair,
<br />ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak dan pidato-pidato
<br />dengan keluarganya dulu di pekan sekitar Mekah selama
<br />bulan-bulan suci, maka ia juga telah mengenal arti memanggul
<br />senjata, ketika ia mendampingi paman-pamannya dalam Perang
<br />Fijar. Dan Perang Fijar itulah di antaranya yang telah
<br />menimbulkan dan ada sangkut-pautnya dengan peperangan di
<br />kalangan kabilah-kabilah Arab. Dinamakan al-fijar4 ini karena
<br />ia terjadi dalam bulan-bulan suci, pada waktu kabilah-kabilah
<br />seharusnya tidak boleh berperang. Pada waktu itulah
<br />pekan-pekan dagang diadakan di 'Ukaz, yang terletak antara
<br />Ta'if dengan Nakhla dan antara Majanna dengan Dhu'l-Majaz,
<br />tidak jauh dari 'Arafat. Mereka di sana saling tukar menukar
<br />perdagangan, berlumba dan berdiskusi, sesudah itu kemudian
<br />berziarah ke tempat berhala-berhala mereka di Ka'bah. Pekan
<br />'Ukaz adalah pekan yang paling terkenal di antara pekan-pekan
<br />Arab lainnya. Di tempat itu penyair-penyair terkemuka
<br />membacakan sajak-sajaknya yang terbaik, di tempat itu Quss
<br />(bin Sa'ida) berpidato dan di tempat itu pula orang-orang
<br />Yahudi, Nasrani dan penyembah-penyembah berhala masing-masing
<br />mengemukakan pandangan dengan bebas, sebab bulan itu bulan
<br />suci.
<br />
<br />Akan tetapi Barradz bin Qais dari kabilah Kinana tidak lagi
<br />menghormati bulan suci itu dengan mengambil kesempatan
<br />membunuh 'Urwa ar-Rahhal bin 'Utba dari kabilah Hawazin.
<br />Kejadian ini disebabkan oleh karena Nu'man bin'l-Mundhir
<br />setiap tahun mengirimkan sebuah kafilah dari Hira ke 'Ukaz
<br />membawa muskus, dan sebagai gantinya akan kembali dengan
<br />membawa kulit hewan, tali, kain tenun sulam Yaman. Tiba-tiba
<br />Barradz tampil sendiri dan membawa kafilah itu ke bawah
<br />pengawasan kabilah Kinana. Demikian juga 'Urwa lalu tampil
<br />pula sendiri dengan melintasi jalan Najd menuju Hijaz.
<br />
<br />Adapun pilihan Nu'man terhadap 'Urwa (Hawazin) ini telah
<br />menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana), yang kemudian
<br />mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya dan mengambil
<br />kabilah itu. Sesudah itu kemudian Barradz memberitahukan
<br />kepada Basyar bin Abi Hazim, bahwa pihak Hawazin akan menuntut
<br />balas kepada Quraisy. Fihak Hawazin segera menyusul Quraisy
<br />sebelum masuknya bulan suci. Maka terjadilah perang antara
<br />mereka itu. Pihak Quraisy mundur dan menggabungkan diri dengan
<br />pihak yang menang di Mekah. Pihak Hawazin memberi peringatan
<br />bahwa tahun depan perang akan diadakan di 'Ukaz.
<br />
<br />Perang demikian ini berlangsung antara kedua belah pihak
<br />selama empat tahun terus-menerus dan berakhir dengan suatu
<br />perdamaian model pedalaman, yaitu yang menderita korban
<br />manusia lebih kecil harus membayar ganti sebanyak jumlah
<br />kelebihan korban itu kepada pihak lain. Maka dengan demikian
<br />Quraisy telah membayar kompensasi sebanyak duapuluh orang
<br />Hawazin. Nama Barradz ini kemudian menjadi peribahasa yang
<br />menggambarkan kemalangan. Sejarah tidak memberikan kepastian
<br />mengenai umur Muhammad pada waktu Perang Fijar itu terjadi.
<br />Ada yang mengatakan umurnya limabelas tahun, ada juga yang
<br />mengatakan duapuluh tahun. Mungkin sebab perbedaan ini karena
<br />perang tersebut berlangsung selama empat tahun. Pada tahun
<br />permulaan ia berumur limabelas tahun dan pada tahun
<br />berakhirnya perang itu ia sudah memasuki umur duapuluh tahun.
<br />
<br />Juga orang berselisih pendapat mengenai tugas yang dipegang
<br />Muhammad dalam perang itu. Ada yang mengatakan tugasnya
<br />mengumpulkan anak-anak panah yang datang dari pihak Hawazin
<br />lalu di berikan kepada paman-pamannya untuk dibalikkan kembali
<br />kepada pihak lawan. Yang lain lagi berpendapat, bahwa dia
<br />sendiri yang ikut melemparkan panah. Tetapi, selama peperangan
<br />tersebut telah berlangsung sampai empat tahun, maka kebenaran
<br />kedua pendapat itu dapat saja diterima. Mungkin pada mulanya
<br />ia mengumpulkan anak-anak panah itu untuk pamannya dan
<br />kemudian dia sendiripun ikut melemparkan. Beberapa tahun
<br />sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang
<br />Fijar itu dengan berkata: "Aku mengikutinya bersama dengan
<br />paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam perang itu;
<br />sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan."
<br />
<br />Sesudah Perang Fijar Quraisy merasakan sekali bencana yang
<br />menimpa mereka dan menimpa Mekah seluruhnya, yang disebabkan
<br />oleh perpecahan, sesudah Hasyim dan 'Abd'l-Muttalib wafat, dan
<br />masing-masing pihak berkeras mau jadi yang berkuasa. Kalau
<br />tadinya orang-orang Arab itu menjauhi, sekarang mereka berebut
<br />mau berkuasa. Atas anjuran Zubair bin 'Abd'l-Muttalib di rumah
<br />Abdullah bin Jud'an diadakan pertemuan dengan mengadakan
<br />jamuan makan, dihadiri oleh keluarga-keluarga Hasyim, Zuhra
<br />dan Taym. Mereka sepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha
<br />Pembalas, bahwa Tuhan akan berada di pihak yang teraniaya
<br />sampai orang itu tertolong. Muhammad menghadiri pertemuan itu
<br />yang oleh mereka disebut Hilf'l-Fudzul. Ia mengatakan, "Aku
<br />tidak suka mengganti fakta yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an
<br />itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak
<br />pasti kukabulkan."
<br />
<br />Seperti kita lihat, Perang Fijar itu berlangsung hanya
<br />beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat
<br />Arab kembali ke pekerjaannya masing-masing. Pahit-getirnya
<br />peperangan yang tergores dalam hati mereka tidak akan
<br />menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan
<br />riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan
<br />hiburan sepuas-puasnya
<br />
<br />Adakah juga Muhammad ikut serta dengan mereka dalam hal ini?
<br />Ataukah sebaliknya perasaannya yang halus, kemampuannya yang
<br />terbatas serta asuhan pamannya membuatnya jadi menjauhi semua
<br />itu, dan melihat segala kemewahan dengan mata bernafsu tapi
<br />tidak mampu? Bahwasanya dia telah menjauhi semua itu, sejarah
<br />cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan karena
<br />tidak mampu mencapainya. Mereka yang tinggal di pinggiran
<br />Mekah, yang tidak mempunyai mata pencarian, hidup dalam
<br />kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu.
<br />Bahkan di antaranya lebih gila lagi dari pemuka-pemuka Mekah
<br />dan bangsawan-bangsawan Quraisy dalam menghanyutkan diri ke
<br />dalam kesenangan demikian itu.
<br />
<br />Akan tetapi jiwa Muhammad adalah jiwa yang ingin melihat,
<br />ingin mendengar, ingin mengetahui. Dan seolah tidak ikut
<br />sertanya ia belajar seperti yang dilakukan teman-temannya dari
<br />anak-anak bangsawan menyebabkan ia lebih keras lagi ingin
<br />memiliki pengetahuan. Karena jiwanya yang besar, yang kemudian
<br />pengaruhnya tampak berkilauan menerangi dunia, jiwa besar yang
<br />selalu mendambakan kesempurnaan, itu jugalah yang menyebabkan
<br />dia menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama
<br />pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir
<br />dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya
<br />hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan oleh
<br />julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada
<br />dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala
<br />kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak,
<br />sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya Al-Amin (artinya
<br />'yang dapat dipercaya').
<br />
<br />Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah
<br />pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya
<br />itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing
<br />penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat
<br />yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia
<br />berkata: "Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing."
<br />Dan katanya lagi: "Musa diutus, dia gembala kambing, Daud
<br />diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing
<br />keluargaku di Ajyad."
<br />
<br />Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang
<br />bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam
<br />sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk
<br />pemikiran dan permenungannya. Ia menerawang dalam suasana alam
<br />demikian itu, karena ia ingin melihat sesuatu di balik semua
<br />itu. Dalam pelbagai manifestasi alam ia mencari suatu
<br />penafsiran tentang penciptaan semesta ini. Ia melihat dirinya
<br />sendiri. Karena hatinya yang terang, jantungnya yang hidup, ia
<br />melihat dirinya tidak terpisah dari alam semesta itu. Bukankah
<br />juga ia menghirup udaranya, dan kalau tidak demikian berarti
<br />kematian? Bukankah ia dihidupkan oleh sinar matahari,
<br />bermandikan cahaya bulan dan kehadirannya berhubungan dengan
<br />bintang-bintang dan dengan seluruh alam? Bintang-bintang dan
<br />semesta alam yang tampak membentang di depannya, berhubungan
<br />satu dengan yang lain dalam susunan yang sudah ditentukan,
<br />matahari tiada seharusnya dapat mengejar bulan atau malam akan
<br />mendahului siang. Apabila kelompok kambing yang ada di depan
<br />Muhammad itu memintakan kesadaran dan perhatiannya supaya
<br />jangan ada serigala yang akan menerkam domba itu, jangan
<br />sampai - selama tugasnya di pedalaman itu - ada domba yang
<br />sesat, maka kesadaran dan kekuatan apakah yang menjaga susunan
<br />alam yang begitu kuat ini?
<br />
<br />Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala
<br />pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari
<br />itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas
<br />di hadapannya. Oleh karena itu, dalam perbuatan dan
<br />tingkah-lakunya Muhammad terhindar dari segala penodaan nama
<br />yang sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang
<br />begitu adanya: Al-Amin.
<br />
<br />Semua ini dibuktikan oleh keterangan yang diceritakannya
<br />kemudian, bahwa ketika itu ia sedang menggembala kambing
<br />dengan seorang kawannya. Pada suatu hari hatinya berkata,
<br />bahwa ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal
<br />ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia
<br />ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di
<br />gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing
<br />ternaknya itu. Tetapi sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya
<br />tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat
<br />itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya
<br />datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar
<br />olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia
<br />duduk mendengarkan. Lalu tertidur lagi sampai pagi.
<br />
<br />Jadi apakah gerangan pengaruh segala daya penarik Mekah itu
<br />terhadap kalbu dan jiwa yang begitu padat oleh pikiran dan
<br />renungan? Gerangan apa pula artinya segala daya penarik yang
<br />kita gambarkan itu yang juga tidak disenangi oleh mereka yang
<br />martabatnya jauh di bawah Muhammad?
<br />
<br />Karena itu ia terhindar dari cacat. Yang sangat terasa benar
<br />nikmatnya, ialah bila ia sedang berpikir atau merenung. Dan
<br />kehidupan berpikir dan merenung serta kesenangan bekerja
<br />sekadarnya seperti menggembalakan kambing, bukanlah suatu cara
<br />hidup yang membawa kekayaan berlimpah-limpah baginya. Dan
<br />memang tidak pernah Muhammad mempedulikan hal itu. Dalam
<br />hidupnya ia memang menjauhkan diri dari segala pengaruh
<br />materi. Apa gunanya ia mcngejar itu padahal sudah menjadi
<br />bawaannya ia tidak pernah tertarik? Yang diperlukannya dalam
<br />hidup ini asal dia masih dapat menyambung hidupnya.
<br />
<br />Bukankah dia juga yang pernahh berkata: "Kami adalah golongan
<br />yang hanya makan bila merasa lapar, dan bila sudah makan tidak
<br />sampai kenyang?" Bukankah dia juga yang sudah dikenal orang
<br />hidup dalam kekurangan selalu dan minta supaya orang
<br />bergembira menghadapi penderitaan hidup? Cara orang mengejar
<br />harta dengan serakah hendak memenuhi hawa nafsunya, sama
<br />sekali tidak pernah dikenal Muhammad selama hidupnya.
<br />Kenikmatan jiwa yang paling besar, ialah merasakan adanya
<br />keindahan alam ini dan mengajak orang merenungkannya. Suatu
<br />kenikmatan besar, yang hanya sedikit saja dikenal orang.
<br />Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya
<br />yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa
<br />mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang
<br />mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini
<br />dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam
<br />kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian
<br />kakeknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta
<br />kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa
<br />yang kuat. sehingga orang dapat mengetahui: bagaimana ia
<br />memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin.
<br />
<br />Andaikata pada waktu itu Muhammad dibiarkan saja begitu, tentu
<br />takkan tertarik ia kepada harta. Dengan keadaannya itu ia akan
<br />tetap bahagia, seperti halnya dengan gembala-gembala pemikir,
<br />yang telah menggabungkan alam ke dalam diri mereka dan telah
<br />pula mereka berada dalam pelukan kalbu alam.
<br />
<br />Akan tetapi Abu Talib pamannya - seperti sudah kita sebutkan
<br />tadi -hidup miskin dan banyak anak. Dari kemenakannya itu ia
<br />mengharapkan akan dapat memberikan tambahan rejeki yang akan
<br />diperoleh dari pemilik-pemilik kambing yang kambingnya
<br />digembalakan. Suatu waktu ia mendengar berita, bahwa Khadijah
<br />bint Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy untuk menjalankan
<br />perdagangannya. Khadijah adalah seorang wanita pedagang yang
<br />kaya dan dihormati, mengupah orang yang akan memperdagangkan
<br />hartanya itu. Berasal dari Keluarga (Banu) Asad, ia bertambah
<br />kaya setelah dua kali ia kawin dengan keluarga Makhzum,
<br />sehingga dia menjadi seorang penduduk Mekah yang terkaya. Ia
<br />menjalankan dagangannya itu dengan bantuan ayahnya Khuwailid
<br />dan beberapa orang kepercayaannya. Beberapa pemuka Quraisy
<br />pernah melamarnya, tetapi ditolaknya. Ia yakin mereka itu
<br />melamar hanya karena memandang hartanya. Sungguhpun begitu
<br />usahanya itu terus dikembangkan.
<br />
<br />Tatkala Abu Talib mengetahui, bahwa Khadijah sedang menyiapkan
<br />perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam, ia
<br />memanggil kemenakannya - yang ketika itu sudah berumur
<br />duapuluh lima tahun.
<br />
<br />"Anakku," kata Abu Talib, "aku bukan orang berpunya. Keadaan
<br />makin menekan kita juga. Aku mendengar, bahwa Khadijah
<br />mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi aku tidak
<br />setuju kalau akan mendapat upah semacam itu juga. Setujukah
<br />kau kalau hal ini kubicarakan dengan dia?"
<br />
<br />"Terserah paman," jawab Muhammad.
<br />
<br />Abu Talibpun pergi mengunjungi Khadijah:
<br />
<br />"Khadijah, setujukah kau mengupah Muhammad?" tanya Abu Talib.
<br />"Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta
<br />Tapi buat Muhammad aku tidak setuju kurang dari empat ekor."
<br />
<br />"Kalau permintaanmu itu buat orang yang jauh dan tidak
<br />kusukai, akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan
<br />kusukai." Demikian jawab Khadijah.
<br />
<br />Kembalilah sang paman kepada kemenakannya dengan menceritakan
<br />peristiwa itu. "Ini adalah rejeki yang dilimpahkan Tuhan
<br />kepadamu," katanya.
<br />
<br />Setelah mendapat nasehat paman-pamannya Muhammad pergi dengan
<br />Maisara, budak Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir
<br />kafilah itupun berangkat menuju Syam, dengan melalui
<br />Wadi'l-Qura, Madyan dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang
<br />dulu pernah dilalui Muhammad dengan pamannya Abu Talib tatkala
<br />umurnya baru duabelas tahun.
<br />
<br />Perjalanan sekali ini telah menghidupkan kembali kenangannya
<br />tentag perjalanan yang pertama dulu itu. Hal ini menambah dia
<br />lebih banyak bermenung, lebih banyak berpikir tentang segala
<br />yang pernah dilihat, yang pernah didengar sebelumnya: tentang
<br />peribadatan dan kepercayaan-kepercayaan di Syam atau di
<br />pasar-pasar sekeliling Mekah.
<br />
<br />Setelah sampai di Bushra ia bertemu dengan agama Nasrani Syam.
<br />Ia bicara dengan rahib-rahib dan pendeta-pendeta agama itu,
<br />dan seorang rahib Nestoria juga mengajaknya bicara. Barangkali
<br />dia atau rahib-rahib lain pernah juga mengajak Muhammad
<br />berdebat tentang agama Isa, agama yang waktu itu sudah
<br />berpecah-belah menjadi beberapa golongan dan sekta-sekta -
<br />seperti sudah kita uraikan di atas.
<br />
<br />Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu
<br />benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara
<br />perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang
<br />dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter
<br />yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik
<br />kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba
<br />waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang
<br />dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah.
<br />
<br />Dalam perjalanan kembali kafilah itu singgah di
<br />Marr'-z-Zahran. Ketika itu Maisara berkata: "Muhammad,
<br />cepat-cepatlah kau menemui Khadijah dan ceritakan
<br />pengalamanmu. Dia akan mengerti hal itu."
<br />
<br />Muhammad berangkat dan tengah hari sudah sampai di Mekah.
<br />Ketika itu Khadijah sedang berada di ruang atas. Bila
<br />dilihatnya Muhammad di atas unta dan sudah memasuki halaman
<br />rumahnya. ia turun dan menyambutnya. Didengarnya Muhammad
<br />bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang
<br />perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga
<br />mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah gembira
<br />dan tertarik sekali mendengarkan. Sesudah itu Maisarapun
<br />datang pula yang lalu bercerita juga tentang Muhammad, betapa
<br />halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini
<br />menambah pengetahuan Khadijah di samping yang sudah
<br />diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.
<br />
<br />Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah
<br />berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia - yang sudah berusia
<br />empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran
<br />pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy - tertarik juga
<br />hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan
<br />matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia membicarakan hal
<br />itu kepada saudaranya yang perempuan - kata sebuah sumber,
<br />atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya - kata sumber
<br />lain. Nufaisa pergi menjajagi Muhammad seraya berkata: "Kenapa
<br />kau tidak mau kawin?"
<br />
<br />"Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan," jawab
<br />Muhammad.
<br />
<br />"Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta,
<br />terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?"
<br />
<br />"Siapa itu?"
<br />
<br />Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: "Khadijah."
<br />
<br />"Dengan cara bagaimana?" tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri
<br />berkenan kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi
<br />memikirkan soal perkawinan, mengingat Khadijah sudah menolak
<br />permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy.
<br />
<br />Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: "Serahkan hal
<br />itu kepadaku," maka iapun menyatakan persetujuannya. Tak lama
<br />kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri
<br />oleh paman-paman Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga
<br />Khadijah guna menentukan hari perkawinan.
<br />
<br />Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman
<br />Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah
<br />meninggal sebelum Perang Fijar. Hal ini dengan sendirinya
<br />telah membantah apa yang biasa dikatakan, bahwa ayahnya ada
<br />tapi tidak menyetujui perkawinan itu dan bahwa Khadijah telah
<br />memberikan minuman keras sehingga ia mabuk dan dengan begitu
<br />perkawinannya dengan Muhammad kemudian dilangsungkan.
<br />
<br />Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad.
<br />Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri dan ibu-bapa,
<br />suami-isten yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak,
<br />dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya kehilangan
<br />anak sebagaimana pernah dialami Muhammad yang telah kehilangan
<br />ibu-bapa semasa ia masih kecil.
<br />
<br />
<br />sumber : kitaislam.blogspot.com
<br />
<br />keyword list : kisah nabi muhammad,sejarah nabi muhammad,perjalanan hidup nabi muhammad,nabi muhammad history,tugas agama,pak gunawan
<br />Read More......
<br />Selasa, 23 Februari 2010 Posted in | kisah nabi muhammad, maulid nabi muhammad, nabi muhammad, nabi muhammad histories, PAK GUNAWAN, perjalanan hidup nabi muhammad, sejarah nabi muhammad, TUGAS AGAMA | 0 Comments »
<br />pengertian puasa wajib dan puasa sunah/contoh-contohnya
<br />
<br />Arti puasa menurut bahasa adalah menahan. Menurut syariat islam puasa adalah suatu bentuk aktifitas ibadah kepada Allah SWT dengan cara menahan diri dari makan, minum, hawa nafsu, dan hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa sejak terbit matahari / fajar / subuh hingga matahari terbenam / maghrib dengan berniat terlebih dahulu sebelumnya.
<br />
<br />Hari-hari yang dilarang untuk puasa, yaitu :
<br />- saat lebaran idul fitri 1 syawal dan idul adha 10 dzulhijjah
<br />- Hari tasyriq : 11, 12, dan 13 zulhijjah
<br />
<br />Puasa memiliki fungsi dan manfaat untuk membuat kita menjadi tahan terhadap hawa nafsu, sabar, disiplin, jujur, peduli dengan fakir miskin, selalu bersyukur kepada Allah SWT dan juga untuk membuat tubuh menjadi lebih sehat.
<br />
<br />Orang yang diperbolehkan untuk berbuka puasa sebelum waktunya adalah :
<br />
<br />- Dalam perjalanan jauh 80,640 km (wajib qodo puasa)
<br />- Sedang sakit dan tidak dapat berpuasa (wajib qodo puasa)
<br />- Sedang hamil atau menyusui (wajib qada puasa dan membayar fidyah)
<br />- Sudah tua renta atau sakit yang tidak sembuh-sembuh (wajib membayar fidyah 3/4 liter beras atau bahan makanan lain)
<br />
<br />A. Puasa Ramadhan
<br />
<br />Puasa Ramadhan hukumnya adalah wajib bagi orang yang sehat. Sedangkan bagi yang sakit atau mendapat halangan dapat membayar puasa ramadhan di lain hari selain bulan ramadan. Puasa ramadhan dilakukan selama satu bulan penuh di bulan romadhon kalender hijriah / islam. Puasa ramadhan diakhiri dengan datangnya bulan syawal di mana dirayakan dengan lebaran ied / idul fitri.
<br />
<br />B. Puasa Senin Kamis
<br />
<br />Puasa senin kamis hukumnya adalah sunah / sunat di mana tidak ada kewajiban dan paksaan untuk menjalankannya. Pelaksanaan puasa senin kamis mirip dengan puasa lainnya hanya saja dilakukannya harus pada hari kamis dan senin saja, tidak boleh di hari lain.
<br />
<br />C. Puasa Nazar
<br />
<br />Untuk puasa nazar hukumnya wajib jika sudah niat akan puasa nazar. Jika puasa nazar tidak dapat dilakukan maka dapat diganti dengan memerdekakan budak / hamba sahaya atau memberi makan / pakaian pada sepuluh orang miskin. Puasa nazar biasanya dilakukan jika ada sebabnya yang telah diniatkan sebelum sebab itu terjadi. Nazar dilakukan jika mendapatkan suatu nikmat / keberhasilan atau terbebas dari musibah / malapetaka. Puasa nazar dilakukan sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas ni'mat dan rizki yang telah diberikan.
<br />
<br />D. Puasa Bulan Syaban / Nisfu Sya'ban
<br />
<br />Puasa nisfu sya'ban adalah puasa yang dilakukan pada awal pertengahan di bulan syaban. Pelaksanaan puasa syaban ini mirip dengan puasa lainnya.
<br />
<br />E. Puasa Pertengahan Bulan
<br />
<br />Puasa pertengahan bulan adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan sesuai tanggalan hijriah. Pelaksanaan puasa pertengahan bulan mirip dengan puasa lainnya.
<br />
<br />F. Puasa Asyura
<br />
<br />Puasa asyura adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 10 di bulan muharam / muharram. Pelaksanaan puasa assyura mirip dengan puasa lainnya.
<br />
<br />G. Puasa Arafah
<br />
<br />Puasa arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 di bulan zulhijah untuk orang-orang yang tidak menjalankan ibadah pergi haji. Pelaksanaan arafah mirip dengan puasa lainnya.
<br />
<br />
<br />h. Puasa Syawal
<br />
<br />Puasa syawal dikerjakan pada 6 hari di bulan syawal. Puasa syawal boleh dilakukan pada 6 hari berturut-turut setelah lebaran idul fitri. Pelaksanaan arafah mirip dengan puasa lainnya.
<br />
<br />
<br />
<br />sumber artikel : organisasi.org
<br />
<br />my keyword : pak gunawan,tugas agama islam,pengertian puasa
<br />
<br />
<br />
<br />Puasa merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala yang mana Allah menjanjikan keutamaan dan manfaat yang besar bagi yang mengamalkannya,
<br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلا الصِيَامَ. فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ وَلا يَجْهَلْ. فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ - وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ. لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ المِسْك. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ. وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
<br />“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan janganlah berperilaku dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang mencelanya atau menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya saya sedang berpuasa (dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya)
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
<br />(HR. Bukhari Muslim dan yang lainnya)
<br />Sebagaimana jenis ibadah lainnya maka puasa haruslah didasari niat yang benar yakni beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata-mata serta dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
<br />Maka jika seseorang menahan diri dari makan dan minum tidak sebagaimana pengertian di atas atau menyelisihi dari apa yang menjadi tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tentu saja ini merupakan hal yang menyimpang dari syariat, termasuk perbuatan yang sia-sia dan bahkan bisa jadi mendatangkan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala,
<br />1. Berpuasa tidak dalam rangka beribadah kepada Allah
<br />Semisal seseorang yang berpuasa karena hendak mendapatkan bantuan dari jin/syaitan berupa sihir atau yang lainnya, atau bernazar puasa kepada selain Allah, maka perbuatan ini termasuk kesyirikan yang besar karena memalingkan ibadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun seseorang yang berpuasa semata-mata karena alasan kesehatan, walaupun hal ini boleh-boleh saja akan tetapi ia keluar dari pengertian puasa yang syar’i sehingga tidaklah ia termasuk orang yang mendapatkan keutamaan puasa sebagaimana yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala.
<br />Mengkhususkan tata cara tertentu yang tidak dituntunkan oleh Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, semisal puasa mutih (menyengaja menghindari makan daging atau yang lainnya), puasa sehari semalam tanpa tidur atau tanpa berbicara dengan menganggap hal ini memiliki keutamaan dan yang lainnya.
<br />Mengkhususkan waktu tertentu yang tidak dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semisal mengkhususkan puasa pada hari atau bulan tertentu tanpa dalil dari al-Qur’an dan sunnah, ataupun mengkhususkan jumlah hari yang tidak dikhususkan dalam syariat.
<br />Sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka tertolak.” (HR. Muslim)
<br />Maka berikut ini adalah beberapa jenis puasa yang dianjurkan di dalam Islam di luar puasa yang wajib (Puasa Ramadhan) berdasarkan dalil-dalil yang syar’i, semoga kita diberi kemudahan untuk mengamalkannya berdasarkan ilmu dan terhindar dari perkara-perkara yang menyelisihi syariat Allah subhanahu wa ta’ala sehingga kita dapat memperoleh berbagai keutamaan dari apa-apa yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala.
<br />Puasa-puasa Sunnah yang Dituntunkan Dalam Islam
<br />1. Puasa 6 hari pada bulan Syawwal
<br />Dari Abu Ayyub Al-Anshory bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />مَنْ صَامَ رَمَضَانَ. “Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian melanjutkan dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka seperti ia berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim)
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />“Puasa pada bulan Ramadhan seperti berpuasa sepuluh bulan , dan puasa enam hari setelahnya seperti berpuasa selama dua bulan, maka yang demikian itu (jika dilakukan) seperti puasa setahun.” Catatan:
<br />Puasa Syawal tidak boleh dilakukan pada hari yang dilarang berpuasa di dalamnya, yakni pada hari Idul Fitri.
<br />Jika ada kewajiban mengqodo’ puasa Ramadhan maka dianjurkan mendahulukan qodo baru kemudian berpuasa Syawal 6 hari sebagaimana hadits dari Abu Ayyub Al-Anshori di atas.
<br />2. Puasa pada hari Arafah bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />صِيَام ُيَوْمِ عَرَفَةَ أحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ. “Puasa pada hari Arofah, aku berharap kepada Allah agar mengampuni dosa-dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim)
<br />Catatan:
<br />Adapun bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, maka yang lebih utama adalah tidak berpuasa pada hari Arofah sebagaimana yang diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya.
<br />3. Puasa pada hari Asyura’ (10 Muharrom) dan sehari sebelumnya
<br />Dari Abu Qotadah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />“Puasa pada hari ‘Asyuro’, aku berharap kepada Allah agar mengampuni dosa-dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />“Sungguh jika aku masih hidup sampai tahun depan aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan.” (HR. Muslim)
<br />4. Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban
<br />Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
<br />“Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan tidaklah saya melihat beliau memperbanyak puasa dalam suatu bulan seperti banyaknya beliau berpuasa pada bulan sya’ban.” (HR. Bukhari)
<br />Hendaknya tidak berpuasa pada hari syak (hari yang meragukan apakah sudah masuk ramadhan atau belum), yakni sehari atau dua hari pada akhir Sya’ban, kecuali bagi seseorang yang kebetulan bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukannya dari puasa-pusa sunnah yang disyariatkan semisal puasa dawud atau puasa senin kamis.
<br />5. Memperbanyak Puasa Pada Bulan Muharrom
<br />Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yakni bulan Muharrom, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
<br />6. Puasa Hari Senin dan Kamis
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />“Amal-amal ditampakkan pada hari senin dan kamis, maka aku suka jika ditampakkan amalku dan aku dalam keadaan berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa pada hari senin, beliau bersabda:
<br />“Ia adalah hari ketika aku dilahirkan dan hari ketika aku diutus (atau diturunkan (wahyu) kepadaku ).” (HR. Muslim)
<br />7. Puasa 3 hari setiap bulan
<br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
<br />(HR. Bukhari Muslim)
<br />أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصُوْمَ مِنَ الشَّهْر ِثَلاثَةَ أَيَّامِ البَيْضِ: ثَلاثَ عَشْرَةَ، وَ أَرْبَعَ عَشْرَةَ ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ
<br />“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berpuasa pada tiga hari ‘baidh’: tanggal 13, 14 dan 15.” (Hadits Hasan, dikeluarkan oleh An-nasa’i dan yang lainnya)
<br />8. Berpuasa Sehari dan Berbuka Sehari (Puasa Dawud ‘alaihis salam)
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />أحَبُّ الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ الليل،
<br />وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا وَيَصُوْمُ يَوْمًا (متفق عليه
<br />“Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Dawud, adalah beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya, adalah beliau berbuka sehari dan berpuasa sehari.” Beberapa Hal yang Terkait Dengan Puasa Sunnah
<br />Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, dan minum serta tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
<br />Seseorang yang berpuasa sunnah diperbolehkan membatalkan puasanya jika ia menghendaki, dan tidak ada qodho atasnya.
<br />دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ:( هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ؟ ) فَقُلْنَا: لا.
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari datang kepadaku kemudian berkata: “Apakah engkau memiliki sesuatu (dari makanan)?”, kemudian kami berkata: “tidak”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau begitu saya berpuasa”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang pada hari yang lain kemudian kami katakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami dihadiahi haisun (kurma yang dicampur minyak dan susu yang dihaluskan), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bawalah kemari, sesungguhnya aku tadi berpuasa”, kemudian beliau memakannya (HR. Muslim)
<br />Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seijin suaminya
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />لا تَصُوْمُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلا بِإِذْنِهِ
<br />
<br />
<br />
<br />sumber : hardi-namira.blogspot.com
<br />Read More......
<br />Selasa, 02 Februari 2010 Posted in | contoh-contoh puasa sunah dan puasa wajib, definisi puasa sunah dan puasa wajib, PAK GUNAWAN, pengertian puasa, puasa sunnah, puasa wajib, TUGAS AGAMA, TUGAS AGAMA ISLAM | 3 Comments »
<br />Macam & Jenis Penyakit Hati / Sifat Buruk - Iri Hati, Dengki, Hasut, Fitnah, Buruk Sangka, dan Khianat - Definisi & Pengertian
<br />
<br />Macam & Jenis Penyakit Hati / Sifat Buruk - Iri Hati, Dengki, Hasut, Fitnah, Buruk Sangka, dan Khianat - Definisi & Pengertian
<br />Macam-macam arti penyakit hati dan sifat buruk manusia :
<br />1. Iri Hati
<br />Iri hati adalah suatu sifat yang tidak senang akan rizki / rejeki dan nikmat yang didapat oleh orang lain dan cenderung berusaha untuk menyainginya. Iri hati yang diperbolehkan dalam ajaran islam adalah iri dalam hal berbuat kebajikan, seperti iri untuk menjadi pintar agar dapat menyebarkan ilmunya di kemudian hari. Atau iri untuk membelanjakan harta di jalan kebenaran.
<br />
<br />2. Dengki
<br />Dengki adalah sikap tidak senang melihat orang lain bahagia dan berusaha untuk menghilangkan nikmat tersebut. Sifat ini sangat berbahaya karena tidak ada orang yang suka dengan orang yang memiliki sifat seperti ini.
<br />
<br />3. Hasut / Hasud / Provokasi
<br />Hasud adalah suatu sifat yang ingin selalu berusaha mempengaruhi orang lain agar amarah / marah orang tersebut meluap dengan tujuan agar dapat memecah belah persatuan dan tali persaudaraan agar timbul permusuhan dan kebencian antar sesama.
<br />
<br />4. Fitnah
<br />Fitnah lebih kejam dari pembunuhan adalah suatu kegiatan menjelek-jelekkan, menodai, merusak, menipu, membohongi seseorang agar menimbulkan permusuhan sehingga dapat berkembang menjadi tindak kriminal pada orang lain tanpa bukti yang kuat.
<br />
<br />5. Buruk Sangka
<br />Buruk sangka adalah sifat yang curiga atau menyangka orang lain berbuat buruk tanpa disertai bukti yang jelas.
<br />
<br />6. Khianat / Hianat
<br />Hianat adalah sikap tidak bertanggungjawab atau mangkir atas amanat atau kepercayaan yang telah dilimpahkan kepadanya. Khianat biasanya disertai bohong dengan mengobral janji. Khianat adalah ciri-ciri orang munafik. Orang yang telah berkhianat akan dibenci orang disekitarnya dan kemungkinan besar tidak akan dipercaya lagi untuk mengemban suatu tanggung jawab di kemudian hari.
<br />
<br />
<br />Tiga istilah penyakit hati:
<br />
<br />v Hasud adalah rasa atau sikap tidak senang terhadap kehormatan (kenikmatan) yang diperoleh orang lain dan berusaha untuk menghilangkannya atau mencelakkannyaorang lain.
<br />
<br />Seorang yang beriman kepada qada dan qadar tentu tidak akan bersikap dengki kepada orang lain yang mempunyai kelebihan karena ia menyadari bahwa hal itu merupakan kehendak dan kekuasaan Allah Swt.
<br />
<br />Setiap muslim / muslimah wajib hukumnya menjauhi sifat hasud (dengki) karena hasud termasuk sifat tercela dan merupakan perbuatan dosa. Firman Allah:
<br />
<br />
<br />Ÿwur (#öq¨YyJtGs? $tB Ÿ@žÒsù ª!$# ¾ÏmÎ/ öNä3ŸÒ÷èt/ 4’n?tã <Ù÷èt/ ÇÌËÈ Artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikarunkan Allah kepada sebahagiankamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (Q.S. An-nisa, 4:32) Rasulallah Saw bersabda: وَلَا تَحَاسَدُوْا وَلَا تَقَاطَعُوْا وَلَا تَبَاغَضُوْا وَلَا تَدَابَرُوْا وَكُوْنُوْاعِبَادَاللَّهِ اِخْوَانًا كَمَا اَمَرَكُمُ اللَّهِ (رواه البحاري و مسلم) Artinya “ janganlah kamu saling mendengki, saling memutuskan hubungan, saling benci membenci, dan saling belakang membelakangi yang tetapi jadilah kamu hamba Allah yang bersaudara, sebagaimana yang telah diperintahkan oleh Allah kepadamu.” Adapun kerugian atau bahaya yang ditimbulkan oleh sifat hasud antara lain: Dapat merusak iman yang hasud. Dapat memutuskan hubungan persaudaraan dan menghapus segala kebaikan yang pernah dilaksanakan. Dapat menimbulkan kerugian atau bencana baik bagi pendengki maupun orang yang didengki. Itulah sebabnya di dalam Alquran surat Al-Falaq, 1, 2 dan 5, orang-orang diperintah untuk mohon perlindungan kepada Allah SWT dari kejahatan pendengki apabila mendengki(hasud). Dapat merusak mental (hti) pendengki itu sendiri, sehingga kehidupan merasa gelisah dan tidak memperolah ketentraman. v Riya adalah memperlihatkan suatu ibadah dan amal shaleh kepada orang lain bukan karena Allah, karena sesuatu selain Allah. Sedangkan mendengarkan ucapan ibadah dan amal saleh kepada orang lain dengan maksud kepada riya’ disebut sum’ah. Riya dan sum’ah termasuk perilaku tercela, syirik kecil yang hukumnya haram dan harus dijauhi oleh setiap muslim(muslimah). Rasulallah bersabda: اَخْوَفُ مَا اَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ الْاَصْغَرُ فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَاَلَ اَلرِّيَاءُ (رواه احمد) Artinya: “Sesungguhnya yang sangat aku takutkan yang akan menimpa kamu ialah syirik kecil. Nabi Saw ditanya tentang apa yang dimaksud dengan syirik kecil itu maka beliau menjawab; yaitu Riya. (H.R. Ahmad). Riya dalam urusan keagamaan, misalkan: § Seseorang mempercayakannya kepada kebenaran agama islam dan seluruh ajarannya, padahal hatinya sebenarnya tidak percaya. Ia memperlihatkan kepercayaannya itu bukan karena Allah tetapi karena ingin memperoleh pujian dan keuntungan duniawi. Ia termasuk orang munafik. § Seseorang melakukan salat berjamaah di mesjid dengan maksud bukan ingin memperoleh keridaan Allah Swt, teapi agar mendapat penilaian dari masyarakat sebagai muslim yang taat, orang seperti itu kalau berada sendirian biasanya tidak mau mengerjakan salat. Riya dalam urusan keduniaan misalnya: Seseorang memperlihatkan kesungguhan dan kedisiplinannya dalam bekerja kepada atasannya, dengan tidak dilandasi nilai ikhlas kepada Allah Swt, karena ingin dinilai baik oleh atasannya, lalu pangkatnya atau gajinya dinaikan. Orang sebenarnya ini bila pangkatnya atau gajinya tidak naik tentu kerjanya akan bermalas-malas. Adapun kerugian atau bencana akibat riya antara lain: o Para pejabat yang bermental jahat, apabila suka bersikap dan berperilaku riya’, tentu akan melakukan perbuatan yang merugikan rakyat, seperti korupsi. Orang-orang yang riya dibidang kepercayaan dan keimanaan, sebenarnya merupakan orang-orang munafik yang pada suatu saat akan menodai kesucian islam dan mencelakakan kaum muslimin. o Seseorang yang beribadah dan beramal saleh tidak berlandaskan dengan niat karena Allah Swt, tetapi tujuannya hanya untuk kemsyuran atau keuntungan dunia, maka di alam akhirat kelak ia akan dicampakan ke dalam neraka. v Aniaya adalah bersikap dan berperilaku tidak adil aniaya atau bengis yaitu suatu tindakan yang tidak manusiawi yang bertentangan dengan hak sesama manusia. Firman Allah Swt: `tBur £‰yètGtƒ yŠr߉ãn «!$# y7Í´¯»s9'ré'sù ãNèd tbqãKÎ=»©à9$# ÇËËÒÈ Artinya: “Barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah mereka Itulah orang-orang yang zalim. Sifat aniaya atau zalim dapat dibagi menjadi beberapa macam, yaitu: a) Aniaya kepada Allah SWT dengan cara tidak mau melaksanakan perintah Allah yang wajib, dan tidak meninggalkan larangan Allah yang haram. b) Aniaya terhadap sesame manusia seperi ghibah (mengumpat), namimah (mengadu domba), fitnah, mencuri, merampok, melakukan peniksaan, dan melakukan pembunuhan. c) Aniyaya terhadap binatang misalnya menjadikan binatang sebagai sasaran latihan memanah atau menembak, menelantarkan binatang peliharaan dan menyembelih hewan dengan senjata yang tumpul. d) Aniyaya terhadap diri sendiri, misalnya: membiarkan diri sendiri dalam keadaan bodoh dan miskin, karena malas, meminum minuman keras, menyalah gunakan obat-obat terlarang, menyiksa diri sendiri, dan bunuh diri. Keburukan-keburukan perbuatan aniyaya dapat menimpa pelaku, orang yang dianiaya dan masyarakat. Keburukan-keburukan yang akan dialami oleh penganiaya antara lain: Tidak akan disenangi bahkan akan dibenci masyarakat Hidupnya tidak akan tenang, karena dibayangi rasa takut Memcemarkan nama baik dirinya dan keluarganya Keburukan-keburukan yang akan dialami oleh orang yang dianiaya dan masyarakat antara lain: Orang yang dianiaya akan mengalami kerugian dan bencana sesuai dengan jenis penganiayan terhadap dirinya, misalnya: kehilangan harta benda, menderita sakit fisik dan memtal bahkan sampai kehilangan jwa. Bila penganiaya itu terjadi dimana-mana maka masyarakat tidak akan memperoleh kedamaian dan ketentraman. Semangat dan gairah kerja masyarakat akan menurun, karena mereka dibanyangi rasa takut terhadap perbutan-perbuatan orang zalim. HASAD DENGKI, kita tentu sudah sangat familiar dengan kata-kata tersebut. Bahkan dulu mungkin sewaktu pelajaran agama SD , kita sering memilih sifat tercela yang satu ini ketika diminta menuliskan contoh sifat tercela. Hasad dengki sering disebut juga dengki atau iri dan hasad. Untuk mendiagnosis gejala penyakit hasad dengki ini sebenarnya cukup simpel, yaitu dengan cukup bertanya kepada diri kita, apakah kita termasuk orang yang senang lihat orang susah dan susah lihat orang senang? Nah, apabila di dalam hati kita terdapat tanda-tanda atau sifat diatas itu maka boleh jadi kita termasuk orang yang sedang terjangkit penyakit Hasad Dengki, sebuah penyakit diantara sekian banyak penyakit ruhani yang amat berbahaya. Kita mesti segera mencari obatnya, sebab kalau kita kekalkan penyakit ini di dalam hati, maka kita takut tidak selamat di dunia terlebih di akhirat. Tetapi sayang hingga saat ini belum ada Rumah Sakit Spesialis Penyakit Hasad Dengki. Berarti ya kita mesti cari dokter ruhani alias Mursyid yang dapat mengobati penyakit hati hati kita.. Hampir setiap orang menderita penyakit hasad dengki ini, cuma bedanya banyak atau sedikit, bertindak atau tidak. Dalam sebuah hadis disebutkan tentang enam golongan manusia yang dicampakkan ke dalam neraka, satu diantaranya adalah orang atau ulama yang di dalam hatinya terdapat hasad dengki. Rasulullah SAW bersabda, yang artinya : “sesungguhnya hasad dengki itu memakan kebaikan sepertimana api memakan kayu bakar” Orang yang di dalam hatinya terdapat penyakit hasad dengki ini, hidupnya tidak akan pernah bahagia, jiwanya senantiasa menderita dan tersiksa. Hatinya selalu tersiksa jika melihat orang lain lebih dari dirinya atau mendapat nikmat serta kejayaan. Dan sebaliknya dia akan bergembira bila orang lain susah dan gagal. Maka dari itu, hasad dengki inilah penyakit kronis yang merusak perpaduan dan ukhuwah. Akan timbul di dalam masyarakat fitnah memfitnah, dendam mendendam, buruk sangka,mengumpat, mengadu domba, dan dosa-dosa lain yang akan menghapuskan segala kebaikan. Seseorang yang melayani sifat hasad dengkinya, maka pada hakikatnya dia adalah orang yang paling biadab dengan Allah, sebab secara tidak langsung dia benci kepada Allah, dia tidak redha pada apa yang Allah telah berikan kepada orang lain serta kepada dirinya.Sekalipun ibadahnya banyak, tahajudnya banyak dan shalatnya banyak. Dalam sebuah kisah para Sahabat pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, terjemahannya : “ wahai Rasulullah, sesungguhnya ada seorang wanita yang berpuasa siang hari dan shalat tahajud di malam harinya, tetapi selalu menyakiti tetangganya dengan lidahnya”. Jawab baginda Rasulullah SAW : “ Tidak ada kebaikan lagi baginya, ia adalah ahli neraka”. tips yang mesti kita lakukan sebagai mujahadah terhadap hasad dengki ialah : Setiap kali orang yang kita dengki mendapat kejayaan, maka kita ucapkan selamat kepadanya. Dan sebaliknya apabila dia tertimpa kesusahan maka kita menumpang sedih juga atas apa yang menimpanya serta menghiburnya. Sanjung, sebut dan pujilah kebaikan serta keistimewaan orang yang kita dengki di belakang dia, dan kalau ada keburukannya kita rahasiakan. Doakan kebaikan untuknya. Sering-sering bersilaturahmi serta memberi hadiah kepada orang yang kita dengki tersebut. copas dari : mhd aditya Read More...... Kamis, 14 Januari 2010 Posted in | | 0 Comments » SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL/PAI 2009/2010/PAK GUNAWAN SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL/PAI 2009/2010/PAK GUNAWAN UJIAN AGAMA PAK GUNAWAN 1.Tuliskan pengertian dari Qalqalah dan pembaginya beserta contoh masing-masing...?? 2.Apa yang di maksud dengan Zuhud dan Tawakal..?? 3.Mengapa Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur..?? 4.Cari lah dalil atau bukti dari Al-Quran tentang..?? A.Zuduh B.Tawakal C.Kemurnian Al-Quran D.Perintah Mempelajari Al-Quran E.Tidak Menyakiti Tetangga F.Sabar JAWABAN SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL/PAI 2009/2010/PAK GUNAWAN 1. Qalqalah secara bahasa, artinya at-taharruk wal-idtirab (bergerak dan gemetar). Adapun secara istilah, Qalqalah artinya suara tambahan (pantulan)Huruf qalqalah ada lima, yaitu ق ط ب ج د yang terkumpul dalam lafadz.Qalqalah di bagi menjadi 2 yaitu A.Qalqalah Sugra dan B.Qalqalah Kubra • CONTOH QALQALAH SUGRA ق- يَقْرَأُ ط- اَطْوَارًا ب- يَبْخَلُ ج- يَجْعَلُ د- يَدْخُلُ • CONTOH QALQALAH KUBRA © اَحَدٌ ® اَحَدْ © خَلَقَ ® خَلَقْ 2.Zuduh adalah tindakan menghindari kecintaan berlebihan terhadap harta atau kesenangan dunia sesuai dengan ketentuan Allah Tawakal adalah rela hati meneria hasil yang telah diusahakan dengan sungguh-sungguh dan menyerahkan ketentuan kepada Allah 3.1. Untuk menjamin bahwa ayat-ayat dalam Al Quran adalah ayat yang langsung diturunkan dari Allah SWT. Pada alkitab yang dibawa nabi Musa AS telah dituliskan, bahwa akan datang pesuruh Allah seperti engkau (Musa) dan perkataanKu akan diucapkan langsung dari mulutnya (Muhammad). 2.Karena setiap ayat yang turun butuh dibuktikan secara perbuatan yang nyata agar manusia melihat contoh yg terang. 4. Contoh Prilaku Zuhud A.HIDUP SEDERHANA Pada hari minggu saya berkunjung ke rumah paman.Di sana paman hidup sederhana meskipun sebenar nya dia itu kaya. B.TIDAK MENUMPUK NUMPUK HARTA Tetangga saya itu orang kaya pada saat saya main ke kamar nya saya melihat sepatu sedikit karena Dia tidak suka menumpuk numpuk harta. C.MENGHINDARI HIDUP BERFOYA FOYA Saya mempunyai teman dia anak orang kaya,tapi dia tidak suka hidup berfoya foya,meskipun dia anak kaya. D.KHUYUK DALAM BERIEADAH Saya melihat seorang ustadz dia khuyuk dalam beribadah di mesjid. E.SENANTIASA MENGEDEPANKAN KEPENTINGAn AKHIRAT Saya mempunyai teman dia itu sangat mengedepan kan akhirat. Contoh Prilaku Tawakal A.BERSERAH DIRI KEPADA ALLAH Teman saya mengikuti ulangan tetapi hasil nya selalu berserah diri kepada allah. B.BERUSAHA KERJA KERAS Paman saya itu orangnya berusaha kerja keras untuk mencari rezeki .karena paman saya orang nya sangat bertanggung jawab untuk menapkahi keluarganya. C.TIDAK MUDAH PUTUS ASA Teman saya apabila terkena suatu penyakit dia terus berusaha dan tidak mudah putus asa untuk mencari obatnya. 5.Dalil Zudud • 1. Zuhud terhadap makanan, dalam hadits Nabi SAW disebutkan kata A’isyah ra kepada keponakannya ‘Urwah: “Telah berlalu atas kami bulan baru, bulan baru, bulan baru (3 bulan) sementara tidak pernah menyala api di dapur rumah Nabi SAW dan keluarganya, maka ditanyakan oleh ‘Urwah: Wahai bibinda maka dengan apa kalian makan? Dijawab: Dengan air dan kurma.” (HR Bukhari 8/121 dan Muslim 8/217) Dalil Tawakal • Dalil tentang tawakal adalah firman Allah ta’ala: “Dan bertawakallah kepada Allah jika kalian (benar-benar) beriman.”(QS.Al Maidah: 23) Dalil Kemurnian Al-Quran • Allah sendiri yang menjamin kemurnian Al-Qur’an Q.S. Al An'am (6) ayat 115 : "Telah sempurnalah kalimat Tuhanmu (Al-Quraan) sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merobah robah kalimat-kalimat-Nya dan Dia lah yang Maha Mendenyar lagi Maha Mengetahui." Dalil Perintah Mempelajari Al-Quran • Sebagai seorang Muslim, kita diperintahkan Allah untuk membaca Al Qur’an, agar bisa mendapatkan petunjuk yang terkandung di dalamnya: “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur'an)...” [Al Ankabuut:45] Dalil Tidak Menyakiti Tetangga • Dalil Sabar • “Wahai sekalian orang-orang yang beriman sabarlah kamu sekalian dan teguhkanlah kesabaranmu itu.” (QS. Ali Imran:200) “Sungguh akan Kami berikan cobaan kepada kamu sekalian dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah:155) “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az Zumar:10) “Sungguh berbahagialah orang yang sabar dan mau memaafkan, karena perbuatan semacam itu termasuk perbuatan-perbuatan yang sangat utama.” (QS. As Syura:43) Read More...... Selasa, 08 Desember 2009 Posted in | PAI 2009/2010, PAK GUNAWAN, SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL, SOAL UJIAN SEMESTER GANJIL 2009-2010, TUGAS AGAMA, TUGAS AGAMA ISLAM | 1 Comments » juhud dan tawakal a. Zuhud 1.pengertian, dalil, dan tingkatan zuhud a. pengertian zuhud seseorang yang memiliki sikap zuhud akan menunjukkan sikap peduli yang tnggi terhadap sesama manusia. kepeduian yang ada merupakan buah daru keimanan kepada allah sebagai zat yang Maha memiliki. Ia berkeyakinan apapun yang akan dimintai pertanggung jawabkannya kelak di akhirat. perintah bersikap zuhud ., baik secara langsung maupun tidak,terdapat daam keterangan al-quran dan hadits. skap zuhud tidak boeh menghilangkan daya kreativitamu. b. dalil perintah zuhud 1. alquran '' dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita,anak2, harta yang banyak dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang -binatang ternak dan sawah ladan(QS.ali imran (3)ayat 14 2. hadits ibnu majah meriwayatkan, seorang laki-laki datang kepada rasulullah saw. dan berkata ''wahai rasulullah, tunjukanlah kepadaku suatu pebutan yang jika aku lakukan , maka aku akan di cintai leh allah dan juga oleh manusia. rasullah menjawab'' berlaku zuhud -lah kamu terhadap kenikmatan dunia niscaya kamu akan di cintai oleh mereka. c. tingkatan- tingkatan zuhud zuhud dapat di bedakan menjadi beberapa peringkat, yaitu sebagai berikut: 1.zuhud paling rendah tingkatan paling rendah adalah zuhud dari perkara-perkara keduniaan, yaitu walaupun pembawaan dan kecendrungan kepada manusia. 2. zuhud pertegahan tingkatan zuhud dengan meninggalkan perkara2 keduniaan karena taat kepada atau mencari keuntungan lebih. 3. zuhud paling tinggi tingkatan zuhud karena taat kepada allah dengan tidak ad pertimbangan yang lain. dengan kata lain, ada atu tidaknya harta dunia sam saja, baginya tidak berdampak appun. membiasakan perilaku tawakal a. meningkatkan keimanan kepada allah swt. b. melaksanakan perintah allah dan menjauhilarangan nya.ahma yani c. meningkatkn sikap husnuzan(berbaik sangka kepada allah) d.meninkatkan keikhlasan belajar,bekerja, dan beribadah. copas dari : rahmayani-rahmayani.blogspot.com Read More...... Senin, 02 November 2009 Posted in | | 0 Comments » tugas agama TUGAS AGAMA ISLAM 1. sebutkan dan jelaskan arti dari qalqalah sugro...? 2. tuliskan contoh dari seluruh huruf qalqalah kubro...? 3. tuliskan 4 kitab serta rasul penerimanya dan ringkasan isi kitab suci tersebut...? 4.Tuliskan Dahlil (Bukti Dari Alquran) Tentang Kitab-Kitab Suci Beserta Arti NYa? JAWABANYA 1.Qalqalah secara bahasa, artinya at-taharruk wal-idtirab (bergerak dan gemetar). secara istilah, Qalqalah artinya suara tambahan (pantulan) yang kuat dan jelas yg terjadi pada huruf yang bersukun. huruf-huruf Qalqalah ada lima dan dapat di sebut dengan BAJUDITOKO Qalqalah sugro yaitu secara istilah ialah jika huruf Qalqalah bertanda sukun di tengah kalimat. 2. tuliskan contoh dari seluruh huruf qalqalah kubro...? jawab : qaf = biulhaqqi tha = muhiitun ba = hisaabin jim = bahiijin dal = somadu 3.1. kitab taurat di turunkan kepada nabi musa as. di gunung sinai. isinya mengandung sepuluh hukum tuhan yg dikenal dengan ten commandment. kitab taurat adalah ajaran allah dan merupakan petunjuk yg benar bagi kaum bani israil. dalam surah al-maidah ayat 44. 2. kitab zabur diturunkan kepada nabi daud as. pokok ajarannya ialah tentang kewajiban menyembah allah yg maha esa. dalam surah al-isra ayat 55. 3. kitab injil diturunkan kepada nabi isa as. secara garis besar sama dengan kitab allah yang sebelumnya. firman allah dalam surah al-maidah ayat 46. 4. kitabal-qur'an diturunkan kepada nabi muhammad saw. sebagai penyempurna kitab sebelumnya, kemurnian al-qur-an sampai saat ini dan seterusnya akan terpelihara ke asliannya. allah menjamin bahwa al-qur-an akan selalu terjaga keasliannya sampai akhir zaman. sesuai firman allah dalam surah al-hijr ayat 9. 4. 1. kitab taurat artinya : sesungguhnya kami telah menurunkan kitab taurat didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yg menerangi) yg kitab ini diputuskan perkara orang-orang yahudi oleh nabi-nabi yg menyerahkan diri kepada allah oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. 2. kitab zabur artinya : dan kami berikan kitab zabur kepada daud. 3. kitab injil artinya : dan kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi bani israil) dengan Isa Putra Maryam, membenarkan kitab yang s4ebelumnya, yaitu taurat. dan kami telah memberi kan kepadanya kitab injil, sedangkan didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi). 4. kitab al-qur'an artinya : sungguh kami telah menurunkan Adz zikir (al-qur'an) dan sungguh kami yg akan memeliharanya. sumber:http://hadijakmania.blogspot.com/ </span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-51323142308091012812010-02-22T23:57:00.000-08:002010-03-01T19:03:23.940-08:00SEJARAH NABI MUHAMMAD<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://www.kitaislam.blogspot.com/"><img style="FLOAT: left; MARGIN: 0pt 10px 10px 0pt; WIDTH: 118px; CURSOR: pointer; HEIGHT: 118px" alt="" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:cbwdpNjjNTGAyM:http://gado2net.files.wordpress.com/2009/11/muhammad.jpg" border="0" /></a><br />Perkawinan Abdullah dengan Aminah - Abdullah wafat -<br />Muhammad lahir disusukan oleh Keluarga Sa'd - Kisah<br />dua malaikat - Lima tahun selama tinggal di pedalaman<br />- Aminah wafat - Di bawah asuhan Abd'l-<span class="fullpost">Muttalib -<br />Abd'l-Muttalib wafat - Di bawah asuhan Abu Talib -<br />Pergi ke Suria dalam usia dua belas tahun- Perang<br />Fijar - Menggembala kambing - Ke Suria membawa<br />dagangan Khadijah - Perkawinannya dengan Khadijah<br /><br />USIA Abd'l-Muttalib sudah hampir mencapai tujuhpuluh tahun<br />atau lebih tatkala Abraha mencoba menyerang Mekah dan<br />menghancurkan Rumah Purba. Ketika itu umur Abdullah anaknya<br />sudah duapuluh empat tahun, dan sudah tiba masanya dikawinkan.<br />Pilihan Abd'l-Muttalib jatuh kepada Aminah bint Wahb bin Abd<br />Manaf bin Zuhra, - pemimpin suku Zuhra ketika itu yang sesuai<br />pula usianya dan mempunyai kedudukan terhormat. Maka pergilah<br />anak-beranak itu hendak mengunjungi keluarga Zuhra. Ia dengan<br />anaknya menemui Wahb dan melamar puterinya. Sebagian penulis<br />sejarah berpendapat, bahwa ia pergi menemui Uhyab, paman<br />Aminah, sebab waktu itu ayahnya sudah meninggal dan dia di<br />bawah asuhan pamannya. Pada hari perkawinan Abdullah dengan<br />Aminah itu, Abd'l-Muttalib juga kawin dengan Hala, puteri<br />pamannya. Dari perkawinan ini lahirlah Hamzah, paman Nabi dan<br />yang seusia dengan dia.<br /><br />Abdullah dengan Aminah tinggal selama tiga hari di rumah<br />Aminah, sesuai dengan adat kebiasaan Arab bila perkawinan<br />dilangsungkan di rumah keluarga pengantin puteri. Sesudah itu<br />mereka pindah bersama-sama ke keluarga Abd'l-Muttalib. Tak<br />seberapa lama kemudian Abdullahpun pergi dalam suatu usaha<br />perdagangan ke Suria dengan meninggalkan isteri yang dalam<br />keadaan hamil. Tentang ini masih terdapat beberapa keterangan<br />yang berbeda-beda: adakah Abdullah kawin lagi selain dengan<br />Aminah; adakah wanita lain yang datang menawarkan diri<br />kepadanya? Rasanya tak ada gunanya menyelidiki<br />keterangan-keterangan semacam ini. Yang pasti ialah Abdullah<br />adalah seorang pemuda yang tegap dan tampan. Bukan hal yang<br />luar biasa jika ada wanita lain yang ingin menjadi isterinya<br />selain Aminah. Tetapi setelah perkawinannya dengan Aminah itu<br />hilanglah harapan yang lain walaupun untuk sementara. Siapa<br />tahu, barangkali mereka masih menunggu ia pulang dari<br />perjalanannya ke Syam untuk menjadi isterinya di samping<br />Aminah.<br /><br />Dalam perjalanannya itu Abdullah tinggal selama beberapa<br />bulan. Dalam pada itu ia pergi juga ke Gaza dan kembali lagi.<br />Kemudian ia singgah ke tempat saudara-saudara ibunya di<br />Medinah sekadar beristirahat sesudah merasa letih selama dalam<br />perjalanan. Sesudah itu ia akan kembali pulang dengan kafilah<br />ke Mekah. Akan tetapi kemudian ia menderita sakit di tempat<br />saudara-saudara ibunya itu. Kawan-kawannyapun pulang lebih<br />dulu meninggalkan dia. Dan merekalah yang menyampaikan berita<br />sakitnya itu kepada ayahnya setelah mereka sampai di Mekah.<br /><br />Begitu berita sampai kepada Abd'l-Muttalib ia mengutus Harith<br />- anaknya yang sulung - ke Medinah, supaya membawa kembali<br />bila ia sudah sembuh. Tetapi sesampainya di Medinah ia<br />mengetahui bahwa Abdullah sudah meninggal dan sudah dikuburkan<br />pula, sebulan sesudah kafilahnya berangkat ke Mekah.<br />Kembalilah Harith kepada keluarganya dengan membawa perasaan<br />pilu atas kematian adiknya itu. Rasa duka dan sedih menimpa<br />hati Abd'l-Muttalib, menimpa hati Aminah, karena ia kehilangan<br />seorang suami yang selama ini menjadi harapan kebahagiaan<br />hidupnya. Demikian juga Abd'l-Muttalib sangat sayang kepadanya<br />sehingga penebusannya terhadap Sang Berhala yang demikian rupa<br />belum pernah terjadi di kalangan masyarakat Arab sebelum itu.<br /><br />Peninggalan Abdullah sesudah wafat terdiri dari lima ekor<br />unta, sekelompok ternak kambing dan seorang budak perempuan,<br />yaitu Umm Ayman - yang kemudian menjadi pengasuh Nabi. Boleh<br />jadi peninggalan serupa itu bukan berarti suatu tanda<br />kekayaan; tapi tidak juga merupakan suatu kemiskinan. Di<br />samping itu umur Abdullah yang masih dalam usia muda belia,<br />sudah mampu bekerja dan berusaha mencapai kekayaan. Dalam pada<br />itu ia memang tidak mewarisi sesuatu dari ayahnya yang masih<br />hidup itu.<br /><br />Aminah sudah hamil, dan kemudian, seperti wanita lain iapun<br />melahirkan. Selesai bersalin dikirimnya berita kepada Abd'l<br />Muttalib di Ka'bah, bahwa ia melahirkan seorang anak<br />laki-laki. Alangkah gembiranya orang tua itu setelah menerima<br />berita. Sekaligus ia teringat kepada Abdullah anaknya. Gembira<br />sekali hatinya karena ternyata pengganti anaknya sudah ada.<br />Cepat-cepat ia menemui menantunya itu, diangkatnya bayi itu<br />lalu dibawanya ke Ka'bah. Ia diberi nama Muhammad. Nama ini<br />tidak umum di kalangan orang Arab tapi cukup dikenal. Kemudian<br />dikembalikannya bayi itu kepada ibunya. Kini mereka sedang<br />menantikan orang yang akan menyusukannya dari Keluarga Sa'd<br />(Banu Sa'd), untuk kemudian menyerahkan anaknya itu kepada<br />salah seorang dari mereka, sebagaimana sudah menjadi adat kaum<br />bangsawan Arab di Mekah.<br /><br />Mengenai tahun ketika Muhammad dilahirkan, beberapa ahli<br />berlainan pendapat. Sebagian besar mengatakan pada Tahun Gajah<br />(570 Masehi). Ibn Abbas mengatakan ia dilahirkan pada Tahun<br />Gajah itu. Yang lain berpendapat kelahirannya itu limabelas<br />tahun sebelum peristiwa gajah. Selanjutnya ada yang mengatakan<br />ia dilahirkan beberapa hari atau beberapa bulan atau juga<br />beberapa tahun sesudah Tahun Gajah. Ada yang menaksir tiga<br />puluh tahun, dan ada juga yang menaksir sampai tujuhpuluh<br />tahun.<br /><br />Juga para ahli berlainan pendapat mengenai bulan kelahirannya.<br />Sebagian besar mengatakan ia dilahirkan bulan Rabiul Awal. Ada<br />yang berkata lahir dalam bulan Muharam, yang lain berpendapat<br />dalam bulan Safar, sebagian lagi menyatakan dalam bulan Rajab,<br />sementara yang lain mengatakan dalam bulan Ramadan.<br /><br />Kelainan pendapat itu juga mengenai hari bulan ia dilahirkan.<br />Satu pendapat mengatakan pada malam kedua Rabiul Awal, atau<br />malam kedelapan, atau kesembilan. Tetapi pada umumnya<br />mengatakan, bahwa dia dilahirkan pada tanggal duabelas Rabiul<br />Awal. Ini adalah pendapat Ibn Ishaq dan yang lain.<br /><br />Selanjutnya terdapat perbedaan pendapat mengenai waktu<br />kelahirannya, yaitu siang atau malam, demikian juga mengenai<br />tempat kelahirannya di Mekah. Caussin de Perceval dalam Essai<br />sur l'Histoire des Arabes menyatakan, bahwa Muhammad<br />dilahirkan bulan Agustus 570, yakni Tahun Gajah, dan bahwa dia<br />dilahirkan di Mekah di rumah kakeknya Abd'l-Muttalib.<br /><br />Pada hari ketujuh kelahirannya itu Abd'l-Muttalib minta<br />disembelihkan unta. Hal ini kemudian dilakukan dengan<br />mengundang makan masyarakat Quraisy. Setelah mereka mengetahui<br />bahwa anak itu diberi nama Muhammad, mereka bertanya-tanya<br />mengapa ia tidak suka memakai nama nenek moyang. "Kuinginkan<br />dia akan menjadi orang yang Terpuji,1 bagi Tuhan di langit<br />dan bagi makhlukNya di bumi," jawab Abd'l Muttalib.<br /><br />Aminah masih menunggu akan menyerahkan anaknya itu kepada<br />salah seorang Keluarga Sa'd yang akan menyusukan anaknya,<br />sebagaimana sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab<br />di Mekah. Adat demikian ini masih berlaku pada<br />bangsawan-bangsawan Mekah. Pada hari kedelapan sesudah<br />dilahirkan anak itupun dikirimkan ke pedalaman dan baru<br />kembali pulang ke kota sesudah ia berumur delapan atau sepuluh<br />tahun. Di kalangan kabilah-kabilah pedalaman yang terkenal<br />dalam menyusukan ini di antaranya ialah kabilah Banu Sa'd.<br />Sementara masih menunggu orang yang akan menyusukan itu Aminah<br />menyerahkan anaknya kepada Thuwaiba, budak perempuan pamannya,<br />Abu Lahab. Selama beberapa waktu ia disusukan, seperti Hamzah<br />yang juga kemudian disusukannya. Jadi mereka adalah saudara<br />susuan.<br /><br />Sekalipun Thuwaiba hanya beberapa hari saja menyusukan, namun<br />ia tetap memelihara hubungan yang baik sekali selama hidupnya.<br />Setelah wanita itu meninggal pada tahun ketujuh sesudah ia<br />hijrah ke Medinah, untuk meneruskan hubungan baik itu ia<br />menanyakan tentang anaknya yang juga menjadi saudara susuan.<br />Tetapi kemudian ia mengetahui bahwa anak itu juga sudah<br />meninggal sebelum ibunya.<br /><br />Akhirnya datang juga wanita-wanita Keluarga Sa'd yang akan<br />menyusukan itu ke Mekah. Mereka memang mencari bayi yang akan<br />mereka susukan. Akan tetapi mereka menghindari anak-anak<br />yatim. Sebenarnya mereka masih mengharapkan sesuatu jasa dari<br />sang ayah. Sedang dari anak-anak yatim sedikit sekali yang<br />dapat mereka harapkan. Oleh karena itu di antara mereka itu<br />tak ada yang mau mendatangi Muhammad. Mereka akan mendapat<br />hasil yang lumayan bila mendatangi keluarga yang dapat mereka<br />harapkan.<br /><br />Akan tetapi Halimah bint Abi-Dhua'ib yang pada mulanya menolak<br />Muhammad, seperti yang lain-lain juga, ternyata tidak mendapat<br />bayi lain sebagai gantinya. Di samping itu karena dia memang<br />seorang wanita yang kurang mampu, ibu-ibu lainpun tidak<br />menghiraukannya. Setelah sepakat mereka akan meninggalkan<br />Mekah. Halimah berkata kepada Harith bin Abd'l-'Uzza suaminya:<br />"Tidak senang aku pulang bersama dengan teman-temanku tanpa<br />membawa seorang bayi. Biarlah aku pergi kepada anak yatim itu<br />dan akan kubawa juga."<br /><br />"Baiklah," jawab suaminya. "Mudah-mudahan karena itu Tuhan<br />akan memberi berkah kepada kita."<br /><br />Halimah kemudian mengambil Muhammad dan dibawanya pergi<br />bersama-sama dengan teman-temannya ke pedalaman. Dia<br />bercerita, bahwa sejak diambilnya anak itu ia merasa mendapat<br />berkah. Ternak kambingnya gemuk-gemuk dan susunyapun<br />bertambah. Tuhan telah memberkati semua yang ada padanya.<br /><br />Selama dua tahun Muhammad tinggal di sahara, disusukan oleh<br />Halimah dan diasuh oleh Syaima', puterinya. Udara sahara dan<br />kehidupan pedalaman yang kasar menyebabkannya cepat sekali<br />menjadi besar, dan menambah indah bentuk dan pertumbuhan<br />badannya. Setelah cukup dua tahun dan tiba masanya disapih,<br />Halimah membawa anak itu kepada ibunya dan sesudah itu<br />membawanya kembali ke pedalaman. Hal ini dilakukan karena<br />kehendak ibunya, kata sebuah keterangan, dan keterangan lain<br />mengatakan karena kehendak Halimah sendiri. Ia dibawa kembali<br />supaya lebih matang, juga memang dikuatirkan dari adanya<br />serangan wabah Mekah.<br /><br />Dua tahun lagi anak itu tinggal di sahara, menikmati udara<br />pedalaman yang jernih dan bebas, tidak terikat oleh sesuatu<br />ikatan jiwa, juga tidak oleh ikatan materi.<br /><br />Pada masa itu, sebelum usianya mencapai tiga tahun, ketika<br />itulah terjadi cerita yang banyak dikisahkan orang. Yakni,<br />bahwa sementara ia dengan saudaranya yang sebaya sesama<br />anak-anak itu sedang berada di belakang rumah di luar<br />pengawasan keluarganya, tiba-tiba anak yang dari Keluarga Sa'd<br />itu kembali pulang sambil berlari, dan berkata kepada<br />ibu-bapanya: "Saudaraku yang dari Quraisy itu telah diambil<br />oleh dua orang laki-laki berbaju putih. Dia dibaringkan,<br />perutnya dibedah, sambil di balik-balikan."<br /><br />Dan tentang Halimah ini ada juga diceritakan, bahwa mengenai<br />diri dan suaminya ia berkata: "Lalu saya pergi dengan ayahnya<br />ke tempat itu. Kami jumpai dia sedang berdiri. Mukanya<br />pucat-pasi. Kuperhatikan dia. demikian juga ayahnya. Lalu kami<br />tanyakan: "Kenapa kau, nak?" Dia menjawab: "Aku didatangi oleh<br />dua orang laki-laki berpakaian putih. Aku di baringkan, lalu<br />perutku di bedah. Mereka mencari sesuatu di dalamnya. Tak tahu<br />aku apa yang mereka cari."<br /><br />Halimah dan suaminya kembali pulang ke rumah. Orang itu sangat<br />ketakutan, kalau-kalau anak itu sudah kesurupan. Sesudah itu,<br />dibawanya anak itu kembali kepada ibunya di Mekah. Atas<br />peristiwa ini Ibn Ishaq membawa sebuah Hadis Nabi sesudah<br />kenabiannya. Tetapi dalam menceritakan peristiwa ini Ibn Ishaq<br />nampaknya hati-hati sekali dan mengatakan bahwa sebab<br />dikembalikannya kepada ibunya bukan karena cerita adanya dua<br />malaikat itu, melainkan - seperti cerita Halimah kepada Aminah<br />- ketika ia di bawa pulang oleh Halimah sesudah disapih, ada<br />beberapa orang Nasrani Abisinia memperhatikan Muhammad dan<br />menanyakan kepada Halimah tentang anak itu. Dilihatnya<br />belakang anak itu, lalu mereka berkata:<br /><br />"Biarlah kami bawa anak ini kepada raja kami di negeri kami.<br />Anak ini akan menjadi orang penting. Kamilah yang mengetahui<br />keadaannya." Halimah lalu cepat-cepat menghindarkan diri dari<br />mereka dengan membawa anak itu. Demikian juga cerita yang<br />dibawa oleh Tabari, tapi ini masih di ragukan; sebab dia<br />menyebutkan Muhammad dalam usianya itu, lalu kembali<br />menyebutkan bahwa hal itu terjadi tidak lama sebelum<br />kenabiannya dan usianya empatpuluh tahun.<br /><br />Baik kaum Orientalis maupun beberapa kalangan kaum Muslimin<br />sendiri tidak merasa puas dengan cerita dua malaikat ini dan<br />menganggap sumber itu lemah sekali. Yang melihat kedua<br />laki-laki (malaikat) dalam cerita penulis-penulis sejarah itu<br />hanya anak-anak yang baru dua tahun lebih sedikit umurnya.<br />Begitu juga umur Muhammad waktu itu. Akan tetapi sumber-sumber<br />itu sependapat bahwa Muhammad tinggal di tengah-tengah<br />Keluarga Sa'd itu sampai mencapai usia lima tahun. Andaikata<br />peristiwa itu terjadi ketika ia berusia dua setengah tahun,<br />dan ketika itu Halimah dan suaminya mengembalikannya kepada<br />ibunya, tentulah terdapat kontradiksi dalam dua sumber cerita<br />itu yang tak dapat diterima. Oleh karena itu beberapa penulis<br />berpendapat, bahwa ia kembali dengan Halimah itu untuk ketiga<br />kalinya.<br /><br />Dalam hal ini Sir William Muir tidak mau menyebutkan cerita<br />tentang dua orang berbaju putih itu, dan hanya menyebutkan,<br />bahwa kalau Halimah dan suaminya sudah menyadari adanya suatu<br />gangguan kepada anak itu, maka mungkin saja itu adalah suatu<br />gangguan krisis urat-saraf, dan kalau hal itu tidak sampai<br />mengganggu kesehatannya ialah karena bentuk tubuhnya yang<br />baik. Barangkali yang lainpun akan berkata: Baginya tidak<br />diperlukan lagi akan ada yang harus membelah perut atau<br />dadanya, sebab sejak dilahirkan Tuhan sudah mempersiapkannya<br />supaya menjalankan risalahNya. Dermenghem berpendapat, bahwa<br />cerita ini tidak mempunyai dasar kecuali dari yang diketahui<br />orang dari teks ayat yang berbunyi: "Bukankah sudah Kami<br />lapangkan dadamu? Dan sudah Kami lepaskan beban dari kau? Yang<br />telah memberati punggungmu?" (Qur'an 94: 1-3)<br /><br />Apa yang telah diisyaratkan Qur'an itu adalah dalam arti<br />rohani semata, yang maksudnya ialah membersihkan (menyucikan)<br />dan mencuci hati yang akan menerima Risalah Kudus, kemudian<br />meneruskannya seikhlas-ikhlasnya, dengan menanggung segala<br />beban karena Risalah yang berat itu.<br /><br />Dengan demikian apa yang diminta oleh kaum Orientalis dan<br />pemikir-pemikir Muslim dalam hal ini ialah bahwa peri hidup<br />Muhammad adalah sifatnya manusia semata-mata dan bersifat peri<br />kemanusiaan yang luhur. Dan untuk memperkuat kenabiannya itu<br />memang tidak perlu ia harus bersandar kepada apa yang biasa<br />dilakukan oleh mereka yang suka kepada yang ajaib-ajaib.<br />Dengan demikian mereka beralasan sekali menolak tanggapan<br />penulis-penulis Arab dan kaum Muslimin tentang peri hidup Nabi<br />yang tidak masuk akal itu. Mereka berpendapat bahwa apa yang<br />dikemukakan itu tidak sejalan dengan apa yang diminta oleh<br />Qur'an supaya merenungkan ciptaan Tuhan, dan bahwa<br />undang-undang Tuhan takkan ada yang berubah-ubah. Tidak sesuai<br />dengan ekspresi Qur'an tentang kaum Musyrik yang tidak mau<br />mendalami dan tidak mau mengerti juga.<br /><br />Muhammad tinggal pada Keluarga Sa'd sampai mencapai usia lima<br />tahun, menghirup jiwa kebebasan dan kemerdekaan dalam udara<br />sahara yang lepas itu. Dari kabilah ini ia belajar<br />mempergunakan bahasa Arab yang murni, sehingga pernah ia<br />mengatakan kepada teman-temannya kemudian: "Aku yang paling<br />fasih di antara kamu sekalian. Aku dari Quraisy tapi diasuh di<br />tengah-tengah Keluarga Sa'd bin Bakr."<br /><br />Lima tahun masa yang ditempuhnya itu telah memberikan kenangan<br />yang indah sekali dan kekal dalam jiwanya. Demikian juga Ibu<br />Halimah dan keluarganya tempat dia menumpahkan rasa kasih<br />sayang dan hormat selama hidupnya itu.<br /><br />Penduduk daerah itu pernah mengalami suatu masa paceklik<br />sesudah perkawinan Muhammad dengan Khadijah. Bilamana Halimah<br />kemudian mengunjunginya, sepulangnya ia dibekali dengan harta<br />Khadijah berupa unta yang dimuati air dan empat puluh ekor<br />kambing. Dan setiap dia datang dibentangkannya pakaiannya yang<br />paling berharga untuk tempat duduk Ibu Halimah sebagai tanda<br />penghormatan. Ketika Syaima, puterinya berada di bawah tawanan<br />bersama-sama pihak Hawazin setelah Ta'if dikepung, kemudian<br />dibawa kepada Muhammad, ia segera mengenalnya. Ia dihormati<br />dan dikembalikan kepada keluarganya sesuai dengan keinginan<br />wanita itu.<br /><br />Sesudah lima tahun, kemudian Muhammad kembali kepada ibunya.<br />Dikatakan juga, bahwa Halimah pernah mencari tatkala ia sedang<br />membawanya pulang ketempat keluarganya tapi tidak<br />menjumpainya. Ia mendatangi Abd'l-Muttalib dan memberitahukan<br />bahwa Muhammad telah sesat jalan ketika berada di hulu kota<br />Mekah. Lalu Abd'l-Muttalibpun menyuruh orang mencarinya, yang<br />akhirnya dikembalikan oleh Waraqa bin Naufal, demikian<br />setengah orang berkata.<br /><br />Kemudian Abd'l-Muttalib yang bertindak mengasuh cucunya itu.<br />Ia memeliharanya sungguh-sungguh dan mencurahkan segala<br />kasih-sayangnya kepada cucu ini. Biasanya buat orang tua itu -<br />pemimpin seluruh Quraisy dan pemimpin Mekah - diletakkannya<br />hamparan tempat dia duduk di bawah naungan Ka'bah, dan<br />anak-anaknya lalu duduk pula sekeliling hamparan itu sebagai<br />penghormatan kepada orang tua. Tetapi apabila Muhammad yang<br />datang maka didudukkannya ia di sampingnya diatas hamparan itu<br />sambil ia mengelus-ngelus punggungnya. Melihat betapa besarnya<br />rasa cintanya itu paman-paman Muhammad tidak mau membiarkannya<br />di belakang dari tempat mereka duduk itu.<br /><br />Lebih-lebih lagi kecintaan kakek itu kepada cucunya ketika<br />Aminah kemudian membawa anaknya itu ke Medinah untuk<br />diperkenalkan kepada saudara-saudara kakeknya dari pihak<br />Keluarga Najjar.<br /><br />Dalam perjalanan itu dibawanya juga Umm Aiman, budak perempuan<br />yang ditinggalkan ayahnya dulu. Sesampai mereka di Medinah<br />kepada anak itu diperlihatkan rumah tempat ayahnya meninggal<br />dulu serta tempat ia dikuburkan. Itu adalah yang pertama kali<br />ia merasakan sebagai anak yatim. Dan barangkali juga ibunya<br />pernah menceritakan dengan panjang lebar tentang ayah tercinta<br />itu, yang setelah beberapa waktu tinggal bersama-sama,<br />kemudian meninggal dunia di tengah-tengah pamannya dari pihak<br />ibu. Sesudah Hijrah pernah juga Nabi menceritakan kepada<br />sahabat-sahabatnya kisah perjalanannya yang pertama ke Medinah<br />dengan ibunya itu. Kisah yang penuh cinta pada Medinah, kisah<br />yang penuh duka pada orang yang ditinggalkan keluarganya.<br /><br />Sesudah cukup sebulan mereka tinggal di Medinah, Aminah sudah<br />bersiap-siap akan pulang. Ia dan rombongan kembali pulang<br />dengan dua ekor unta yang membawa mereka dari Mekah. Tetapi di<br />tengah perjalanan, ketika mereka sampai di Abwa',2 ibunda<br />Aminah menderita sakit, yang kemudian meninggal dan dikuburkan<br />pula di tempat itu.<br /><br />Anak itu oleh Umm Aiman dibawa pulang ke Mekah, pulang<br />menangis dengan hati yang pilu, sebatang kara. Ia makin merasa<br />kehilangan; sudah ditakdirkan menjadi anak yatim. Terasa<br />olehnya hidup yang makin sunyi, makin sedih. Baru beberapa<br />hari yang lalu ia mendengar dari Ibunda keluhan duka<br />kehilangan Ayahanda semasa ia masih dalam kandungan. Kini ia<br />melihat sendiri dihadapannya, ibu pergi untuk tidak kembali<br />lagi, seperti ayah dulu. Tubuh yang masih kecil itu kini<br />dibiarkan memikul beban hidup yang berat, sebagai yatim-piatu.<br /><br />Lebih-lebih lagi kecintaan Abd'l-Muttalib kepadanya. Tetapi<br />sungguhpun begitu, kenangan sedih sebagai anak yatim-piatu itu<br />bekasnya masih mendalam sekali dalam jiwanya sehingga di dalam<br />Qur'anpun disebutkan, ketika Allah mengingatkan Nabi akan<br />nikmat yang dianugerahkan kepadanya itu: "Bukankah engkau<br />dalam keadaan yatim-piatu? Lalu diadakanNya orang yang akan<br />melindungimu? Dan menemukan kau kehilangan pedoman, lalu<br />ditunjukkanNya jalan itu?" (Qur'an, 93: 6-7)<br /><br />Kenangan yang memilukan hati ini barangkali akan terasa agak<br />meringankan juga sedikit, sekiranya Abd'l-Muttalib masih dapat<br />hidup lebih lama lagi. Tetapi orang tua itu juga meninggal,<br />dalam usia delapanpuluh tahun, sedang Muhammad waktu itu baru<br />berumur delapan tahun. Sekali lagi Muhammad dirundung<br />kesedihan karena kematian kakeknya itu, seperti yang sudah<br />dialaminya ketika ibunya meninggal. Begitu sedihnya dia,<br />sehingga selalu ia menangis sambil mengantarkan keranda<br />jenazah sampai ketempat peraduan terakhir.<br /><br />Bahkan sesudah itupun ia masih tetap mengenangkannya sekalipun<br />sesudah itu, di bawah asuhan Abu Talib pamannya ia mendapat<br />perhatian dan pemeliharaan yang baik sekali, mendapat<br />perlindungan sampai masa kenabiannya, yang terus demikian<br />sampai pamannya itupun achirnya meninggal.<br /><br />Sebenarnya kematian Abd'l-Muttalib ini merupakan pukulan berat<br />bagi Keluarga Hasyim semua. Di antara anak-anaknya itu tak ada<br />yang seperti dia: mempunyai keteguhan hati, kewibawaan,<br />pandangan yang tajam, terhormat dan berpengaruh di kalangan<br />Arab semua. Dia menyediakan makanan dan minuman bagi mereka<br />yang datang berziarah, memberikan bantuan kepada penduduk<br />Mekah bila mereka mendapat bencana. Sekarang ternyata tak ada<br />lagi dari anak-anaknya itu yang akan dapat meneruskan. Yang<br />dalam keadaan miskin, tidak mampu melakukan itu, sedang yang<br />kaya hidupnya kikir sekali. Oleh karena itu maka Keluarga<br />Umaya yang lalu tampil ke depan akan mengambil tampuk pimpinan<br />yang memang sejak dulu diinginkan itu, tanpa menghiraukan<br />ancaman yang datang dari pihak Keluarga Hasyim.<br /><br />Pengasuhan Muhammad di pegang oleh Abu Talib, sekalipun dia<br />bukan yang tertua di antara saudara-saudaranya. Saudara tertua<br />adalah Harith, tapi dia tidak seberapa mampu. Sebaliknya Abbas<br />yang mampu, tapi dia kikir sekali dengan hartanya. Oleh karena<br />itu ia hanya memegang urusan siqaya (pengairan) tanpa mengurus<br />rifada (makanan). Sekalipun dalam kemiskinannya itu, tapi Abu<br />Talib mempunyai perasaan paling halus dan terhormat di<br />kalangan Quraisy. Dan tidak pula mengherankan kalau<br />Abd'l-Muttalib menyerahkan asuhan Muhammad kemudian kepada Abu<br />Talib.<br /><br />Abu Talib mencintai kemenakannya itu sama seperti<br />Abd'l-Muttalib juga. Karena kecintaannya itu ia mendahulukan<br />kemenakan daripada anak-anaknya sendiri. Budi pekerti Muhammad<br />yang luhur, cerdas, suka berbakti dan baik hati, itulah yang<br />lebih menarik hati pamannya. Pernah pada suatu ketika ia akan<br />pergi ke Syam membawa dagangan - ketika itu usia Muhammad baru<br />duabelas tahun - mengingat sulitnya perjalanan menyeberangi<br />padang pasir, tak terpikirkan olehnya akan membawa Muhammad.<br />Akan tetapi Muhammad yang dengan ikhlas menyatakan akan<br />menemani pamannya itu, itu juga yang menghilangkan sikap<br />ragu-ragu dalam hati Abu Talib.<br /><br />Anak itu lalu turut serta dalam rombongan kafilah, hingga<br />sampai di Bushra di sebelah selatan Syam. Dalam buku-buku<br />riwayat hidup Muhammad diceritakan, bahwa dalam perjalanan<br />inilah ia bertemu dengan rahib Bahira, dan bahwa rahib itu<br />telah melihat tanda-tanda kenabian padanya sesuai dengan<br />petunjuk cerita-cerita Kristen. Sebagian sumber menceritakan,<br />bahwa rahib itu menasehatkan keluarganya supaya jangan<br />terlampau dalam memasuki daerah Syam, sebab dikuatirkan<br />orang-orang Yahudi yang mengetahui tanda-tanda itu akan<br />berbuat jahat terhadap dia.<br /><br />Dalam perjalanan itulah sepasang mata Muhammad yang indah itu<br />melihat luasnya padang pasir, menatap bintang-bintang yang<br />berkilauan di langit yang jernih cemerlang. Dilaluinya<br />daerah-daerah Madyan, Wadit'l-Qura serta peninggalan<br />bangunan-bangunan Thamud. Didengarnya dengan telinganya yang<br />tajam segala cerita orang-orang Arab dan penduduk pedalaman<br />tentang bangunan-bangunan itu, tentang sejarahnya masa lampau.<br />Dalam perjalanan ke daerah Syam ini ia berhenti di kebun-kebun<br />yang lebat dengan buab-buahan yang sudah masak, yang akan<br />membuat ia lupa akan kebun-kebun di Ta'if serta segala cerita<br />orang tentang itu. Taman-taman yang dilihatnya dibandingkannya<br />dengan dataran pasir yang gersang dan gunung-gunung tandus di<br />sekeliling Mekah itu. Di Syam ini juga Muhammad mengetahui<br />berita-berita tentang Kerajaan Rumawi dan agama Kristennya,<br />didengarnya berita tentang Kitab Suci mereka serta oposisi<br />Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya<br />menghadapi perang dengan Persia.<br /><br />Sekalipun usianya baru dua belas tahun, tapi dia sudah<br />mempunyai persiapan kebesaran jiwa, kecerdasan dan ketajaman<br />otak, sudah mempunyai tinjauan yang begitu dalam dan ingatan<br />yang cukup kuat serta segala sifat-sifat semacam itu yang<br />diberikan alam kepadanya sebagai suatu persiapan akan menerima<br />risalah (misi) maha besar yang sedang menantinya. Ia melihat<br />ke sekeliling, dengan sikap menyelidiki, meneliti. Ia tidak<br />puas terhadap segala yang didengar dan dilihatnya. Ia bertanya<br />kepada diri sendiri: Di manakah kebenaran dari semua itu?<br /><br />Tampaknya Abu Talib tidak banyak membawa harta dari<br />perjalanannya itu. Ia tidak lagi mengadakan perjalanan<br />demikian. Malah sudah merasa cukup dengan yang sudah<br />diperolehnya itu. Ia menetap di Mekah mengasuh anak-anaknya<br />yang banyak sekalipun dengan harta yang tidak seberapa.<br />Muhammad juga tinggal dengan pamannya, menerima apa yang ada.<br />Ia melakukan pekerjaan yang biasa dikerjakan oleh mereka yang<br />seusia dia. Bila tiba bulan-bulan suci, kadang ia tinggal di<br />Mekah dengan keluarga, kadang pergi bersama mereka ke<br />pekan-pekan yang berdekatan dengan 'Ukaz, Majanna dan<br />Dhu'l-Majaz, mendengarkan sajak-sajak yang dibawakan oleh<br />penyair-penyair Mudhahhabat dan Mu'allaqat.3 Pendengarannya<br />terpesona oleh sajak-sajak yang fasih melukiskan lagu cinta<br />dan puisi-puisi kebanggaan, melukiskan nenek moyang mereka,<br />peperangan mereka, kemurahan hati dan jasa-jasa mereka.<br />Didengarnya ahli-ahli pidato di antaranya orang-orang Yahudi<br />dan Nasrani yang membenci paganisma Arab. Mereka bicara<br />tentang Kitab-kitab Suci Isa dan Musa, dan mengajak kepada<br />kebenaran menurut keyakinan mereka. Dinilainya semua itu<br />dengan hati nuraninya, dilihatnya ini lebih baik daripada<br />paganisma yang telah menghanyutkan keluarganya itu. Tetapi<br />tidak sepenuhnya ia merasa lega.<br /><br />Dengan demikian sejak muda-belia takdir telah mengantarkannya<br />ke jurusan yang akan membawanya ke suatu saat bersejarah, saat<br />mula pertama datangnya wahyu, tatkala Tuhan memerintahkan ia<br />menyampaikan risalahNya itu. Yakni risalah kebenaran dan<br />petunjuk bagi seluruh umat manusia.<br /><br />Kalau Muhammad sudah mengenal seluk-beluk jalan padang pasir<br />dengan pamannya Abu Talib, sudah mendengar para penyair,<br />ahli-ahli pidato membacakan sajak-sajak dan pidato-pidato<br />dengan keluarganya dulu di pekan sekitar Mekah selama<br />bulan-bulan suci, maka ia juga telah mengenal arti memanggul<br />senjata, ketika ia mendampingi paman-pamannya dalam Perang<br />Fijar. Dan Perang Fijar itulah di antaranya yang telah<br />menimbulkan dan ada sangkut-pautnya dengan peperangan di<br />kalangan kabilah-kabilah Arab. Dinamakan al-fijar4 ini karena<br />ia terjadi dalam bulan-bulan suci, pada waktu kabilah-kabilah<br />seharusnya tidak boleh berperang. Pada waktu itulah<br />pekan-pekan dagang diadakan di 'Ukaz, yang terletak antara<br />Ta'if dengan Nakhla dan antara Majanna dengan Dhu'l-Majaz,<br />tidak jauh dari 'Arafat. Mereka di sana saling tukar menukar<br />perdagangan, berlumba dan berdiskusi, sesudah itu kemudian<br />berziarah ke tempat berhala-berhala mereka di Ka'bah. Pekan<br />'Ukaz adalah pekan yang paling terkenal di antara pekan-pekan<br />Arab lainnya. Di tempat itu penyair-penyair terkemuka<br />membacakan sajak-sajaknya yang terbaik, di tempat itu Quss<br />(bin Sa'ida) berpidato dan di tempat itu pula orang-orang<br />Yahudi, Nasrani dan penyembah-penyembah berhala masing-masing<br />mengemukakan pandangan dengan bebas, sebab bulan itu bulan<br />suci.<br /><br />Akan tetapi Barradz bin Qais dari kabilah Kinana tidak lagi<br />menghormati bulan suci itu dengan mengambil kesempatan<br />membunuh 'Urwa ar-Rahhal bin 'Utba dari kabilah Hawazin.<br />Kejadian ini disebabkan oleh karena Nu'man bin'l-Mundhir<br />setiap tahun mengirimkan sebuah kafilah dari Hira ke 'Ukaz<br />membawa muskus, dan sebagai gantinya akan kembali dengan<br />membawa kulit hewan, tali, kain tenun sulam Yaman. Tiba-tiba<br />Barradz tampil sendiri dan membawa kafilah itu ke bawah<br />pengawasan kabilah Kinana. Demikian juga 'Urwa lalu tampil<br />pula sendiri dengan melintasi jalan Najd menuju Hijaz.<br /><br />Adapun pilihan Nu'man terhadap 'Urwa (Hawazin) ini telah<br />menimbulkan kejengkelan Barradz (Kinana), yang kemudian<br />mengikutinya dari belakang, lalu membunuhnya dan mengambil<br />kabilah itu. Sesudah itu kemudian Barradz memberitahukan<br />kepada Basyar bin Abi Hazim, bahwa pihak Hawazin akan menuntut<br />balas kepada Quraisy. Fihak Hawazin segera menyusul Quraisy<br />sebelum masuknya bulan suci. Maka terjadilah perang antara<br />mereka itu. Pihak Quraisy mundur dan menggabungkan diri dengan<br />pihak yang menang di Mekah. Pihak Hawazin memberi peringatan<br />bahwa tahun depan perang akan diadakan di 'Ukaz.<br /><br />Perang demikian ini berlangsung antara kedua belah pihak<br />selama empat tahun terus-menerus dan berakhir dengan suatu<br />perdamaian model pedalaman, yaitu yang menderita korban<br />manusia lebih kecil harus membayar ganti sebanyak jumlah<br />kelebihan korban itu kepada pihak lain. Maka dengan demikian<br />Quraisy telah membayar kompensasi sebanyak duapuluh orang<br />Hawazin. Nama Barradz ini kemudian menjadi peribahasa yang<br />menggambarkan kemalangan. Sejarah tidak memberikan kepastian<br />mengenai umur Muhammad pada waktu Perang Fijar itu terjadi.<br />Ada yang mengatakan umurnya limabelas tahun, ada juga yang<br />mengatakan duapuluh tahun. Mungkin sebab perbedaan ini karena<br />perang tersebut berlangsung selama empat tahun. Pada tahun<br />permulaan ia berumur limabelas tahun dan pada tahun<br />berakhirnya perang itu ia sudah memasuki umur duapuluh tahun.<br /><br />Juga orang berselisih pendapat mengenai tugas yang dipegang<br />Muhammad dalam perang itu. Ada yang mengatakan tugasnya<br />mengumpulkan anak-anak panah yang datang dari pihak Hawazin<br />lalu di berikan kepada paman-pamannya untuk dibalikkan kembali<br />kepada pihak lawan. Yang lain lagi berpendapat, bahwa dia<br />sendiri yang ikut melemparkan panah. Tetapi, selama peperangan<br />tersebut telah berlangsung sampai empat tahun, maka kebenaran<br />kedua pendapat itu dapat saja diterima. Mungkin pada mulanya<br />ia mengumpulkan anak-anak panah itu untuk pamannya dan<br />kemudian dia sendiripun ikut melemparkan. Beberapa tahun<br />sesudah kenabiannya Rasulullah menyebutkan tentang Perang<br />Fijar itu dengan berkata: "Aku mengikutinya bersama dengan<br />paman-pamanku, juga ikut melemparkan panah dalam perang itu;<br />sebab aku tidak suka kalau tidak juga aku ikut melaksanakan."<br /><br />Sesudah Perang Fijar Quraisy merasakan sekali bencana yang<br />menimpa mereka dan menimpa Mekah seluruhnya, yang disebabkan<br />oleh perpecahan, sesudah Hasyim dan 'Abd'l-Muttalib wafat, dan<br />masing-masing pihak berkeras mau jadi yang berkuasa. Kalau<br />tadinya orang-orang Arab itu menjauhi, sekarang mereka berebut<br />mau berkuasa. Atas anjuran Zubair bin 'Abd'l-Muttalib di rumah<br />Abdullah bin Jud'an diadakan pertemuan dengan mengadakan<br />jamuan makan, dihadiri oleh keluarga-keluarga Hasyim, Zuhra<br />dan Taym. Mereka sepakat dan berjanji atas nama Tuhan Maha<br />Pembalas, bahwa Tuhan akan berada di pihak yang teraniaya<br />sampai orang itu tertolong. Muhammad menghadiri pertemuan itu<br />yang oleh mereka disebut Hilf'l-Fudzul. Ia mengatakan, "Aku<br />tidak suka mengganti fakta yang kuhadiri di rumah Ibn Jud'an<br />itu dengan jenis unta yang baik. Kalau sekarang aku diajak<br />pasti kukabulkan."<br /><br />Seperti kita lihat, Perang Fijar itu berlangsung hanya<br />beberapa hari saja tiap tahun. Sedang selebihnya masyarakat<br />Arab kembali ke pekerjaannya masing-masing. Pahit-getirnya<br />peperangan yang tergores dalam hati mereka tidak akan<br />menghalangi mereka dari kegiatan perdagangan, menjalankan<br />riba, minum minuman keras serta pelbagai macam kesenangan dan<br />hiburan sepuas-puasnya<br /><br />Adakah juga Muhammad ikut serta dengan mereka dalam hal ini?<br />Ataukah sebaliknya perasaannya yang halus, kemampuannya yang<br />terbatas serta asuhan pamannya membuatnya jadi menjauhi semua<br />itu, dan melihat segala kemewahan dengan mata bernafsu tapi<br />tidak mampu? Bahwasanya dia telah menjauhi semua itu, sejarah<br />cukup menjadi saksi. Yang terang ia menjauhi itu bukan karena<br />tidak mampu mencapainya. Mereka yang tinggal di pinggiran<br />Mekah, yang tidak mempunyai mata pencarian, hidup dalam<br />kemiskinan dan kekurangan, ikut hanyut juga dalam hiburan itu.<br />Bahkan di antaranya lebih gila lagi dari pemuka-pemuka Mekah<br />dan bangsawan-bangsawan Quraisy dalam menghanyutkan diri ke<br />dalam kesenangan demikian itu.<br /><br />Akan tetapi jiwa Muhammad adalah jiwa yang ingin melihat,<br />ingin mendengar, ingin mengetahui. Dan seolah tidak ikut<br />sertanya ia belajar seperti yang dilakukan teman-temannya dari<br />anak-anak bangsawan menyebabkan ia lebih keras lagi ingin<br />memiliki pengetahuan. Karena jiwanya yang besar, yang kemudian<br />pengaruhnya tampak berkilauan menerangi dunia, jiwa besar yang<br />selalu mendambakan kesempurnaan, itu jugalah yang menyebabkan<br />dia menjauhi foya-foya, yang biasa menjadi sasaran utama<br />pemduduk Mekah. Ia mendambakan cahaya hidup yang akan lahir<br />dalam segala manifestasi kehidupan, dan yang akan dicapainya<br />hanya dengan dasar kebenaran. Kenyataan ini dibuktikan oleh<br />julukan yang diberikan orang kepadanya dan bawaan yang ada<br />dalam dirinya. Itu sebabnya, sejak masa ia kanak-kanak gejala<br />kesempurnaan, kedewasaan dan kejujuran hati sudah tampak,<br />sehingga penduduk Mekah semua memanggilnya Al-Amin (artinya<br />'yang dapat dipercaya').<br /><br />Yang menyebabkan dia lebih banyak merenung dan berpikir, ialah<br />pekerjaannya menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya<br />itu. Dia menggembalakan kambing keluarganya dan kambing<br />penduduk Mekah. Dengan rasa gembira ia menyebutkan saat-saat<br />yang dialaminya pada waktu menggembala itu. Di antaranya ia<br />berkata: "Nabi-nabi yang diutus Allah itu gembala kambing."<br />Dan katanya lagi: "Musa diutus, dia gembala kambing, Daud<br />diutus, dia gembala kambing, aku diutus, juga gembala kambing<br />keluargaku di Ajyad."<br /><br />Gembala kambing yang berhati terang itu, dalam udara yang<br />bebas lepas di siang hari, dalam kemilau bintang bila malam<br />sudah bertahta, menemukan suatu tempat yang serasi untuk<br />pemikiran dan permenungannya. Ia menerawang dalam suasana alam<br />demikian itu, karena ia ingin melihat sesuatu di balik semua<br />itu. Dalam pelbagai manifestasi alam ia mencari suatu<br />penafsiran tentang penciptaan semesta ini. Ia melihat dirinya<br />sendiri. Karena hatinya yang terang, jantungnya yang hidup, ia<br />melihat dirinya tidak terpisah dari alam semesta itu. Bukankah<br />juga ia menghirup udaranya, dan kalau tidak demikian berarti<br />kematian? Bukankah ia dihidupkan oleh sinar matahari,<br />bermandikan cahaya bulan dan kehadirannya berhubungan dengan<br />bintang-bintang dan dengan seluruh alam? Bintang-bintang dan<br />semesta alam yang tampak membentang di depannya, berhubungan<br />satu dengan yang lain dalam susunan yang sudah ditentukan,<br />matahari tiada seharusnya dapat mengejar bulan atau malam akan<br />mendahului siang. Apabila kelompok kambing yang ada di depan<br />Muhammad itu memintakan kesadaran dan perhatiannya supaya<br />jangan ada serigala yang akan menerkam domba itu, jangan<br />sampai - selama tugasnya di pedalaman itu - ada domba yang<br />sesat, maka kesadaran dan kekuatan apakah yang menjaga susunan<br />alam yang begitu kuat ini?<br /><br />Pemikiran dan permenungan demikian membuat ia jauh dari segala<br />pemikiran nafsu manusia duniawi. Ia berada lebih tinggi dari<br />itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas<br />di hadapannya. Oleh karena itu, dalam perbuatan dan<br />tingkah-lakunya Muhammad terhindar dari segala penodaan nama<br />yang sudah diberikan kepadanya oleh penduduk Mekah, dan memang<br />begitu adanya: Al-Amin.<br /><br />Semua ini dibuktikan oleh keterangan yang diceritakannya<br />kemudian, bahwa ketika itu ia sedang menggembala kambing<br />dengan seorang kawannya. Pada suatu hari hatinya berkata,<br />bahwa ia ingin bermain-main seperti pemuda-pemuda lain. Hal<br />ini dikatakannya kepada kawannya pada suatu senja, bahwa ia<br />ingin turun ke Mekah, bermain-main seperti para pemuda di<br />gelap malam, dan dimintanya kawannya menjagakan kambing<br />ternaknya itu. Tetapi sesampainya di ujung Mekah, perhatiannya<br />tertarik pada suatu pesta perkawinan dan dia hadir di tempat<br />itu. Tetapi tiba-tiba ia tertidur. Pada malam berikutnya<br />datang lagi ia ke Mekah, dengan maksud yang sama. Terdengar<br />olehnya irama musik yang indah, seolah turun dari langit. Ia<br />duduk mendengarkan. Lalu tertidur lagi sampai pagi.<br /><br />Jadi apakah gerangan pengaruh segala daya penarik Mekah itu<br />terhadap kalbu dan jiwa yang begitu padat oleh pikiran dan<br />renungan? Gerangan apa pula artinya segala daya penarik yang<br />kita gambarkan itu yang juga tidak disenangi oleh mereka yang<br />martabatnya jauh di bawah Muhammad?<br /><br />Karena itu ia terhindar dari cacat. Yang sangat terasa benar<br />nikmatnya, ialah bila ia sedang berpikir atau merenung. Dan<br />kehidupan berpikir dan merenung serta kesenangan bekerja<br />sekadarnya seperti menggembalakan kambing, bukanlah suatu cara<br />hidup yang membawa kekayaan berlimpah-limpah baginya. Dan<br />memang tidak pernah Muhammad mempedulikan hal itu. Dalam<br />hidupnya ia memang menjauhkan diri dari segala pengaruh<br />materi. Apa gunanya ia mcngejar itu padahal sudah menjadi<br />bawaannya ia tidak pernah tertarik? Yang diperlukannya dalam<br />hidup ini asal dia masih dapat menyambung hidupnya.<br /><br />Bukankah dia juga yang pernahh berkata: "Kami adalah golongan<br />yang hanya makan bila merasa lapar, dan bila sudah makan tidak<br />sampai kenyang?" Bukankah dia juga yang sudah dikenal orang<br />hidup dalam kekurangan selalu dan minta supaya orang<br />bergembira menghadapi penderitaan hidup? Cara orang mengejar<br />harta dengan serakah hendak memenuhi hawa nafsunya, sama<br />sekali tidak pernah dikenal Muhammad selama hidupnya.<br />Kenikmatan jiwa yang paling besar, ialah merasakan adanya<br />keindahan alam ini dan mengajak orang merenungkannya. Suatu<br />kenikmatan besar, yang hanya sedikit saja dikenal orang.<br />Kenikmatan yang dirasakan Muhammad sejak masa pertumbuhannya<br />yang mula-mula yang telah diperlihatkan dunia sejak masa<br />mudanya adalah kenangan yang selalu hidup dalam jiwanya, yang<br />mengajak orang hidup tidak hanya mementingkan dunia. Ini<br />dimulai sejak kematian ayahnya ketika ia masih dalam<br />kandungan, kemudian kematian ibunya, kemudian kematian<br />kakeknya. Kenikmatan demikian ini tidak memerlukan harta<br />kekayaan yang besar, tetapi memerlukan suatu kekayaan jiwa<br />yang kuat. sehingga orang dapat mengetahui: bagaimana ia<br />memelihara diri dan menyesuaikannya dengan kehidupan batin.<br /><br />Andaikata pada waktu itu Muhammad dibiarkan saja begitu, tentu<br />takkan tertarik ia kepada harta. Dengan keadaannya itu ia akan<br />tetap bahagia, seperti halnya dengan gembala-gembala pemikir,<br />yang telah menggabungkan alam ke dalam diri mereka dan telah<br />pula mereka berada dalam pelukan kalbu alam.<br /><br />Akan tetapi Abu Talib pamannya - seperti sudah kita sebutkan<br />tadi -hidup miskin dan banyak anak. Dari kemenakannya itu ia<br />mengharapkan akan dapat memberikan tambahan rejeki yang akan<br />diperoleh dari pemilik-pemilik kambing yang kambingnya<br />digembalakan. Suatu waktu ia mendengar berita, bahwa Khadijah<br />bint Khuwailid mengupah orang-orang Quraisy untuk menjalankan<br />perdagangannya. Khadijah adalah seorang wanita pedagang yang<br />kaya dan dihormati, mengupah orang yang akan memperdagangkan<br />hartanya itu. Berasal dari Keluarga (Banu) Asad, ia bertambah<br />kaya setelah dua kali ia kawin dengan keluarga Makhzum,<br />sehingga dia menjadi seorang penduduk Mekah yang terkaya. Ia<br />menjalankan dagangannya itu dengan bantuan ayahnya Khuwailid<br />dan beberapa orang kepercayaannya. Beberapa pemuka Quraisy<br />pernah melamarnya, tetapi ditolaknya. Ia yakin mereka itu<br />melamar hanya karena memandang hartanya. Sungguhpun begitu<br />usahanya itu terus dikembangkan.<br /><br />Tatkala Abu Talib mengetahui, bahwa Khadijah sedang menyiapkan<br />perdagangan yang akan dibawa dengan kafilah ke Syam, ia<br />memanggil kemenakannya - yang ketika itu sudah berumur<br />duapuluh lima tahun.<br /><br />"Anakku," kata Abu Talib, "aku bukan orang berpunya. Keadaan<br />makin menekan kita juga. Aku mendengar, bahwa Khadijah<br />mengupah orang dengan dua ekor anak unta. Tapi aku tidak<br />setuju kalau akan mendapat upah semacam itu juga. Setujukah<br />kau kalau hal ini kubicarakan dengan dia?"<br /><br />"Terserah paman," jawab Muhammad.<br /><br />Abu Talibpun pergi mengunjungi Khadijah:<br /><br />"Khadijah, setujukah kau mengupah Muhammad?" tanya Abu Talib.<br />"Aku mendengar engkau mengupah orang dengan dua ekor anak unta<br />Tapi buat Muhammad aku tidak setuju kurang dari empat ekor."<br /><br />"Kalau permintaanmu itu buat orang yang jauh dan tidak<br />kusukai, akan kukabulkan, apalagi buat orang yang dekat dan<br />kusukai." Demikian jawab Khadijah.<br /><br />Kembalilah sang paman kepada kemenakannya dengan menceritakan<br />peristiwa itu. "Ini adalah rejeki yang dilimpahkan Tuhan<br />kepadamu," katanya.<br /><br />Setelah mendapat nasehat paman-pamannya Muhammad pergi dengan<br />Maisara, budak Khadijah. Dengan mengambil jalan padang pasir<br />kafilah itupun berangkat menuju Syam, dengan melalui<br />Wadi'l-Qura, Madyan dan Diar Thamud serta daerah-daerah yang<br />dulu pernah dilalui Muhammad dengan pamannya Abu Talib tatkala<br />umurnya baru duabelas tahun.<br /><br />Perjalanan sekali ini telah menghidupkan kembali kenangannya<br />tentag perjalanan yang pertama dulu itu. Hal ini menambah dia<br />lebih banyak bermenung, lebih banyak berpikir tentang segala<br />yang pernah dilihat, yang pernah didengar sebelumnya: tentang<br />peribadatan dan kepercayaan-kepercayaan di Syam atau di<br />pasar-pasar sekeliling Mekah.<br /><br />Setelah sampai di Bushra ia bertemu dengan agama Nasrani Syam.<br />Ia bicara dengan rahib-rahib dan pendeta-pendeta agama itu,<br />dan seorang rahib Nestoria juga mengajaknya bicara. Barangkali<br />dia atau rahib-rahib lain pernah juga mengajak Muhammad<br />berdebat tentang agama Isa, agama yang waktu itu sudah<br />berpecah-belah menjadi beberapa golongan dan sekta-sekta -<br />seperti sudah kita uraikan di atas.<br /><br />Dengan kejujuran dan kemampuannya ternyata Muhammad mampu<br />benar memperdagangkan barang-barang Khadijah, dengan cara<br />perdagangan yang lebih banyak menguntungkan daripada yang<br />dilakukan orang lain sebelumnya. Demikian juga dengan karakter<br />yang manis dan perasaannya yang luhur ia dapat menarik<br />kecintaan dan penghormatan Maisara kepadanya. Setelah tiba<br />waktunya mereka akan kembali, mereka membeli segala barang<br />dagangan dari Syam yang kira-kira akan disukai oleh Khadijah.<br /><br />Dalam perjalanan kembali kafilah itu singgah di<br />Marr'-z-Zahran. Ketika itu Maisara berkata: "Muhammad,<br />cepat-cepatlah kau menemui Khadijah dan ceritakan<br />pengalamanmu. Dia akan mengerti hal itu."<br /><br />Muhammad berangkat dan tengah hari sudah sampai di Mekah.<br />Ketika itu Khadijah sedang berada di ruang atas. Bila<br />dilihatnya Muhammad di atas unta dan sudah memasuki halaman<br />rumahnya. ia turun dan menyambutnya. Didengarnya Muhammad<br />bercerita dengan bahasa yang begitu fasih tentang<br />perjalanannya serta laba yang diperolehnya, demikian juga<br />mengenai barang-barang Syam yang dibawanya. Khadijah gembira<br />dan tertarik sekali mendengarkan. Sesudah itu Maisarapun<br />datang pula yang lalu bercerita juga tentang Muhammad, betapa<br />halusnya wataknya, betapa tingginya budi-pekertinya. Hal ini<br />menambah pengetahuan Khadijah di samping yang sudah<br />diketahuinya sebagai pemuda Mekah yang besar jasanya.<br /><br />Dalam waktu singkat saja kegembiraan Khadijah ini telah<br />berubah menjadi rasa cinta, sehingga dia - yang sudah berusia<br />empatpuluh tahun, dan yang sebelum itu telah menolak lamaran<br />pemuka-pemuka dan pembesar-pembesar Quraisy - tertarik juga<br />hatinya mengawini pemuda ini, yang tutur kata dan pandangan<br />matanya telah menembusi kalbunya. Pernah ia membicarakan hal<br />itu kepada saudaranya yang perempuan - kata sebuah sumber,<br />atau dengan sahabatnya, Nufaisa bint Mun-ya - kata sumber<br />lain. Nufaisa pergi menjajagi Muhammad seraya berkata: "Kenapa<br />kau tidak mau kawin?"<br /><br />"Aku tidak punya apa-apa sebagai persiapan perkawinan," jawab<br />Muhammad.<br /><br />"Kalau itu disediakan dan yang melamarmu itu cantik, berharta,<br />terhormat dan memenuhi syarat, tidakkah akan kauterima?"<br /><br />"Siapa itu?"<br /><br />Nufaisa menjawab hanya dengan sepatah kata: "Khadijah."<br /><br />"Dengan cara bagaimana?" tanya Muhammad. Sebenarnya ia sendiri<br />berkenan kepada Khadijah sekalipun hati kecilnya belum lagi<br />memikirkan soal perkawinan, mengingat Khadijah sudah menolak<br />permintaan hartawan-hartawan dan bangsawan-bangsawan Quraisy.<br /><br />Setelah atas pertanyaan itu Nufaisa mengatakan: "Serahkan hal<br />itu kepadaku," maka iapun menyatakan persetujuannya. Tak lama<br />kemudian Khadijah menentukan waktunya yang kelak akan dihadiri<br />oleh paman-paman Muhammad supaya dapat bertemu dengan keluarga<br />Khadijah guna menentukan hari perkawinan.<br /><br />Kemudian perkawinan itu berlangsung dengan diwakili oleh paman<br />Khadijah, Umar bin Asad, sebab Khuwailid ayahnya sudah<br />meninggal sebelum Perang Fijar. Hal ini dengan sendirinya<br />telah membantah apa yang biasa dikatakan, bahwa ayahnya ada<br />tapi tidak menyetujui perkawinan itu dan bahwa Khadijah telah<br />memberikan minuman keras sehingga ia mabuk dan dengan begitu<br />perkawinannya dengan Muhammad kemudian dilangsungkan.<br /><br />Di sinilah dimulainya lembaran baru dalam kehidupan Muhammad.<br />Dimulainya kehidupan itu sebagai suami-isteri dan ibu-bapa,<br />suami-isten yang harmonis dan sedap dari kedua belah pihak,<br />dan sebagai ibu-bapa yang telah merasakan pedihnya kehilangan<br />anak sebagaimana pernah dialami Muhammad yang telah kehilangan<br />ibu-bapa semasa ia masih kecil.<br /><br />Catatan kaki:<br /><br />1 Muhammad atau Mahmud artinya yang terpuji (A).<br />2 Abwa' ialah sebuah desa antara Medinah dengan Juhfa,<br />jaraknya 23 mil (37 km) dari Medinah.<br />3 Al-Mu'allaqat nama yang diberikan kepada tujuh buah kumpulan<br />puisi Arab pra Islam yang dianggap terbaik, oleh tujuh<br />penyair: Imr'l-Qais, Tarafa, Zuhair, Labid, 'Antara, 'Amr ibn<br />Kulthum dan Harith ibn Hilizza. Mu'allaqat berarti 'yang<br />digantungkan' yakni sajak-sajak yang ditulis dengan tinta emas<br />(almudhahhab) di atas kain lina (A).<br />4 Pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku (A).<br /></span><br /><span class="fullpost"><br />Nama Sahabat Muhammad Saw<br /><br />Abbad bin Bisyir<br />Abbas bin 'Abdul Muthalib<br />Abdullah bin Abbas<br />Abdullah bin 'Amr bin Ash<br />Abdullah bin Mas'ud<br />Abdullah bin Umar<br />Abdullah bin Zubair<br />Abdullah Ibnu Rawahah<br />Abdurrahaman bin 'Auf<br />Abdurrahman bin Abi Bakar<br />Abu Ayyub Al Anshori<br />Abu Bakar<br />Abu Bakar Ashshiddiq<br />Abu Darda'<br />Abu Dzar Alghifari<br />Abu Hurairah<br />Abu Jabir 'Abdullah bin 'Amr bin Haram<br />Abu Musa Al Asy'ari<br />Abu Sufyan bin Harits<br />Abu 'Ubadah Ibnul Jarrah<br />Albarra' bin Malik<br />Ammar bin Yasir<br />Amr bin 'Ash<br />Amr ibnul Jamuh<br />Bilal bin Rabah<br />Dhomrah<br /><br /><br />my keyword:<br />sejarah nabi muhammad<br />kisah nabi muhhamad<br />nabi muhhamas history<br />perjalanan nabi muhhamad</span><br /><span class="fullpost"><a href="http://www.pak-gunawan.blogspot.com/">pak gunawan </a><br /><br /></span><span class="fullpost"></span><span class="fullpost">sumber:dian-amanah-yog.sch.id </span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-40853301606951079032010-02-15T23:42:00.000-08:002010-02-15T23:59:20.119-08:00Memahami Surat Al Falaq<div style="text-align: left;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://kitaislam.blogspot.com/"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 113px; height: 124px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_2ac8WYE5sz4/S3pO1g9keNI/AAAAAAAAAAc/kc_k5p4TSGU/s320/images.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5438746181291505874" border="0" /></a>
<br />Surat al-Falaq terdiri dari lima ayat dan tergolong makkiyyah (diturunkan sebelum hijrah). Bersama surat an-Nas, ia disebut al-Mu’awwidzatain. Disebut demikian karena keduanya mengandung ta’widz (perlindungan). Keduanya termasuk surat yang utama dalam Al-Qur’an. Keutamaan surat al-Falaq selalu disebut bersamaan </span>
<br /><span class="fullpost">dengan surat an-Nas.
<br /><span class="fullpost">Keutamaan al-Mu’awwidzatainDalam Shahih-nya, Imam Muslim meriwayatkan <span class="fullpost">dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,</span>
<br /><span class="fullpost">“Tahukah engkau ayat-ayat yang telah diturunkan malam ini, tidak pernah ada yang menyerupainya sama sekali? “Ra</span><span class="fullpost">sulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari mata jahat jin dan manusia. Ketika turun al-Mu’awwidzatain, beliau memakainya dan meninggalkan yang lain. (dihukumi shahih oleh al-Albani)Kedua surat ini disunatkan dibaca setiap selesai shalat wajib. Dalam hadits lain, ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu meriwayatkan,</span>
<br /><span class="fullpost">Disunatkan juga membacanya sebelum dan sesudah tidur, sebagaimana disebutkan dalam hadits ‘Uqbah yang lain:</span>
<br /><span class="fullpost">(HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah, dihukumi hasan oleh al-Albani)Hadits-hadits shahih juga menjelaskan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menganjurkan membacanya pada dzikir pagi dan sore. Beliau juga membacanya saat meruqyah diri beliau saat sakit dan disengat kalajengking. Demikian juga malaikat yang meruqyah beliau saat disihir Labid bin al-A’sham.</span>
<br /><span class="fullpost">Tafsir Surat al-Falaq</span>
<br /><span class="fullpost">Dalam bahasa Arab, al-falaq berarti sesuatu yang terbelah atau terpisah. Yang dimaksud dengan al-falaq dalam ayat ini adalah waktu subuh, karena makna inilah yang pertama kali terdetik dalam benak orang saat mendengar kata al-falaq. Dalam ayat ini Allah memerintahkan untuk berlindung (isti’adzah) kepada Allah semata. Dia yang mampu menghilangkan kegelapan yang pekat dari seluruh alam raya di waktu subuh tentu mampu untuk melindungi para peminta perlindungan dari semua yang d</span><span class="fullpost">itakutkan.</span>
<br /><span class="fullpost">“Dari kejahatan apa-apa yang telah Dia ciptakan.”Ayat yang pendek ini mengandung isti’adzah dari kejahatan semua makhluk. Al-Hasan Al-Bashri berkata : “Jahannam dan iblis beserta keturunannya termasuk apa yang telah Dia ciptakan.” Kejahatan diri kita sendiri juga termasuk di dalamnya, bahkan ia yang pertama kali masuk dalam keumuman kata ini, sebagaimana dijelaskan Syaikh al-’Utsaimin. Hanya Allah yang bisa memberikan perlindungan dari semua kejahatan, karena semua makhluk di bawah kekuasaanNya.</span>
<br /><span class="fullpost">Setelah memohon perlindungan secara umum dari semua kejahatan, kita berlindung kepada Allah dari beberapa hal secara khusus pada ayat berikut; karena sering terjadi dan kejahatan berlebih yang ada padanya. Di samping itu, ketiga hal yang disebut khusus berikut ini juga merupakan hal-hal yang samar dan tidak tampak, sehingga lebih sulit dihindari.</span>
<br /><span class="fullpost">“Dan dari kejahatan malam apabila telah masuk dalam kegelapan.” Kata ghasiq berarti malam, berasal dari kata ghasaq yang berarti kegelapan. Kita berlindung dari kejahatan malam secara khusus, karena kejahatan lebih banyak terjadi di malam hari. Banyak penjahat yang memilih melakukan aksinya di malam hari. Demikian pula arwah jahat dan binatang-binatang yang berbahaya. “Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada tali-tali ikatan.”Para tukang sihir bia</span><span class="fullpost">sa membaca mantra dan jampi-jampi, kemudian mereka tiupkan pada tali-tali yang di ikat. Inilah yang di maksud dengan ruqyah syirik. Sihir merupakan salah satu dosa dan kejahatan terbesar, karena disamping syirik, ia juga samara dan bisa mencelakakan manusia di dunia dan akhirat. Karenanya kita berlindung secara khusus kepada Allah dari kejahatan ini.</span>
<br /><span class="fullpost">Penyebutan wanita tukang sihir dalam bentuk muannats (feminin) dikarenakan jenis sihir ini yang paling banyak melakukannya adalah wanita. Dalam riwayat tentang sihir Labid bin al-A’sham yang ditujukan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga disebutkan bahwa puteri-puteri Labid yang menghembus pada tali-tali.</span>
<br /><span class="fullpost">“Dan dari kejahatan orang dengki apabila ia dengki.”Dengki (hasad) adalah membenci nikmat Allah atas orang lain dan menginginkan hilangnya nikmat itu darinya. Yang dimaksud dengan ‘apabila ia dengki’ adalah jika ia menunjukkan kedengkian yang ada di hatinya dan karenanya terbawa untuk membahayakan orang yang lain. Kondisi yang demikianlah yang membahayakan orang lain. Orang yang hasad akan menempuh cara yang bisa ditempuh untuk mewujudkan keinginannya. Hasad juga bisa menimbulkan mata jahat (‘ain) yang bisa membahayakan sasaran kedengkiannya. Barang yang dilihatnya juga bisa rusak atau tidak berfungsi. Karenanya, kitapun berlindung kepada Allah dari keb</span><span class="fullpost">urukan ini secara khusus.</span>
<br /><span class="fullpost">Ada juga orang dengki yang hanya menyimpan kedengkiannya dalam hati, sehingga ia sendiri gundah dan sakit hati, tapi tidak membahayakan orang lain, sebagaimana dikatakan Umar bin Abdil Aziz: “Saya tidak melihat orang zhalim yang lebih mirip dengan orang terzhalimi daripada orang yang dengki.”</span>
<br /><span class="fullpost">Jadi, untuk melindungi diri dari semua kejahatan kita harus menggantungkan hati kita dan berlindung hanya kepada Allah Yang Maha Kuasa, dan membiasakan diri membaca dzikir yang telah dicontohkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun yang sudah tahu banyak yang lalai, dan yang membacanya banyak yang tidak menghayati. Semua ini adalah bentuk kekurangan dalam beragama. Andai umat Islam memahami,mengamalkan dan menghayati sunnah ini, niscaya mereka terselamatkan dari berbagai kejahatan.</span>
<br /><span class="fullpost">Surat ini adalah surat yang utama, dan dianjurkan dibaca setelah shalat, sebelum dan sesudah tidur, dalam dzikir pagi dan sore, juga dalam ruqyah.</span>
<br /><span class="fullpost">Kita memohon perlindungan han</span><span class="fullpost">ya kepada Allah dari semua kejahatan secara umum, dan beberapa hal secara khusus karena lebih sering terjadi, lebih samar atau karena mengandung bahaya yang lebih.</span>
<br /><span class="fullpost">Mewaspadai kejahatan malam, tukang sihir dan pendengki.</span>
<br /><span class="fullpost">Sihir dan ‘ain adalah perkara yang hakiki.</span>
<br />
<br /><span class="fullpost">Kesimpulan:</span>
<br /><span class="fullpost">1.Surat ini adalah surat yang utama, dan dianjurkan dibaca setelah shalat, sebelum dan sesudah tidur, dalam dzikir pagi dan sore, juga dalam ruqyah.</span>
<br /><span class="fullpost">2.Kita memohon perlindungan hanya kepada Allah dari semua kejahatan secara umum, dan beberapa hal secara khusus karena lebih sering terjadi, lebih samar atau karena mengandung bahaya yang lebih.</span>
<br /><span class="fullpost">3.Mewaspadai kejahatan malam, tukang sihir dan pendengki.</span>
<br /><span class="fullpost">4.Sihir dan ‘ain adalah perkara yang hakiki.</span>
<br /><span class="fullpost">5.Kesempurnaan agama Islam yang mengajarkan cara melindungi diri dari berbagai kejahatan.</span>
<br /><span class="fullpost">6.Kekurangan sebagian umat Islam dalam memahami, mengamalkan dan menghayati ajaran Islam.</span>
<br />
<br /><span class="fullpost">Gambar Surah Al-Falaq</span>
<br />
<br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://kitaislam.blogspot.com/"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 341px; height: 277px;" src="http://2.bp.blogspot.com/_2ac8WYE5sz4/S3pO9jWPOaI/AAAAAAAAAAk/kO8NWhSyBOQ/s320/%3Bl%27.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5438746319370795426" border="0" /></a>
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br />
<br /><span class="fullpost">sumber:muslim.or.id</span>
<br />
<br /><span class="fullpost">my keyword:</span>
<br /><span class="fullpost">surah falaq translation</span>
<br /><span class="fullpost">meaning of surah ik</span><span class="fullpost">hlas</span>
<br /><span class="fullpost">surah 113</span>
<br /><span class="fullpost">quran on line</span>
<br /><span class="fullpost">download quran</span>
<br /><span class="fullpost">quran pdf</span>
<br /><span class="fullpost">maariful quran onlin</span><span class="fullpost">e</span>
<br /><span class="fullpost">yasin mp3</span>
<br /><span class="fullpost">quran flash</span>
<br /><span class="fullpost">surat al-falaq</span>
<br /><span class="fullpost">pengertian surah al-falaq</span>
<br /><span class="fullpost">isi surah al-falaq</span>
<br /><span class="fullpost">definisi surah al-falaq</span>
<br /><span class="fullpost">tugas agama islam</span>
<br /></span></div>
<br />Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-33216969574816987942010-02-15T23:27:00.000-08:002010-02-15T23:42:08.175-08:00Pokok-Pokok Keimanan Kepada Hari Akhir<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://kitaislam.blogspot.com"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 161px; height: 96px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_2ac8WYE5sz4/S3pL-KgoazI/AAAAAAAAAAU/yBE86bzQWuc/s320/h.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5438743031348489010" border="0" /></a><br />Iman kepada hari akhir hukumnya wajib dan kedudukannya dalam agama merupakan salah satu di antara rukun iman yang enam. Banyak sekali Allah Ta’ala menggandengkan antara iman kepada Allah dan iman kepada hari akhir, karena barangsiapa yang tidak beriman kepada hari akhir, tidak mungkin akan beriman kepada Allah. Orang yang tidak beriman dengan hari akhir tidak akan beramal,<span class="fullpost"> karena seseorang tidak akan beramal kecuali dia mengharapkan kenikmatan di hari akhir dan takut terhadap adzab di hari akhir.[1]<br />Disebut hari akhir karena pada hari itu tidak ada hari lagi setelahnya, saat itu merupakan tahapan yang terakhir[2]. Keimanan yang benar terhadap hari akhir mancakup tiga hal pokok yaitu mengimani adanya hari kebangkitan, mengimani adanya hisaab (perhitungan) dan jazaa’ (balasan), serta mengimani tentang surga dan neraka. Termasuk juga keimanan kepada hari akhir adalah mengimani segala peristiwa yang akan terjadi setelah kematian seperti fitnah kubur, adzab kubur, dan nikmat kubur.<br />Mengimani Adanya Hari Kebangkitan<br />Hari kebangkitan adalah hari dihidupkannya kembali orang yang sudah mati ketika ditiupkannya sangkakala yang kedua. Kemudian manusia akan berdiri menghadap Rabb semesta alam dalam keadaan telanjang tanpa alas kaki, telanjang tanpa pakaian, dan dalam keadaan tidak disunat. Allah Ta’ala berfirman,<br />“Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran – lembaran kertas. Sebagaimana Kami telah memulai panciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kamilah yang akan melaksanakannya.” (Al Anbiyaa’:104)<br />Hari kebangkitan merupakan kebenaran yang sudah pasti. Ditetapkan oleh Al Quran, As Sunnah dan Ijmaa’ (konsensus) kaum muslimin. Allah Ta’ala berfirman:<br />“Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati(15). Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.(16)” (Al Mukminun:15-16)<br />Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salaam bersabda :<br />“Pada hari kiamat, seluruh manusia akan dikumpulkan dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang, dan tidak disunat”[3]Mengimani Adanya Hari Perhitungan dan Pembalasan<br />Termasuk perkara yang harus diimani berkenaan dengan hari akhir adalah mengimani adanya hari perhitungan dan pembalasan. Seluruh amal perbuatan setiap hamba akan dihisab dan diberi balasan. Hal ini juga telah ditetapkan oleh Al Quran, As Sunnah dan ijmaa’ kaum muslimin.<br />Allah Ta’ala berifrman,<br />إِنَّ إِلَيْنَآ إِيَّابَهُمْ {25} ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُم {26}<br />“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka(25). (Al Ghasiyah:25-26)<br />“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (Al Anbiyaa’:47)<br />Telah shahih dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa salaam, beliau bersabda :<br />ومن هم بحسنة فلم يعملها كتبت له حسنة فإن عملها كتبت له عشرا ومن هم بسيئة فلم يعملها لم تكتب شيئا فإن عملها كتبت سيئة واحدة<br />Sedangkan barangsiapa yang berniat melakukan keburukan, lalu mengerjakannya, maka Allah hanya akan menulisnya satu keburukan saja“ [5].<br />Kaum muslimin juga telah bersepakat tentang adanya hari perhitungan dan pembalasan. Dan ini sesuai dengan tuntutan hikmah Allah Ta’ala.[6]<br />Mengimanai Adanya Surga dan Neraka<br />Hal lain yang harus diimani seorang muslim adalah tentang surga dan neraka. Surga adalah kampung kenikmatan yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala bagi orang-orang yang beriman. Sedangkan neraka adalah hunian yang penuh dengan adzab yang dipersiapkan oleh Allah Ta’ala untuk orang-orang kafir. Allah Ta’ala berfirman :<br />“Sesungguhnya orang-orang yang banyak berbakti benar-benar berada dalam syurga yang penuh keni’matan. dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka” (Al Infithaar:13-14)<br />Berkaitan dengan surga dan neraka, ada beberapa hal penting yang merupakan keyakinan ahlus sunnah yang membedakannya dengan ahlul bid’ah :<br />Pertama: Surga dan Neraka Benar Adanya.<br />Keberadaan surga dan nereka adalah haq. Tidak ada keraguan di dalamnya. Neraka disediakan bagi musuh-musuh Allah, sedangkan surga dijanjikan bagi wali-wali Allah. Penyebutan tentang surga dan neraka dalam Al Quran dan As Sunnah sangatlah banyak. Terkadang disebutkan tentang kondisi penduduk surga dan neraka. Terkadang disebutkan tentang janji kenikmatan surga dan adzab di neraka. Demikian pula As Sunnah banyak menyebutkan tentang surga dan neraka. Itu semua menunjukkan bahwa keberadaan surga dan neraka adalah benar adanya. [7]<br />Kedua: Surga dan Neraka Sekarang Sudah Ada.<br />Ahlus sunnah telah sepakat bahwa keduanya merupakan makhluk Allah yang telah ada sekarang. Hal ini bertentangan dengan keyakinan mu’tazilah dan qodariyah yang lebih mengedepankan akal mereka. Adapun dalilnya adalah firman Allah:<br />“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang telah disediakan untuk orang-orang yang bertakwa” (Ali Imran:133)<br />Tentang neraka Allah berfirman :<br />“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang telah disediakan untuk orang-orang yang kafir” (Alli Imran:131)<br />Diriwayatkan juga bahwa Nabi pernah melihat Sidratul Muntaha, kemudian melihat dan masuk ke dalam jannah. Kedua: Penciptaan Surga dan Neraka Sebelum Panciptaan Makhluk.<br />Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala :<br />“(Dan Allah berfirman): “Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim.”” (Al A’raf:19)<br />Hal ini menunjukkan surga sudah ada sebelum penciptaan Adam. [9].<br />Ketiga: Surga dan Neraka Sudah Ada Penghuninya<br />“Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia … ”(Al A’raf:179)<br />إن الله خلق للجنة أهلا خلقهم لها وهم في أصلاب آبائهم وخلق للنار أهلا خلقهم لها وهم في أصلاب آبائهم<br />“… Sesungguhnya Allah telah menciptakan para penghuni untuk jannah. Allah telah menentukan mereka sebagai penghuninya, sedangkan mereka masih dalam tulang sulbi bapak-bapak mereka. Allah juga telah menciptakan para penghuni bagi neraka. Allah telah menentukan mereka sebagai penghuninya, padahal mereka masih dalam tulang sulbi bapak-bapak mereka” [10].[11]<br />Surga dan Neraka Kekal Abadi.<br />Allah Ta’ala berfirman :<br />“Adapun orang-orang yang berbahagia, maka tempatnya di dalam surga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada putus-putusnya.” Rasulullah shalallhu ‘alaihi wa sallam bersabda :<br />ينادي مناد إن لكم أن تصحوا فلا تسقموا أبدا وإن لكم أن تحيوا فلا تموتوا أبدا وإن لكم أن تشبوا فلا تهرموا أبدا وإن لكم أن تنعموا فلا تبأسوا أبدا فذلك قوله عز وجل { ونودوا أن تلكم الجنة أورثتموها بما كنتم تعملون }<br />Kamu sekalian akan menjadi muda belia dan tak pernah tua lagi. Dan kalian pun akan hidup dan tak akan pernah mati.”[12].<br />Keyakinan tentang surga dan neraka di atas, terangkum dalam perkataan yang disampaikan oleh Imam Abu Ja’far At Thahawy rahimahullah dalam kitab beliau al ‘Aqidah Ath Thahawiyah, beliau menjelaskan: “Surga dan neraka merupakan dua makhluk yang tidak akan punah dan binasa. Sesungguhnya Allah telah menciptakan keduanya sebelum penciptaan makhluk lainnya dan Allah juga telah menciptakan penghuninya…”[13].<br />Mengimanai Fitnah, Adzab, dan Nikmat Kubur<br />Dalil perkara ini sangat gambalang dan jelas. Allah Ta’ala menerangkannya di banyak tempat dalam Al Quran. Demikian pula penjabaran dari Rasulullah tentang masalah ini sangat banyak dan mencapai derajat mutawatir.. Allah Ta’ala berfirman :<br />“…Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam tekanan sakratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu” Di hari ini kamu dibalas dengan siksa yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayatNya.” (Al An’am: 93). [14]<br />Adapun dalil tentang adanya fitnah kubur adalah tentang kisah pertanyaan malaikat di alam kubur kepada mayit tentang Rabbnya, agamanya, dan nabinya. Allah Ta’ala lalu meneguhkan orang-orang yang beriman dengan kata-kata yang mantap, sehingga dengan kemantapannya ia menjawab :”Rabbku adalah Allah, agamaku Islam, dan nabiku adalah Nabi Muhammad”. Sebaliknya Allah menyesatkan orang-orang yang dzalim. Orang yang kafir hanya bisa menjawab : ”Hah…hah!Aku tidak tahu” sementara itu orang munafik atau orang yang ragu menjawab :” Aku tidak tahu. Faedah Iman yang Benar<br />Keimanan yang benar akan memberikan faedah yang bermanfaat. Demikian pula keimanan yang benar terhadap hari akhir akan memberikan manfaat yang besar, di antaranya :<br />Merasa senang dan bersemangat dalam melakukan kataatan dengan mengharapkan pahalanya kelak di ahri akhir.<br />Hiburan bagi orang-orang yang beriman terhdap apa yang tidak mereka dapatkan di dunia dengan mengharapkan kenikmatan dan pahala di akhirat. [16].<br />Terdapat banyak perincian yang harus kita imani dari hal-hal yang pokok tersebut. Insya Allah akan dijelaskan lebih rinci dalam kesempatan lain. [1]. Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah hal 482, Syaikh Muhammad bin Sholih al ‘Utsaimin. Dalam kitab Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah. Kumpulan Ulama. Penerbit Daarul Ibnul Jauzi<br />[2]. Ibid. Syaikh ‘Utsaimin menjelaskan bahwa manusia akan melalui lima tahapan kehidupan yaitu tahapan ketika manusia belum ada,, tahapan ketika dalam perut ibu, tahapan kehidupan dunia, tahapan hidup di alam barzakh, dan tahapan kehidupan akherat.<br />[4]. Syarh Ushuulil Iman hal 38-39. Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin. Penerbit Daarul Qasim. Cetakan pertama 1419 H<br />[6]. Syarh Ushuulil Iman hal 39-40<br />[7]. Lihat dalil-dalil selengkapnya dalam Ma’arijul Qobul hal 470-472. Penerbit Darul Kutub ‘Ilmiyah. [8]. Lihat Syarh al ‘Aqidah at Thahawiyah hal 1056-1058, Al Imam Ibnu Abil ‘Izz al Hanafi. Dalam Jaami’us Syuruuh al ‘Aqidah at Thahawiyah. Penerbit Daarul Ibnul Jauzi cetakan pertama tahun 2006.<br />Dalam Jaami’us Syuruuh al ‘Aqidah at Thahawiyah. Penerbit Daarul Ibnul Jauzi cetakan pertama tahun 2006.<br />[11]. Lihat Syarh al ‘Aqidah at Thahawiyah, Ibnu Abil ‘Izz al Hanafi hal 1070-1071<br />[12]. H,R Muslim 2837, At Tirmidzi 3246, dan Ahmad 319, dari hadist Abu Hurairah dan Abu Said al Khudri<br />[13]. Matan al ‘Aqidah at Thahawiyah.<br />[14]. Lihat dalil-dalil yang lebih lengkap dalam kitab Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad hal 224-225. Syaikh Sholih Al Fauzan Penerbit Maktabah Salsabiil Cetakan pertama tahun 2006.<br />[15]. Lihat Syarh Ushuulil Iman hal 42<br />Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin. Penerbit Daarul Qasim. Cetakan pertama 1419 H<br />Syaikh Sholih Al Fauzan Penerbit Maktabah Salsabiil Cetakan pertama tahun 2006.<br /><br />sumber:muslim.or.id<br /><br />my keword:<br />gambaran hari kiamat<br />kehebatan allah<br />gambar keajaiban allah<br />hari kiamat<br />taqwa<br />iman kepada hari kiamat<br />2012 hari kiamat<br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-28578245863546162842010-02-04T21:42:00.000-08:002010-02-04T21:52:14.803-08:00Berita Anti Muslim<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:DljF3rFNR788dM:http://bp3.blogger.com/_D7khuvLf7PM/RkOgJSFhQsI/AAAAAAAAAGQ/y2YigjzgN_M/s400/sedih3.png"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 106px; height: 116px;" src="http://t1.gstatic.com/images?q=tbn:DljF3rFNR788dM:http://bp3.blogger.com/_D7khuvLf7PM/RkOgJSFhQsI/AAAAAAAAAGQ/y2YigjzgN_M/s400/sedih3.png" alt="" border="0" /></a><br />Ada Berita Yang Sangat Begkemparkan<br />Waktu Itu Saya Googling Terus Saya Melihat Di Suata Artikel Yang Membuat Pergerakan Anti Muslim...<br />Dia Membuat Komik-Komik Yang Menjek Islam <span class="fullpost">Seperti Mengejek Allah Dan Nabi Muhammad Saw Astafirulah..<br /><br />Saya Saja Sebagai Umat Islam Sangat Jengkel Dengan WebSite Itu<br />Langsung Saja Anda Lihat :http://beritamuslim.wordpress.com/category/kartunkomik-islami/<br />Anda Saja Yang Memberi Komentar Tentang Anti Islam<br /><br />my keyword:<br />Anti islam<br />Berita islam<br />Website Anti Islam<br />Blog Anti Islam<br />beritamuslim<br /><br /><br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-16453892791721618612010-02-04T21:24:00.001-08:002010-02-04T21:26:10.637-08:00Iman Bisa Bertambah dan Berkurang<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:hJLql94fZ4zWlM:http://3.bp.blogspot.com/_I98KpcsG81Y/SpTV_5at9fI/AAAAAAAAAJ8/EKjIKnfMaRg/s320/IMG.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 116px; height: 121px;" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:hJLql94fZ4zWlM:http://3.bp.blogspot.com/_I98KpcsG81Y/SpTV_5at9fI/AAAAAAAAAJ8/EKjIKnfMaRg/s320/IMG.jpg" alt="" border="0" /></a><br />Permasalahan iman merupakan permasalahan terpenting seorang muslim, sebab iman menentukan nasib seorang didunia dan akherat. <span class="fullpost">Bahkan kebaikan dunia dan akherat bersandar kepada iman yang benar. Dengan iman seseorang akan mendapatkan kehidupan yang baik di dunia dan akherat serta keselamatan dari segala keburukan dan adzab Allah. Dengan iman seseorang akan mendapatkan pahala besar yang menjadi sebab masuk ke dalam surga dan selamat dari neraka. Dengan demikian permasalahan ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dari kita semua.<br />Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menuturkan, “Hasil usaha jiwa dan qolbu (hati) yang terbaik dan penyebab seorang hamba mendapatkan ketinggian di dunia dan akherat adalah ilmu dan iman. “Dan berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan (kepada orang-orang yang kafir): “Sesungguhnya kamu telah berdiam (dalam kubur) menurut ketetapan Allah, sampai hari berbangkit.” (QS ar-Ruum: 56)Dan firman Allah Ta’aa,<br />“Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS al-Mujaadilah: 11).Mereka inilah inti dan pilihan dari yang ada dan mereka adalah orang yang berhak mendapatkan martabat tinggi. Namun kebanyakan manusia keliru dalam (memahami) hakekat ilmu dan iman ini, sehingga setiap kelompok menganggap ilmu dan iman yang dimilikinyalah satu-satunya yang dapat mengantarkannya kepada kebahagiaan, padahal tidak demikian. Kebanyakan mereka tidak memiliki iman yang menyelamatkan dan ilmu yang mengangkat (kepada ketinggian derajat), bahkan mereka telah menutup untuk diri mereka sendiri jalan ilmu dan iman yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menjadi dakwah beliau kepada umat. Sedangkan yang berada di atas iman dan ilmu (yang benar) adalah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya setelah beliau serta orang-orang yang mengikuti mereka di atas manhaj dan petunjuk mereka….”.[1]<br />Demikian bila kita melihat kepada pemahaman kaum muslimin saja tentang iman didapatkan banyak kekeliruan dan penyimpangan. Ini semua tentunya membutuhkan pelurusan dan pencerahan bagaimana sesungguhnya konsep iman yang benar tersebut.<br />Makna Iman<br />Dalam bahasa Arab, ada yang mengartikan kata iman dengan “tashdîq” (membenarkan); thuma’nînah (ketentraman); dan iqrâr (pengakuan). Makna ketiga inilah yang paling tepat. Dan iqrâr (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdîq (membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyâd (ketundukan hati)”.[2]<br />Dengan demikian, iman adalah iqrâr (pengakuan) hati yang mencakup:<br />Yaitu: keyakinan yang disertai dengan kecintaan dan ketundukan terhadap semua yang dibawa oleh Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam dari Allah Ta’ala .<br />Adapun secara syar’i (agama), iman yang sempurna mencakup qaul (perkataan) dan amal (perbuatan). Syaikul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Dan di antara prinsip Ahlus sunnah wal jamâ’ah, ad-dîn (agama/amalan) dan al-imân adalah perkataan dan perbuatan, perkataan hati dan lisan, perbuatan hati, lisan dan anggota badan”.[3]<br />Dalil Bagian-Bagian Iman<br />Dari perkataan Syaikhul Islam di atas, nampak bahwa iman menurut Ahlus sunnah wal jamâ’ah mencakup lima perkara, yaitu [1] perkataan hati, [2] perkataan lisan, [3] perbuatan hati, [4] perbuatan lisan dan [5] perbuatan anggota badan.<br />Banyak dalil yang menunjukkan masuknya lima perkara di atas dalam kategori iman, di antaranya adalah sebagai berikut:<br />Pertama: Perkataan hati, yaitu pembenaran dan keyakinan hati. Allah Ta’ala berfirman,<br />“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah orang-orang yang hanya beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu, dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka di jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS al-Hujurât: 15)Kedua: Perkataan lisan, yaitu mengucapkan syahadat Lâ ilâha illallâh dan syahadat Muhammad Rasulullâh dengan lisan dan mengakui kandungan syahadatain tersebut. Di antara dalil hal ini adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br />“Aku diperintah (oleh Allah) untuk memerangi manusia sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada yang berhak diibadahi selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, dan sampai mereka menegakkan shalat, serta membayar zakat. Jika mereka telah melakukan itu, maka mereka telah mencegah darah dan harta mereka dariku kecuali dengan hak Islam, dan perhitungan mereka pada tanggungan Allah.”[4]Ketiga: Perbuatan hati, yaitu gerakan dan kehendak hati, seperti ikhlas, tawakal, mencintai Allah Ta’ala , mencintai apa yang dicintai oleh Allah Ta’ala , rajâ’ (berharap rahmat/ampunan Allah Ta’ala), takut kepada siksa Allah Ta’ala , ketundukan hati kepada Allah Ta’ala, dan lain-lain yang mengikutinya. Allah Ta’ala berfirman,<br />“Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah, hati mereka gemetar, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Rabbnya mereka bertawakkal” (QS al-Anfâl: 2). Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan hati termasuk iman.Keempat: Perbuatan lisan/lidah, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan lidah. Seperti membaca al-Qur’ân, dzikir kepada Allah Ta’ala, doa, istighfâr, dan lainnya. Allah Ta’ala berfirman,<br />“Dan bacakanlah apa yang diwahyukan kepadamu, yaitu kitab Rabb-mu (al-Qur’ân). Tidak ada (seorang pun) yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya.” (QS al-Kahfi: 27). Dan dalil-dalil lainnya yang menunjukkan amalan-amalan lisan termasuk iman.Kelima: Perbuatan anggota badan, yaitu amalan yang tidak dilakukan kecuali dengan anggota badan. Allah Ta’ala berfirman,<br />(QS al-Hajj: 77)Rukun-Rukun Iman<br />Sesungguhnya iman memiliki bagian-bagian yang harus ada, yang disebut dengan rukun-rukun (tiang; tonggak) iman. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata pada permulaan kitab beliau, ‘Aqîdah al-Wâsithiyah’, “Ini adalah aqîdah Firqah an-Nâjiyah al-Manshûrah (golongan yang selamat, yang ditolong) sampai hari kiamat, Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Yaitu: beriman kepada Allah Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, kebangkitan setelah kematian, dan beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk”.[6]<br />Dalil rukun iman yang enam ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada malaikat Jibrîl ‘alaihis salam, ketika menjelaskan tentang iman,<br />Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada qadar, yang baik dan yang buruk.”[7]Rukun iman ini wajib diyakini oleh setiap Mukmin. Syaikh Muhammad Khalîl Harrâs berkata, “Enam perkara ini adalah rukun-rukun iman. Iman seseorang tidak sempurna kecuali jika dia beriman kepada semuanya dengan bentuk yang benar sebagaimana ditunjukkan oleh al-Kitab dan Sunnah. Barangsiapa mengingkari sesuatu darinya, atau beriman kepadanya dengan bentuk yang tidak benar, maka dia telah kafir.” [8]<br />Iman Bertambah dan Berkurang<br />Sudah dimaklumi banyak terdapat nash-nash al-Qur`an dan as-Sunnah yang menjelaskan pertambahan iman dan pengurangannya. Menjelaskan pemilik iman yang bertingkat-tingkat sebagiannya lebih sempurna imannya dari yang lainnya. Ada juga al-Muhsin, al-Mukmin dan al-Muslim. Semua ini menunjukkan mereka tidak berada dalam satu martabat. Ini menandakan bahwa iman itu bisa bertambah dan berkurang.<br />Bukti dari Al Qur’an dan As Sunnah Bahwa Iman Bisa Bertambah dan Berkurang<br />Pertama: Firman Allah Ta’ala ,<br />“(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, Maka Perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah Sebaik-baik Pelindung“.” Para ulama Ahlus Sunnah menjadikan ayat ini sebagai dasar adanya pertambahan dan pengurangan iman, sebagaimana pernah ditanyakan kepada imam Sufyaan bin ‘Uyainah rahimahullah, “Apakah iman itu bertambah atau berkurang?” Beliau rahimahullah menjawab, “Tidakkah kalian mendengar firman Allah Ta’ala,<br />“Maka perkataan itu menambah keimanan mereka”. (QS Alimron: 173) dan firman Allah Ta’ala,<br />“Dan Kami tambah pula untuk mereka petunjuk”.(QS al-Kahfi: 13) dan beberapa ayat lainnya”. Ada yang bertanya, “Bagaimana iman bisa dikatakan berkurang?” Kedua: Firman Allah Ta’ala,<br />“Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk. dan amal-amal saleh yang kekal itu lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu dan lebih baik kesudahannya.” Hal ini dikuatkan juga dengan firman Allah Ta’ala,<br />“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (QS al-Mudatstsir: 31) dan firman Allah Ta’ala,“Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayatNya bertambahlah iman mereka (karenanya).” (QS al-Anfaal:8/2)<br />Juga dikuatkan dengan kenyataan bahwa iman itu adalah perkataan qolbu (hati) dan lisan, amalan qolbu, lisan dan anggota tubuh. Juga kaum mukminin sangat bertingkat-tingkat dalam hal ini.[12]<br />Ketiga: Sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br />“Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah minum minuman keras ketika minumnya dalam keadaan mukmin serta tidaklah mencuri ketika mencuri dalam keadaan mukmin”.[13]Ishaaq bin Ibraahim an-Naisaaburi berkata, “Abu Abdillah (Imam Ahmad) pernah ditanya tentang iman dan berkurangnya iman. Beliau rahimahullah menjawab, “Dalil mengenai berkurangnya iman terdapat pada sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Tidaklah seorang pezina berzina dalam keadaan mukmin dan tidaklah mencuri dalam keadaan mukmin.” [14]<br />“Iman itu lebih dari tujuh puluh atau lebih dari enampuluh. Yang paling utama adalah perkataan: “Laa Ilaaha Illa Allah” dan yang terendah adalah membersihkan gangguan dari jalanan dan rasa malu adalah satu cabang dari iman.”[15]Hadits yang mulia ini menjelaskan bahwa iman memiliki cabang-cabang, ada yang tertinggi dan ada yang terendah . Cabang-cabang iman ini bertingkat-tingkat dan tidak berada dalam satu derajat dalam keutamaannya, bahkan sebagiannya lebih utama dari lainnya. Oleh karena itu Imam At-Tirmidzi memuat bab dalam sunannya: “Bab Kesempurnaan, bertambah dan berkurangnya iman”.<br />Syeikh Abdurrahman as-Sa’di rahimahullah ketika menjelaskan hadits di atas menyatakan, Ini jelas sekali menunjukkan iman itu bertambah dan berkurang sesuai dengan pertambahan aturan syariat dan cabang-cabang iman serta amalan hamba tersebut atau tidak mengamalkannya. Siapa yang berpendapat bahwa iman itu tidak bertambah dan berkurang, sungguh ia telah menyelisihi realita yang nyata di samping menyelisihi nash-nash syariat sebagaimana telah diketahui.[16]<br />Pendapat Ulama Salaf Bahwa Iman Bisa Bertambah dan Berkurang<br />Sedangkan pendapat dan atsar as-Salaf ash-Shaalih sangat banyak sekali dalam menetapkan keyakinan bahwa iman itu bertambah dan berkurang, diantaranya:<br />Satu ketika Kholifah ar-Rsyid Umar bin al-Khathaab rahimahullah pernah berkata kepada para sahabatnya,<br />“Marilah kita menambah iman kita.”[17]Sahabat Abu ad-Darda` Uwaimir al-Anshaari rahimahullah berkata,<br />“Iman itu bertambah dan berkurang.”[18]Kedua: Dari kalangan Tabi’in, di antaranya:<br />Abu al-Hajjaaj Mujaahid bin Jabr al-Makki (wafat tahun 104 H) menyatakan,<br />“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang.”[19]Ketiga: Kalangan tabi’ut Tabi’in, di antaranya:<br />“Iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang. Siapa yang meyakini iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang maka berhati-hatilah terhadapnya karena ia adalah seorang ahli bid’ah.”[21]Beliau juga ditanya tentang iman, “Apakah bisa bertambah?” Beliau rahimahullah menjawab, “Iya, hingga tidak tersisa sedikitpun darinya”.[22]<br />Muhammad bin Idris asy-Syaafi’i rahimahullah menyatakan,<br />“Iman itu adalah perkataan dan perbuatan bertambah dan berkurang.”[23]Ahmad bin Hambal rahimahullah menyatakan, “Iman itu sebagiannya lebih unggul dari yang lainnya, bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman adalah dengan beramal. Sedangkan berkurangnya iman dengan tidak beramal. Dan perkataan adalah yang mengakuinya.”[24]<br /><br /><br />sumber:muslim.or.id<br />my keword:<br />definisi iman<br />arti iman<br />apa itu iman<br />cara-cara beriman kepada allah<br />cara-cara beriman kepada nabi<br /><br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-26708920392268772002010-02-04T21:14:00.000-08:002010-02-04T21:19:37.653-08:00Macam-Macam Najis<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://4.bp.blogspot.com/_2ac8WYE5sz4/S2uqQJpKtII/AAAAAAAAAAM/axOF1bkNhvA/s1600-h/images.jpeg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 138px; height: 120px;" src="http://4.bp.blogspot.com/_2ac8WYE5sz4/S2uqQJpKtII/AAAAAAAAAAM/axOF1bkNhvA/s320/images.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5434624569795851394" border="0" /></a><br />Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hinga akhir zaman.<br />Pengertian Najis<br />Najis adalah sesuatu yang <span class="fullpost">dianggap kotor oleh orang yang memiliki tabi’at yang selamat (baik) dan selalu menjaga diri darinya. Apabila pakaian terkena najis –seperti kotoran manusia dan kencing- maka harus dibersihkan.[1]<br />Perlu dibedakan antara najis dan hadats. Najis kadang kita temukan pada badan, pakaian dan tempat. Sedangkan hadats terkhusus kita temukan pada badan. Najis bentuknya konkrit, sedangkan hadats itu abstrak dan menunjukkan keadaan seseorang. Ketika ia kentut, ia dalam keadaan hadats kecil. Sedangkan apabila pakaiannya terkena air kencing, maka ia berarti terkena najis. Hadats kecil dihilangkan dengan berwudhu dan hadats besar dengan mandi. Sedangkan najis, asalkan najis tersebut hilang, maka sudah membuat benda tersebut suci. Mudah-mudahan kita bisa membedakan antara hadats dan najis ini.[2]<br />Hukum Asal Segala Sesuatu adalah Suci<br />Terdapat suatu kaedah penting yang harus diperhatikan yaitu segala sesuatu hukum asalnya adalah mubah dan suci. Barangsiapa mengklaim bahwa sesuatu itu najis maka dia harus mendatangkan dalil. Namun, apabila dia tidak mampu mendatangkan dalil atau mendatangkan dalil namun kurang tepat, maka wajib bagi kita berpegang dengan hukum asal yaitu segala sesuatu itu pada asalnya suci. [3] Menyatakan sesuatu itu najis berarti menjadi beban taklif, sehingga hal ini membutuhkan butuh dalil.[4]<br />Macam-Macam Najis<br />1,2 – Kencing dan kotoran (tinja) manusia<br />Mengenai najisnya kotoran manusia ditunjukkan dalam hadits Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />“Jika salah seorang di antara kalian menginjak kotoran (al adza) dengan alas kakinya, maka tanahlah yang nanti akan menyucikannya.”[5]Al adza (kotoran) adalah segala sesuatu yang mengganggu yaitu benda najis, kotoran, batu, duri, dsb.[6][7] Selain dalil di atas terdapat juga beberapa dalil tentang perintah untuk istinja’ yang menunjukkan najisnya kotoran manusia.[8]<br />“(Suatu saat) seorang Arab Badui kencing di masjid. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Biarkan dan jangan hentikan (kencingnya)”. Setelah orang badui tersebut menyelesaikan hajatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas meminta satu ember air lalu menyiram kencing tersebut.”[9]Shidiq Hasan Khon rahimahullah mengatakan, “Kotoran dan kencing manusia sudah tidak samar lagi mengenai kenajisannya, lebih-lebih lagi pada orang yang sering menelaah berbagai dalil syari’ah.”[10]<br />3,4 - Madzi dan Wadi<br />Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya, berwarna putih, tebal mirip mani, namun berbeda kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas.<br />Sedangkan madzi adalah cairan berwarna putih, tipis, lengket, keluar ketika bercumbu rayu atau ketika membayangkan jima’ (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima’. Madzi tidak menyebabkan lemas dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika muqoddimah syahwat. Laki-laki dan perempuan sama-sama bisa memiliki madzi.[11]<br />Hukum madzi adalah najis sebagaimana terdapat perintah untuk membersihkan kemaluan ketika madzi tersebut keluar. Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,<br />“Aku termausk orang yang sering keluar madzi. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.”[12]<br />Hukum wadi juga najis. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan,<br />“Mengenai mani, madzi dan wadi; adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.”[13]5 – Kotoran hewan yang dagingnya tidak halal dimakan<br />Contohnya adalah kotoran keledai jinak[14], kotoran anjing[15] dan kotoran babi[16]. “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bermaksud bersuci setelah buang hajat. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Carikanlah tiga buah batu untukku.” Kemudian aku mendapatkan dua batu dan kotoran keledai. Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil dua batu dan membuang kotoran tadi. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas bersabda, “Kotoran ini termasuk najis”.” [17]Hal ini menunjukkan bahwa kotoran hewan yang tidak dimakan dagingnya semacam kotoran keledai jinak adalah najis.<br />6 – Darah haidh<br />Dalil yang menunjukkan hal ini, dari Asma’ binti Abi Bakr, beliau berkata, “Seorang wanita pernah mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian berkata,<br />“Di antara kami ada yang bajunya terkena darah haidh. Apa yang harus kami perbuat?”Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,<br />“Gosok dan keriklah pakaian tersebut dengan air, lalu percikilah. Dari Abu Hurairah, beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />“Cara menyucikan bejana di antara kalian apabila dijilat anjing adalah dicuci sebanyak tujuh kali dan awalnya dengan tanah.”[20]8 – Bangkai<br />Bangkai adalah hewan yang mati begitu saja tanpa melalui penyembelihan yang syar’i.[22]“Apabila kulit bangkai tersebut disamak, maka dia telah suci.”Bangkai yang dikecualikan adalah :<br />a – Bangkai ikan dan belalang<br />Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />“Kami dihalalkan dua bangkai dan darah. Adapun dua bangkai tersebut adalah ikan dan belalang. Sedangkan dua darah tersebut adalah hati dan limpa.” [23]Contohnya adalah bangkai lalat, semut, lebah, dan kutu. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />“Apabila seekor lalat jatuh di salah satu bejana di antara kalian, maka celupkanlah lalat tersebut seluruhnya, kemudian buanglah. Sebab di salah satu sayap lalat ini terdapat racun (penyakit) dan sayap lainnya terdapat penawarnya.”[24]c – Tulang, tanduk, kuku, rambut dan bulu dari bangkai<br />Semua ini termasuk bagian dari bangkai yang suci karena kita kembalikan kepada hukum asal segala sesuatu adalah suci. “Hammad mengatakan bahwa bulu bangkai tidaklah mengapa (yaitu tidak najis). Az Zuhri mengatakan tentang tulang bangkai dari gajah dan semacamnya, ‘Aku menemukan beberapa ulama salaf menyisir rambut dan berminyak dengan menggunakan tulang tersebut. Mereka tidaklah menganggapnya najis hal ini’.” [25]Tersisa pembahasan beberapa hal yang sebenarnya tidak termasuk najis -menurut pendapat ulama yang lebih kuat- yaitu mani, darah (selain darah haidh), muntah, dan khomr. Semoga Allah selalu memberikan pada kita ilmu yang bermanfaat. Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, dan para sahabatnya.<br /><br />sumber:muslim.or.id<br /><br />my keword:<br />najis<br />petua<br />bacaan<br />forbidden<br />macam najis<br />masksud najis<br />arti najis<br />definisi najis<br /><br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-15609193876474104402010-02-04T21:09:00.000-08:002010-02-04T21:29:24.157-08:00Beberapa Aliran Sesat<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ykYuYaLuWD8f9M:http://muhsinlabib.files.wordpress.com/2007/11/aliran-sesat.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 110px; height: 153px;" src="http://t2.gstatic.com/images?q=tbn:ykYuYaLuWD8f9M:http://muhsinlabib.files.wordpress.com/2007/11/aliran-sesat.jpg" alt="" border="0" /></a><br />Ibnu Qudamah al-Maqdisi rahimahullah mengatakan, “Setiap golongan yang menamakan dirinya dengan selain identitas Islam dan Sunnah adalah mubtadi’ (ahli bid’ah) seperti contohnya : Rafidhah (Syi’ah), Jahmiyah, Khawarij, Qadariyah, Murji’ah, Mu’tazilah, Karramiyah, Kullabiyah, dan juga kelompok-kelompok lain yang serupa dengan mereka. Inilah firqah-firqah sesat dan kelompok-kelompok bid’ah, semoga Allah melindungi kita darinya.” (Lum’atul I’tiqad, dinukil dari Al Is’ad fi Syarhi Lum’atil I’tiqad hal 90. Lihat pula Syarh Lum’atul I’tiqad Syaikh al-‘Utsaimin, hal. 161)<br />Setelah membawakan perkataan Ibnu Qudamah ini Syaikh <span class="fullpost">Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menyebutkan mengenai sebagian ciri-ciri Ahlul bid’ah. Beliau mengatakan, “Kaum Ahlul bid’ah itu memiliki beberapa ciri, di antaranya:<br />Mereka memiliki karakter selain karakter Islam dan Sunnah sebagai akibat dari bid’ah-bid’ah yang mereka ciptakan, baik yang menyangkut urusan perkataan, perbuatan maupun keyakinan.<br />Mereka sangat fanatik kepada pendapat-pendapat golongan mereka. Sehingga mereka pun tidak mau kembali kepada kebenaran meskipun kebenaran itu sudah tampak jelas bagi mereka.<br />Mereka membenci para Imam umat Islam dan para pemimpin agama (ulama).”(Syarh Lum’atul I’tiqad, hal. 161)<br />Mereka itu adalah :<br />Pertama<br />Rafidhah (Syi’ah), yaitu orang-orang yang melampaui batas dalam mengagungkan ahlul bait (keluarga Nabi). Mereka juga mengkafirkan orang-orang selain golongannya, baik itu dari kalangan para Shahabat maupun yang lainnya. Mereka ini pun terdiri dari banyak sekte. Di antara mereka ada yang sangat ekstrim hingga berani mempertuhankan ‘Ali bin Abi Thalib, dan ada pula di antara mereka yang lebih rendah kesesatannya dibandingkan mereka ini. Tokoh mereka di jaman ini adalah Khomeini beserta begundal-begundalnya. (Silakan baca Majalah Al Furqon Edisi 6 Tahun V/Muharram 1427 hal. 49-53, pent)<br />Kedua<br />Jahmiyah. Disebut demikian karena mereka adalah penganut paham Jahm bin Shofwan yang madzhabnya sesat. Madzhab mereka dalam masalah tauhid adalah menolak sifat-sifat Allah. Sedangkan madzhab mereka dalam masalah takdir adalah menganut paham Jabriyah. Paham Jabriyah menganggap bahwa manusia adalah makhluk yang terpaksa dan tidak memiliki pilihan dalam mengerjakan kebaikan dan keburukan. Adapun dalam masalah keimanan madzhab mereka adalah menganut paham Murji’ah yang menyatakan bahwa iman itu cukup dengan pengakuan hati tanpa harus diikuti dengan ucapan dan amalan. Sehingga konsekuensi dari pendapat mereka ialah pelaku dosa besar adalah seorang mukmin yang sempurna imannya. Mereka ini adalah orang-orang yang memberontak kepada khalifah ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu karena alasan pemutusan hukum. Di antara ciri pemahaman mereka ialah membolehkan pemberontakan kepada penguasa muslim dan mengkafirkan pelaku dosa besar. Mereka ini juga terbagi menjadi bersekte-sekte lagi. Mereka ini adalah orang-orang yang berpendapat menolak keberadaan takdir. Sehingga mereka meyakini bahwa hamba memiliki kehendak bebas dan kemampuan berbuat yang terlepas sama sekali dari kehendak dan kekuasaan Allah. Pelopor yang menampakkan pendapat ini adalah Ma’bad Al Juhani di akhir-akhir periode kehidupan para Shahabat. Di antara mereka ada yang ekstrim dan ada yang tidak. Namun yang tidak ekstrim ini menyatakan bahwa terjadinya perbuatan hamba bukan karena kehendak, kekuasaan dan ciptaan Allah, jadi inipun sama sesatnya.<br />Menurut mereka amal bukanlah bagian dari iman. Konsekuensi pendapat mereka adalah pelaku dosa besar termasuk orang yang imannya sempurna. Madzhab mereka ini merupakan kebalikan dari madzhab Khawarij.<br />Keenam<br />Mu’tazilah. Mereka adalah para pengikut Washil bin ‘Atha’ yang beri’tizal (menyempal) dari majelis pengajian Hasan al-Bashri. Dia menyatakan bahwa orang yang melakukan dosa besar itu di dunia dihukumi sebagai orang yang berada di antara dua posisi (manzilah baina manzilatain), tidak kafir tapi juga tidak beriman. Akan tetapi menurutnya di akhirat mereka akhirnya juga akan kekal di dalam Neraka. Dalam masalah takdir mereka ini menganut paham Qadariyah. Sedang dalam masalah pelaku dosa besar mereka menganggapnya tidak kafir tapi juga tidak beriman. Dengan dua prinsip terakhir ini pada hakikatnya mereka bertentangan dengan Jahmiyah. Karena Jahmiyah menganut paham Jabriyah dan menganggap dosa tidaklah membahayakan keimanan.<br />Mereka adalah pengikut Muhammad bin Karram yang cenderung kepada madzhab Tasybih (penyerupaan sifat Allah dengan makhluk) dan mengikuti pendapat Murji’ah, mereka ini juga terdiri dari banyak sekte.<br />Mereka ini adalah pengikut Abdullah bin Sa’id bin Kullab al-Bashri. Mereka inilah yang mengeluarkan statemen tentang Tujuh Sifat Allah yang mereka tetapkan dengan akal. Kemudian kaum Asya’irah (yang mengaku mengikuti Imam Abul Hasan al-Asy’ari) pada masa ini pun mengikuti jejak langkah mereka yang sesat itu. Kemudian sesudah itu beliau bertaubat darinya dan membongkar kebatilan madzhab Mu’tazilah. Kemudian akhirnya beliau bertaubat secara total dan berpegang teguh dengan madzhab Ahlus Sunnah, semoga Allah merahmati beliau. Syaikh Abdur Razzaq al-Jaza’iri hafizhahullah mengatakan, “Dan firqah-firqah sesat tidak terbatas pada beberapa firqah yang sudah disebutkan ini saja. Karena ini adalah sebagiannya saja. Di antara firqah sesat lainnya adalah : Kaum Shufiyah dengan berbagai macam tarekatnya, Kaum Syi’ah dengan sekte-sektenya, Kaum Mulahidah (atheis) dengan berbagai macam kelompoknya. Dan juga kelompok-kelompok yang gemar bertahazzub (bergolong-golongan) pada masa kini dengan berbagai macam alirannya, seperti contohnya: Jama’ah Hijrah wa Takfir yang menganut aliran Khawarij; yang dampak negatif ulah mereka telah menyebar kemana-mana (yaitu dengan maraknya pengeboman dan pemberontakan kepada penguasa, red), Jama’ah Tabligh dari India yang menganut aliran Sufi, Jama’ah-jama’ah Jihad yang mereka ini termasuk pengusung paham Khawarij tulen, kelompok al-Jaz’arah, begitu juga (gerakan) al-Ikhwan al-Muslimun baik di tingkat internasional maupun di kawasan regional (bacalah buku Menyingkap Syubhat dan Kerancuan Ikhwanul Muslimin karya Ustadz Andy Abu Thalib Al Atsary hafizhahullah). Sebagian di antara mereka (Ikhwanul Muslimin) ada juga yang tumbuh berkembang menjadi beberapa Jama’ah Takfiri (yang mudah mengkafirkan orang). Dan kelompok-kelompok sesat selain mereka masih banyak lagi.” (lihat al-Is’ad fii Syarhi Lum’atul I’tiqad, hal. 91-92, bagi yang ingin menelaah lebih dalam tentang hakikat dan bahaya di balik jama’ah-jama’ah yang ada silakan membaca buku ‘Jama’ah-Jama’ah Islam’ karya Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali hafizhahullah)<br /><br />sumber:muslim.or.id<br /><br />my keyword:<br />aliran sesat<br />aliran aliran sesat<br />ajaran sesat<br />ahmadiyah<br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-72171684563124362562010-02-02T02:28:00.000-08:002010-02-02T02:35:20.064-08:00Poligami, Bukti Keadilan Hukum AllahAgama Islam yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala dengan ilmu-Nya yang maha tinggi serta hikmah dan ketentuan hukum-Nya yang maha agung, adalah agama yang sempurna aturan syariatnya dalam menjamin kemaslahatan bagi umat Islam serta membawa mereka meraih kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.<br />Allah Ta’ala berfirman,<br />Imam Ibnu Katsir<span class="fullpost"> berkata, “Ini adalah nikmat/anugerah Allah Ta’ala yang terbesar bagi umat Islam, karena Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama ini bagi mereka, sehingga mereka tidak butuh kepada agama selain Islam, juga tidak kepada nabi selain nabi mereka (nabi Muhammad) shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh sebab itulah, Allah Ta’ala menjadikan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi dan mengutus beliau kepada (seluruh umat) manusia dan jin, maka tidak sesuatu yang halal kecuali yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam halalkan (dengan wahyu dari Allah Ta’ala), tidak ada sesuatu yang haram kecuali yang beliau haramkan, dan tidak ada agama kecuali yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam syariatkan. Dan segala sesuatu yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam sampaikan adalah benar dan jujur, tidak ada kedustaan dan kebohongan padanya, Allah Ta’ala berfirman,<br />“Telah sempurnalah kalimat Rabbmu (al-Qur’an), sebagai kalimat yang benar dan adil. Tidak ada yang dapat merubah kalimat-kalimat-Nya dan Dia-lah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui” (QS. Yaitu: (kalimat) yang benar dalam semua beritanya serta adil dalam segala perintah dan larangannya.Maka ketika Allah telah menyempurnakan agama Islam bagi umat ini, maka (ini berarti) nikmat (yang dilimpahkan-Nya) kepada mereka telah sempurna. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Pada hari ini telah Kusempurnakan untukmu agamamu dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, serta telah Ku-ridhai Islam itu sebagai agamamu”. Artinya: Terimalah dengan ridha agama (Islam) ini bagi dirimu, karena inilah (satu-satunya) agama yang dicintai dan diridhai-Nya, dan dengannya dia mengutus (kepadamu) rasul-Nya yang paling mulia (nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam) dan menurunkan kitab-Nya yang paling agung (al-Qur’an)”[1].<br />Sikap Seorang Mukmin terhadap Syariat Allah<br />Di antara ciri utama seorang muslim yang benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir adalah merasa ridha dan menerima dengan sepenuh hati semua ketentuan syariat yang telah ditetapkan oleh Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta’ala berfirman,<br />“Dan tidakkah patut bagi laki-laki dan perempuan yang (benar-benar) beriman, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat dengan kesesatan yang nyata” (QS al-Ahzaab:36).Dalam sebuah hadits yang shahih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />“Akan merasakan kelezatan iman (kesempurnaan iman), orang yang ridha pada Allah Ta’ala sebagai Rabbnya dan islam sebagai agamanya serta Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai rasulnya“[2].Tidak terkecuali dalam hal ini, hukum-hukum Islam yang dirasakan tidak sesuai dengan kemauan/keinginan sebagian orang, seperti poligami, yang dengan mengingkari atau membenci hukum Allah Ta’ala tersebut, bisa menyebabkan pelakunya murtad/keluar dari agama Islam[3], na’uudzu billahi min dzaalik. Allah Ta’ala berfirman menceritakan sifat orang-orang kafir,<br />“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada ketentuan (syariat) yang diturunkan Allah sehingga Allah membinasakan amal-amal mereka” (QS Muhammad:9).Oleh karena itu, dalam memahami dan melaksanakan syariat Islam hendaknya kita selalu waspada dan behati-hati dari dua senjata utama godaan setan untuk memalingkan manusia dari ketaatan kepada Allah Ta’ala:<br />Yang pertama: sikap berlebih-lebihan dan melampaui batas dalam memahami dan menjalankan ketentuan syariat-Nya, terlebih lagi dalam menjalankan ketentuan syariat yang dirasakan cocok dengan kepentingan hawa nafsu.<br />Yang kedua: sikap meremehkan dan kurang dalam memahami dan melaksanakan ketentuan syariat Allah Ta’ala, yang ini sering terjadi pada sebagian hukum syariat Islam yang dirasakan oleh sebagian orang tidak sesuai dengan kemauan hawa nafsunya[4].<br />Salah seorang ulama salaf ada yang berkata, “Setiap Allah Ta’ala memerintahkan suatu perintah (dalam agama-Nya) maka setan mempunyai dua macam godaan (untuk memalingkan manusia dari perintah tersebut): [1] (yaitu godaan) untuk (bersikap) kurang dan meremehkan (perintah tersebut), dan [2] (godaan) untuk (bersikap) berlebih-lebihan dan melampaui batas (dalam melaksanakannya), dan dia tidak peduli dengan godaan mana saja (dari keduanya) yang berhasil (diterapkannya kepada manusia)”[5].<br />Hukum Poligami dalam Islam<br />Hukum asal poligami dalam Islam berkisar antara ibaahah (mubah/boleh dilakukan dan boleh tidak) atau istihbaab (dianjurkan)[6].<br />Adapun makna perintah dalam firman Allah Ta’ala,<br />“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat” (QS an-Nisaa’:3).Perintah Allah dalam ayat ini tidak menunjukkan wajibnya poligami, karena perintah tersebut dipalingkan dengan kelanjutan ayat ini, yaitu firman-Nya,<br />“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya” (QS an-Nisaa’:3).Maka dengan kelanjutan ayat ini, jelaslah bahwa ayat di atas meskipun berbentuk perintah, akan tetapi maknanya adalah larangan, yaitu larangan menikahi lebih dari satu wanita jika dikhawatirkan tidak dapat berbuat adil[7], atau maknanya, “Janganlah kamu menikahi kecuali wanita yang kamu senangi”.<br />Ini seperti makna yang ditunjukkan dalam firman-Nya,<br />“Dan katakanlah:”Kebenaran itu datangnya dari Rabbmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” (QS al-Kahfi:29). Beliau menjawab rahimahullah, “Poligami (hukumnya) disunnahkan (dianjurkan) bagi yang mampu, karena firman Allah Ta’ala (beliau menyabutkan ayat tersebut di atas), dan karena perbuatan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi sembilan orang wanita, Allah memberi manfaat (besar) bagi umat ini dengan (keberadaan) para istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut, dan ini (menikahi sembilan orang wanita) termasuk kekhususan bagi beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam. Karena dalam poligami banyak terdapat kemslahatan/kebaikan yang agung bagi kaum laki-laki maupun permpuan, bahkan bagi seluruh umat Islam. Sebab dengan poligami akan memudahkan bagi laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan pandangan, menjaga kemaluan (kesucian), memperbanyak (jumlah) keturunan, dan (memudahkan) bagi laki-laki untuk memimpin beberapa orang wanita dan membimbing mereka kepada kebaikan, serta menjaga mereka dari sebab-sebab keburukan dan penyimpangan. Adapun bagi yang tidak mampu melakukan itu dan khawatir berbuat tidak adil, maka cukuplah dia menikahi seorang wanita (saja), karena Allah Ta’ala berfirman,<br />“Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Semoga Allah (senantiasa) memberi taufik-Nya kepada semua kaum muslimin untuk kebaikan dan keselamatan mereka di dunia dan akhirat[10].<br />Senada dengan ucapan di atas, Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin berkata, “…Seorang laki-laki jika dia mampu dengan harta, badan (tenaga) dan hukumnya (bersikap adil), maka lebih utama (baginya) untuk menikahi (dua) sampai empat (orang wanita) jika dia mampu. Dia mampu dengan badannya, karena dia enerjik, (sehingga) dia mampu menunaikan hak yang khusus bagi istri-istrinya. Dia (juga) mampu dengan hartanya (sehingga) dia bisa memberi nafkah (yang layak) bagi istri-istrinya. Dan dia mampu dengan hukumnya untuk (bersikap) adil di antara mereka. (Kalau dia mampu seperti ini) maka hendaknya dia menikah (dengan lebih dari seorang wanita), semakin banyak wanita (yang dinikahinya) maka itu lebih utama. Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Orang yang terbaik di umat ini adalah yang paling banyak istrinya[11]”…[12].<br />Syaikh Shaleh bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Adapun (hukum) asal (pernikahan) apakah poligami atau tidak, maka aku tidak mendapati ucapan para (ulama) ahli tafsir, yang telah aku baca kitab-kitab tafsir mereka yang membahas masalah ini. Ayat al-Qur’an yang mulia (surat an-Nisaa’:3) menunjukkan bahwa seorang yang memiliki kesiapan (kesanggupan) untuk menunaikan hak-hak para istri secara sempurna maka dia boleh untuk berpoligami (dengan menikahi dua) sampai empat orang wanita. Dan bagi yang tidak memiliki kesiapan (kesanggupan) cukup dia menikahi seorang wanita, atau memiliki budak. Hikmah dan Manfaat Agung Poligami<br />Karena poligami disyariatkan oleh Allah Ta’ala yang mempunyai nama al-Hakim, artinya Zat yang memiliki ketentuan hukum yang maha adil dan hikmah[14] yang maha sempurna, maka hukum Allah Ta’ala yang mulia ini tentu memiliki banyak hikmah dan faidah yang agung, di antaranya:<br />Misalnya jika istri sudah lanjut usia atau sakit, sehingga kalau suami tidak poligami dikhawatirkan dia tidak bisa menjaga kehormatan dirinya. Atau jika suami dan istri sudah dianugerahi banyak keturunan, sehingga kalau dia harus menceraikan istrinya, dia merasa berat untuk berpisah dengan anak-anaknya, sementara dia sendiri takut terjerumus dalam perbuatan zina jika tidak berpoligami. Maka masalah ini tidak akan bisa terselesaikan kecuali dengan poligami, insya Allah.<br />Allah Ta’ala berfirman,<br />“Dan Dia-lah yang menciptakan manusia dari air (mani), lalu Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah (hubungan kekeluargaan karena pernikahan), dan adalah Rabbmu Maha Kuasa” (QS al-Furqaan:54).Maka poligami (adalah sebab) terjalinnya hubungan dan kedekatan (antara) banyak keluarga, dan ini salah satu sebab poligami yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam[15].<br />Ketiga: Poligami merupakan sebab terjaganya (kehormatan) sejumlah besar wanita, dan terpenuhinya kebutuhan (hidup) mereka, yang berupa nafkah (biaya hidup), tempat tinggal, memiliki keturunan dan anak yang banyak, dan ini merupakan tuntutan syariat.<br />Keempat: Di antara kaum laki-laki ada yang memiliki nafsu syahwat yang tinggi (dari bawaannya), sehingga tidak cukup baginya hanya memiliki seorang istri, sedangkan dia orang yang baik dan selalu menjaga kehormatan dirinya. Akan tetapi dia takut terjerumus dalam perzinahan, dan dia ingin menyalurkan kebutuhan (biologis)nya dalam hal yang dihalalkan (agama Islam), maka termasuk agungnya rahmat Allah Ta’ala terhadap manusia adalah dengan dibolehkan-Nya poligami yang sesuai dengan syariat-Nya[16].<br />Ketujuh: Banyaknya peperangan dan disyariatkannya berjihad di jalan Allah, yang ini menjadikan banyak laki-laki yang terbunuh sedangkan jumlah perempuan semakin banyak, padahal mereka membutuhkan suami untuk melindungi mereka. Maka dalam kondisi seperti ini poligami merupakan solusi terbaik.<br />Kesembilan: Kadang terjadi masalah besar antara suami-istri, yang menyebabkan terjadinya perceraian, kemudian sang suami menikah lagi dan setelah itu dia ingin kembali kepada istrinya yang pertama, maka dalam kondisi seperti ini poligami merupakan solusi terbaik.<br />Kesempatan seperti ini umumnya tidak didapatkan oleh istri yang suaminya tidak berpoligami.<br />Keduabelas: Dan termasuk hikmah agung poligami, semakin kuatnya ikatan cinta dan kasih sayang antara suami dengan istri-istrinya. Masih banyak hikmah dan faedah agung lainnya, yang tentu saja orang yang beriman kepada Allah dan kebenaran agama-Nya tidak ragu sedikitpun terhadap kesempurnaan hikmah-Nya dalam setiap ketentuan yang disyariatkan-Nya. Cukuplah sebagai hikmah yang paling agung dari semua itu adalah menunaikan perintah Allah Ta’ala dan mentaati-Nya dalam semua ketentuan hukum yang disyariatkan-Nya[17].<br />Arti Sikap “Adil” dalam Poligami<br />Allah Ta’ala memerintahkan kepada semua manusia untuk selalu bersikap adil dalam semua keadaan, baik yang berhubungan dengan hak-Nya maupun hak-hak sesama manusia, yaitu dengan mengikuti ketentuan syariat Allah Ta’ala dalam semua itu, karena Allah Ta’ala mensyariatkan agamanya di atas keadilan yang sempurna[18]. Allah Ta’ala berfirman,<br />“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Termasuk dalam hal ini, sikap “adil” dalam poligami, yaitu adil (tidak berat sebelah) dalam mencukupi kebutuhan para istri dalam hal makanan, pakaian, tempat tinggal dan bermalam bersama mereka[19]. Dan ini tidak berarti harus adil dalam segala sesuatu, sampai dalam hal yang sekecil-kecilnya[20], yang ini jelas di luar kemampuan manusia[21].<br />Sebab timbulnya kesalahpahaman dalam masalah ini, di antaranya karena hawa nafsu dan ketidakpahaman terhadap agama, termasuk kerancuan dalam memahami firman Allah Ta’ala[22],<br />“Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan kamu biarkan yang lain terkatung-katung” (QS an-Nisaa’:129).Imam asy-Syafi’i berkata, “Sebagian dari para ulama ahli tafsir (menjelaskan makna firman Allah Ta’ala): “Dan kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil diantara istri-istri(mu)…”, (artinya: berlaku adil) dalam perasaan yang ada dalam hati (rasa cinta dan kecenderungan hati), karena Allah Ta’ala mengampuni bagi hamba-hamaba-Nya terhadap apa yang terdapat dalam hati mereka. “…karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai)…” artinya: janganlah kamu memperturutkan keinginan hawa nafsumu dengan melakukan perbuatan (yang menyimpang dari syariat). Dan penafsiran ini sangat sesuai/tepat. Imam al-Bukhari membawakan firman Allah Ta’ala ini dalam bab: al-‘adlu bainan nisaa’ (bersikap adil di antara para istri)[24], dan Imam Ibnu Hajar menjelaskan makna ucapan imam al-Bukhari tersebut, beliau berkata, “Imam al-Bukhari mengisyaratkan dengan membawakan ayat tersebut bahwa (adil) yang dinafikan dalam ayat ini (adil yang tidak mampu dilakukan manusia) adalah adil di antara istri-istrinya dalam semua segi, dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam (yang shahih) menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan adil (dalam poligami) adalah menyamakan semua istri (dalam kebutuhan mereka) dengan (pemberian) yang layak bagi masing-masing dari mereka. Jika seorang suami telah menunaikan bagi masing-masing dari para istrinya (kebutuhan mereka yang berupa) pakaian, nafkah (biaya hidup) dan bermalam dengannya (secara layak), maka dia tidak berdosa dengan apa yang melebihi semua itu, berupa kecenderungan dalam hati, atau memberi hadiah (kepada salah satu dari mereka)…Imam at-Tirmidzi berkata, “Artinya: kecintaan dan kecenderungan (dalam hati)”, demikianlah penafsiran para ulama (ahli tafsir)…Imam al-Baihaqi meriwayatkan dari jalan ‘Ali bin Abi Thalhah, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma beliau berkata ketika menafsirkan ayat di atas, “Yaitu: kecintaan (dalam hati) dan jima’ (hubungan intim)…[25].<br />Imam al-Qurthubi berkata, “(Dalam ayat ini) Allah Ta’ala memberitakan ketidakmampuan (manusia) untuk bersikap adil di antara istri-istrinya, yaitu (menyamakan) dalam kecenderungan hati dalam cinta, berhubungan intim dan ketertarikan dalam hati. (Dalam ayat ini) Allah menerangkan keadaan manusia bahwa mereka secara (asal) penciptaan tidak mampu menguasai kecenderungan hati mereka kepada sebagian dari istri-istrinya melebihi yang lainnya. Oleh karena itulah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata (dalam doa beliau), “Ya Allah, inilah pembagianku (terhadap istri-istriku) yang aku mampu (lakukan), maka janganlah Engkau mencelaku dalam perkara yang Engkau miliki dan tidak aku miliki”[26]. Kemudian Allah melarang “karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai)”, Imam Mujahid berkata, “(Artinya): janganlah kamu sengaja berbuat buruk (aniaya terhadap istri-istrimu), akan tetapi tetaplah berlaku adil dalam pembagian (giliran) dan memberi nafkah (biaya hidup), karena ini termsuk perkara yang mampu (dilakukan manusia)”[27].<br />Kecemburuan dan Cara Mengatasinya<br />Cemburu adalah fitrah dan tabiat yang mesti ada dalam diri manusia, yang pada asalnya tidak tercela, selama tidak melampaui batas. Maka dalam hal ini, wajib bagi seorang muslim, terutama bagi seorang wanita muslimah yang dipoligami, untuk mengendalikan kecemburuannya. Allah Ta’ala berfirman,<br />“Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka benci kepada ketentuan (syariat) yang diturunkan Allah sehingga Allah membinasakan amal-amal mereka” (QS Muhammad:9).Demikian pula perlu diingatkan bagi kaum laki-laki untuk lebih bijaksana dalam menghadapi kecemburuan para wanita, karena hal ini juga terjadi pada diri wanita-wanita terbaik dalam Islam, yaitu para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadapi semua itu dengan sabar dan bijaksana, serta menyelesaikannya dengan cara yang baik[30].<br />Yang menjadi pedoman dalam hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh Jabir bin ‘Atik al-Anshari radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesunguhnya di antara sifat cemburu ada yang dicintai oleh Allah dan ada yang dibenci-Nya. Adapun kecemburuan yang dicintai-Nya adalah al-ghirah (kecemburuan) terhadap keburukan. Sedangkan kecemburuan yang dibenci-Nya adalah kecemburuan terhadap (perkara) yang bukan keburukan”[31].[32]<br />Sebab-sebab yang mendorong timbulnya kecemburuan yang tercela (karena melampaui batas) adalah:<br />- Lemahnya iman dan lalai dari mengingat Allah Ta’ala.<br />- Hati yang berpenyakit<br />- Ketidakadilan suami dalam memperlakukan dan menunaikan hak sebagian dari istri-istrinya.<br />- Rasa minder dan kurang pada diri seorang istri.<br />- Suami yang menyebutkan kelebihan dan kebaikan seorang istrinya di hadapan istrinya yang lain[33].<br />Adapun cara mengatasi kecemburuan ini adalah:<br />- Bertakwa kepada Allah Ta’ala.<br />- Mengingat dan memperhitungkan pahala yang besar bagi wanita yang bersabar dalam mengendalikan dan mengarahkan kecemburuannya sesuai dengan batasan-batasan yang dibolehkan dalam syariat.<br />- Menjauhi pergaulan yang buruk.<br />- Berdoa kepada Allah agar Dia menghilangkan kecemburuan tersebut[34].<br />Nasehat Bagi Yang Berpoligami dan Dipoligami[35]<br />1. Nasehat untuk suami yang berpoligami<br />- Bersikap adillah terhadap istri-istrimu dan hendaklah selalu bersikap adil dalam semua masalah, sampai pun dalam masalah yang tidak wajib hukumnya. Usahakanlah untuk selalu mendekatkan hati mereka, misalnya dengan menganjurkan istri untuk menyusui anak dari istri yang lain. Pahamkanlah kepada mereka bahwa mereka semua adalah saudara. - Sering-seringlah memuji dan menyebutkan kelebihan semua istri, dan tanamkanlah kepada mereka keyakinan bahwa tidak ada kecintaan dan kasih sayang yang (abadi) kecuali dengan mentaati Allah Ta’ala dan mencari keridhaan suami.<br />- Janganlah menceritakan ucapan salah seorang dari mereka kepada yang lain. Janganlah menceritakan sesuatu yang bersifat rahasia, karena rahasia itu akan cepat tersebar dan disampaikannya kepada istri yang lain, atau dia akan membanggakan diri bahwa dia mengetahui rahasia suami yang tidak diketahui istri-istri yang lain.<br />- Janganlah kamu memuji salah seorang dari mereka, baik dalam hal kecantikan, kepandaian memasak, atau akhlak, di hadapan istri yang lain. Karena ini semua akan merusak suasana dan menambah permusuhan serta kebencian di antara mereka, kecuali jika ada pertimbangan maslahat/kebaikan yang diharapkan.<br />- Janganlah kamu mendengarkan ucapan salah seorang dari mereka tentang istri yang lain, dan tegurlah/laranglah perbuatan tersebut, supaya mereka tidak terbiasa saling menejelek-jelekkan satu sama yang lain.<br />2. Nasehat untuk istri pertama<br />- Bertakwalah kepada Allah dan bersabarlah, dan ketahuilah bahwa sikap menentang dan tidak menerima akan membahayakan bagi agama dan kehidupanmu.<br />- Berikanlah perhatian besar kepada suamimu dan sering-seringlah memujinya, baik di hadapan atau di belakangnya, terutama di hadapan keluargamu atau teman-temanmu, karena ini termasuk hal yang bisa memperbaiki hati dan lisanmu, serta menyebabkan keridhaan suami padamu. Dengan itu kamu akan menjadi teladan yang baik bagi para wanita yang menentang dan mengingkari syariat poligami, atau mereka yang merasa disakiti ketika suaminya berpoligami.<br />- Janganlah kamu mendengarkan ucapan orang jahil yang punya niat buruk dan ingin menyulut permusuhan antara kamu dengan suamimu, atau dengan madumu. Janganlah kamu mudah menyimpulkan sesuatu yang kamu dengar sebelum kamu meneliti kebenaran berita tersebut.<br />- Janganlah kamu menanamkan kebencian dan permusuhan di hati anak-anakmu kepada istri-istri suamimu dan anak-anak mereka, karena mereka adalah saudara dan sandaran anak-anakmu. - Jangalah kamu merubah sikap dan perlakuanmu terhadap suamimu. 3. Nasehat untuk istri yang baru dinikahi<br />- Ketahuilah bahwa kerelaanmu dinikahi oleh seorang yang telah beristri adalah kebaikan yang besar dan menunjukkan kuatnya iman dan takwa dalam hatimu, insya Allah. Pahamilah ini semua dan harapkanlah ganjaran pahala dari Allah atas semua itu.<br />- Gunakanlah waktu luangmu ketika suamimu berada di rumah istrinya yang lain dengan membaca al-Qur’an, mendengarkan ceramah-ceramah agama yang bermanfaat, dan membaca buku-buku yang berfaedah, atau gunakanlah untuk membersihkan rumah dan merawat diri.<br />- Jadilah engkau sebagai da’i (penyeru) manusia ke jalan Allah Ta’ala dalam hukum-Nya yang mulia ini. Fahamkanlah mereka tentang hikmah-Nya yang agung dalam syariat poligami ini. Janganlah engkau menjadi penghalang bagi para wanita untuk menerima syariat poligami ini.<br />- Janganlah bersikap enggan untuk membantu/mengasuh istri-istri suami dan anak-anak mereka jika mereka membutuhkan pertolonganmu. Karena perbuatan baikmu kepada mereka bernilai pahala yang agung di sisi Allah dan menjadikan suami ridha kepadamu, serta akan menumbuhkan kasih sayang di antara kamu dan mereka.<br />- Janganlah kamu membeberkan kekurangan dan keburukan istri suami yang lain. Jangan pernah menceritakan kepada orang lain bahwa suami berpoligami karena tidak menyukai istrinya yang pertama, karena ini semua termasuk perangkap setan.<br />- Jangan kamu berusaha menyulut permusuhan antara suami dengan istrinya yang lain, agar dia semakin sayang padamu. Karena ini adalah perbuatan namiimah (mengadu domba) yang merupakan dosa besar. Berusahalah untuk selalu mengalah kepadanya, karena ini akan mendatangkan kebaikan yang besar bagi dirimu.<br />Demikianlah keterangan tentang poligami yang menunjukkan sempurnanya keadilan dan hikmah dari hukum-hukum Allah Ta’ala. Semoga ini semua menjadikan kita semakin yakin akan keindahan dan kebaikan agama Islam, karena ditetapkan oleh Allah Ta’ala yang Maha Sempurna semua sifat-sifatnya.<br /><br /><br />sumber:muslim.or.id<br /><br />My Keword:<br />bukti keadilan hukum allah<br />ceramah agama<br />keajaiban allah swt<br />definisi keadilan<br />definisi hukum<br />keajaiban ciptaan allah <br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-55361791702344890242010-02-02T02:21:00.000-08:002010-02-02T02:24:32.916-08:00Keutamaan Shalat IsyroqDari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />« مَنْ صَلَّى الْغَدَاةَ فِى جَمَاعَةٍ ثُمَّ قَعَدَ يَذْكُرُ اللَّهَ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ كَانَتْ لَهُ كَأَجْرِ حَجَّةٍ وَعُمْرَةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ تَامَّةٍ »<br />“Barangsiapa yang shalat subuh berjamaah, <span class="fullpost">kemudian dia duduk – dalam riwayat lain: dia menetap di mesjid[1] – untuk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian dia shalat dua rakaat, maka dia akan mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah, sempurna sempurna sempurna“[2].<br />Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan duduk menetap di tempat shalat, setelah shalat shubuh berjamaah, untuk berzikir kepada Allah sampai matahari terbit, kemudian melakukan shalat dua rakaat[3].<br />Faidah-faidah penting yang terkandung dalam hadits ini:<br />Shalat dua rakaat ini diistilahkan oleh para ulama[4] dengan shalat isyraq (terbitnya matahari), yang waktunya di awal waktu shalat dhuha[5].<br />Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “… sampai matahari terbit“, artinya: sampai matahari terbit dan agak naik setinggi satu tombak[6], yaitu sekitar 12-15 menit setelah matahari terbit[7], karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang shalat ketika matahari terbit, terbenam dan ketika lurus di tengah-tengah langit[8].<br />Keutamaan dalam hadits ini lebih dikuatkan dengan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri, dari Jabir bin Samurah radhiyallahu anhu: bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai melakukan shalat shubuh, beliau duduk (berzikir) di tempat beliau shalat sampai matahari terbit dan meninggi”[9].<br />Keutamaan dalam hadits ini adalah bagi orang yang berzikir kepada Allah di mesjid tempat dia shalat sampai matahari terbit, dan tidak berbicara atau melakukan hal-hal yang tidak termasuk zikir, kecuali kalau wudhunya batal, maka dia boleh keluar mesjid untuk berwudhu dan segera kembali ke mesjid[10].<br />Pengulangan kata “sempurna” dalam hadits ini adalah sebagai penguat dan penegas, dan bukan berarti mendapat tiga kali pahala haji dan umrah[11].<br />Makna “mendapatkan (pahala) seperti pahala haji dan umrah” adalah hanya dalam pahala dan balasan, dan bukan berarti orang yang telah melakukannya tidak wajib lagi untuk melaksanakan ibadah haji dan umrah jika dia mampu.<br /><br />sumber:muslim.or.id <br /><br />My Keword:<br />shalat fajar<br />hukum solat<br />sholat center<br />shalat tahajud<br />bacaan solat jenazah<br />imsakiyah<br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-25429751187163784242010-02-02T01:22:00.000-08:002010-02-02T01:29:42.676-08:00Tanda-Tanda Haji MabrurHikmah dan tujuan ini diistilahkan oleh para ulama dengan maqashid syari’ah, yaitu berbagai maslahat yang bisa diraih seorang hamba, baik di dunia maupun di akhirat.<br />Adapun maslahat akhirat, orang-orang shaleh ditunggu oleh kenikmatan tiada tara yang terangkum dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (hadits qudsi),<br />الَ اللَّه: أَعْدَدْتُ لِعِبَادِى الصَّالِحِينَ مَا لاَ عَيْنَ رَأَتْ ، وَلاَ أُذُنَ سَمِعَتْ ، وَلاَ خَطَرَ عَلَى قَلْبِ بَشَرٍ<br />“Allah berfirman (yang artinya): Telah Aku siapkan untuk hamba-hambaKu yang shaleh kenikmatan yang tidak pernah dilihat mata, tidak pernah didengar telinga, dan tidak pernah terdetik di hati manusia.” [1] Untuk haji secara khusus, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />والْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ<br />“Haji yang mabrur tidak lain<span class="fullpost"> pahalanya adalah surga.”[2] Adapun di dunia, banyak maslahat yang bisa diperoleh umat Islam dengan menjalankan ajaran agama mereka. Dan untuk ibadah haji khususnya, ada beberapa contoh yang bisa kita sebut; seperti menambah teman, bertemu dengan ulama dan keuntungan berdagang.<br />Di samping itu, Allah juga memberikan tanda-tanda diterimanya amal seseorang, sehingga ia bisa menyegerakan kebahagiaan di dunia sebelum akhirat dan agar ia semakin bersemangat untuk beramal.<br />Tidak Semua Orang Meraih Haji Mabrur<br />Setiap orang yang pergi berhaji mencita-citakan haji yang mabrur. Haji mabrur bukanlah sekedar haji yang sah. Mabrur berarti diterima oeh Allah, dan sah berarti menggugurkan kewajiban. Jadi, tidak semua yang hajinya sah terhitung sebagai haji mabrur. Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan, “Yang hajinya mabrur sedikit, tapi mungkin Allah memberikan karunia kepada jamaah haji yang tidak baik lantaran jamaah haji yang baik.” [3]<br />Tanda-Tanda Haji Mabrur<br />Nah, bagaimana mengetahui mabrurnya haji seseorang? Apa perbedaan antar haji yang mabrur dengan yang tidak mabrur? Tentunya yang menilai mabrur tidaknya haji seseorang adalah Allah semata. Kita tidak bisa memastikan bahwa haji seseorang adalah haji yang mabrur atau tidak. Para ulama menyebutkan ada tanda-tanda mabrurnya haji, berdasarkan keterangan al-Quran dan al-Hadits, namun itu tidak bisa memberikan kepastian mabrur tidaknya haji seseorang.<br />Di antara tanda-tanda haji mabrur yang telah disebutkan para ulama adalah:<br />Pertama: Harta yang dipakai untuk haji adalah harta yang halal,[4] karena Allah tidak menerima kecuali yang halal, sebagaimana ditegaskan oleh sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,<br />إِنَّ اللَّهَ طَيِّبٌ لاَ يَقْبَلُ إِلاَّ طَيِّبًا<br />“Sungguh Allah baik, tidak menerima kecuali yang baik. [5]Orang yang ingin hajinya mabrur harus memastikan bahwa seluruh harta yang ia pakai untuk haji adalah harta yang halal, terutama mereka yang selama mempersiapkan biaya pelaksanaan ibadah haji tidak lepas dari transaksi dengan bank. Jika tidak, maka haji mabrur bagi mereka hanyalah jauh panggang dari api. Jika anda haji dengan harta tak halal asalnya.<br />Maka anda tidak berhaji, yang berhaji hanya rombongan anda.<br />Allah tidak terima kecuali yang halal saja.<br />Tidak semua yang haji mabrur hajinya.<br />Kedua: Amalan-amalannya dilakukan dengan ikhlas dan baik, sesuai dengan tuntunan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam . Paling tidak, rukun-rukun dan kewajibannya harus dijalankan, dan semua larangan harus ditinggalkan. Jika terjadi kesalahan, maka hendaknya segera melakukan penebusnya yang telah ditentukan.<br />Di samping itu, haji yang mabrur juga memperhatikan keikhlasan hati, yang seiring dengan majunya zaman semakin sulit dijaga. Mari merenungkan perkataan Syuraih al-Qadhi, “Yang (benar-benar) berhaji sedikit, meski jamaah haji banyak. Alangkah banyak orang yang berbuat baik, tapi alangkah sedikit yang ikhlas karena Allah.” [7]<br />Pada zaman dahulu ada orang yang menjalankan ibadah haji dengan berjalan kaki setiap tahun. Suatu malam ia tidur di atas kasurnya, dan ibunya memintanya untuk mengambilkan air minum. Ia pun teringat perjalanan haji yang selalu ia lakukan dengan berjalan kaki tanpa merasa berat. Ia mawas diri dan berpikir bahwa pandangan dan pujian manusialah yang telah membuat perjalanan itu ringan. Sebaliknya saat menyendiri, memberikan air minum untuk orang paling berjasa pun terasa berat. Akhirnya, ia pun menyadari bahwa dirinya telah salah.[8]<br />Ibnu Rajab berkata, “Maka haji mabrur adalah yang terkumpul di dalamnya amalan-amalan baik, plus menghindari perbuatan-perbuatan dosa.[9]<br />Di antara amalan khusus yang disyariatkan untuk meraih haji mabrur adalah bersedekah dan berkata-kata baik selama haji. “Memberi makan dan berkata-kata baik.” [10]Keempat: Tidak berbuat maksiat selama ihram.<br />Maksiat dilarang dalam agama kita dalam semua kondisi. Dalam kondisi ihram, larangan tersebut menjadi lebih tegas, dan jika dilanggar, maka haji mabrur yang diimpikan akan lepas.<br />Di antara yang dilarang selama haji adalah rafats, fusuq dan jidal. Allah berfirman,<br /><br /><br /><br />الْحَجُّ أَشْهُرٌ مَعْلُومَاتٌ فَمَنْ فَرَضَ فِيهِنَّ الْحَجَّ فَلاَ رَفَثَ وَلاَ فُسُوقَ وَلاَ جِدَالَ فِي الْحَجِّ<br />“(Musim) haji adalah beberapa bulan yang diketahui, barang siapa yang menetapkan niatnya dalam bulan-bulan itu untuk mengerjakan haji, maka tidak boleh rafats, fusuq dan berbantah-bantahan selama mengerjakan haji.” [11]Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,<br />“Barang siapa yang haji dan ia tidak rafats dan tidak fusuq, ia akan kembali pada keadaannya saat dilahirkan ibunya.” [12]Rafats adalah semua bentuk kekejian dan perkara yang tidak berguna. Termasuk di dalamnya bersenggama, bercumbu atau membicarakannya, meskipun dengan pasangan sendiri selama ihram.<br />Fusuq adalah keluar dari ketaatan kepada Allah, apapun bentuknya. Dengan kata lain, segala bentuk maksiat adalah fusuq yang dimaksudkan dalam hadits di atas.<br />Ketiga hal ini dilarang selama ihram. Kelima: Setelah haji menjadi lebih baik<br />Salah satu tanda diterimanya amal seseorang di sisi Allah adalah diberikan taufik untuk melakukan kebaikan lagi setelah amalan tersebut. Ibadah haji adalah madrasah. Selama kurang lebih satu bulan para jamaah haji disibukkan oleh berbagai ibadah dan pendekatan diri kepada Allah. Di samping itu, mereka juga berkesempatan untuk mengambil ilmu agama yang murni dari para ulama tanah suci dan melihat praktik menjalankan agama yang benar.<br />Logikanya, setiap orang yang menjalankan ibadah haji akan pulang dari tanah suci dalam keadaan yang lebih baik. Namun yang terjadi tidak demikian, apalagi setelah tenggang waktu yang lama dari waktu berhaji. Banyak yang tidak terlihat lagi pengaruh baik haji pada dirinya.<br />Bertaubat setelah haji, berubah menjadi lebih baik, memiliki hati yang lebih lembut dan bersih, ilmu dan amal yang lebih mantap dan benar, kemudian istiqamah di atas kebaikan itu adalah salah satu tanda haji mabrur.<br />Orang yang hajinya mabrur menjadikan ibadah haji sebagai titik tolak untuk membuka lembaran baru dalam menggapai ridho Allah Ta’ala. Al-Hasan al-Bashri mengatakan, “Haji mabrur adalah pulang dalam keadaan zuhud terhadap dunia dan mencintai akhirat.”[15]Ibnu Hajar al-Haitami mengatakan, “Dikatakan bahwa tanda diterimanya haji adalah meninggalkan maksiat yang dahulu dilakukan, mengganti teman-teman yang buruk menjadi teman-teman yang baik, dan mengganti majlis kelalaian menjadi majlis dzikir dan kesadaran.” [17]<br />Sekali lagi, yang menilai mabrur tidaknya haji seseorang adalah Allah semata. Para ulama hanya menjelaskan tanda-tandanya sesuai dengan ilmu yang telah Allah berikan kepada mereka. Jika tanda-tanda ini ada dalam ibadah haji anda, maka hendaknya anda bersyukur atas taufik dari Allah. Anda boleh berharap ibadah anda diterima oleh Allah, dan teruslah berdoa agar ibadah anda benar-benar diterima. Adapun jika tanda-tanda itu tidak ada, maka anda harus mawas diri, istighfar dan memperbaiki amalan anda.<br /><br /><br />Sumber:muslim.or.id<br />My Keword:<br />manasik umroh<br />informasi haji<br />haji akbar<br />haji indonesia<br />perjalanan haji<br />umrah 2009<br />defini haji mabrur<br />arti haji mambrur<br />tanda-tanda haji mabrur<br />ibadah haji<br />mabrur<br />naik haji<br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-27919843696211782562010-02-02T01:07:00.000-08:002010-02-02T01:11:02.160-08:00Fitnah Dan PenanggulangannyaKami memujinya. Kami juga memohon ampunan dan bertaubat kepadaNya. Kami berlindung kepada Allah dari kejelekan jiwa kami dan keburukan amal perbuatan kami.<br />Barang siapa yang diberi hidayah oleh Allah maka tidak ada yang bisa menyesatkannya. Demikian pula, barang siapa yang Allah sesatkan maka tiada satupun yang bisa memberi hidayah kepadanya.<br />Aku bersaksi bahwa tiada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah semata tanpa ada sekutu bagiNya.<br />Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya.<br />Semoga Allah memuji dan memberi keselamatan untuknya, keluarganya dan seluruh shahabatnya.<br />Wahai hamba-hamba Allah yang merupakan orang-orang yang beriman bertakwalah kalian kepada Allah dan yakinilah bahwa takwa adalah asas kebahagiaan dan jalan keberuntungan di dunia dan di akherat.<br />وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (٢)<br />Yang artinya, “Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (QS ath Thalaq:2).<br />وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا (٤)<br />Yang artinya, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam semua urusannya.” Hasil akhir yang baik itu selalu berpihak kepada orang-orang yang bertakwa.<br />Ketahuilah bahwa berbagai perkara yang mengerikan dan berbagai peristiwa yang datang silih berganti menimpa manusia itu berfungsi untuk menyingkap watak asli manusia, mengetahui sifat manusia dan memperlihatkan klasifikasi manusia dalam ketaatan kepada-Nya. Di antaranya adalah sebagaimana yang Allah firmankan,<br />وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَعْبُدُ اللَّهَ عَلَى حَرْفٍ فَإِنْ أَصَابَهُ خَيْرٌ اطْمَأَنَّ بِهِ وَإِنْ أَصَابَتْهُ فِتْنَةٌ انْقَلَبَ عَلَى وَجْهِهِ خَسِرَ الدُّنْيَا وَالآخِرَةَ ذَلِكَ هُوَ الْخُسْرَانُ الْمُبِينُ (١١)<br />Yang artinya, “Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di pinggiran. Maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.” (QS al Hajj: 11).<br />Kelompok <span class="fullpost">kedua adalah orang yang menyembah Allah dengan dasar ilmu, pengetahuan, iman yang kokoh dan akidah yang bersih. Jika dia mendapatkan musibah maka dia bersabar dan sabar itu yang lebih baik baginya. Setelah itu dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk melakukan berbagai sarana dan cara yang dibenarkan oleh syariat untuk membebaskan diri dari masalah dan melindungi diri dari dampak negatif masalah tersebut.<br />Lain halnya, jika dia mendapatkan nikmat maka dia bersyukur maka itulah yang lebih baik baginya. Setelah itu dia pergunakan nikmat tersebut untuk mentaati Allah dan mendekatkan diri kepada-Nya. Sungguh berbahagia seorang yang memiliki sifat semacam ini.<br />Iman yang benar dan akidah yang lurus itu memiliki pengaruh yang besar dan peran yang sangat vital untuk membantu mengatasi dan menyikapi berbagai kejadian dan musibah serta ujian yang menimpa manusia. Hal itu dikarenakan seorang yang memiliki iman dan akidah yang benar mendapatkan berbagai prinsip dan kaedah penting dari agamanya. Dengan seizin Allah, kaedah tersebut membantu orang tadi untuk bisa tetap tegar menghadapi bencana dan memiliki sikap yang tepat yang bertitik tolak dari akidah yang benar dan keimanan kepada Allah.<br />Dalam kesempatan kali ini akan kami sebutkan prinsip dan kaedah tersebut dalam rangka saling mengingatkan akan adanya prinsip-prinsip tersebut. Oleh karena itu Dia memiliki hak penuh untuk mengatur makhluk ciptaan-Nya sebagaimana yang Dia kehendaki. Dia putuskan apa yang Dia inginkan tanpa yang bisa memprotes dan menolak ketetapan-Nya. Apa yang Allah kehendaki itulah yang terjadi dan apa yang tidak Allah kehendaki tentu tidak akan terjadi. Tiada daya dan kekuatan kecuali dengan Allah, zat yang maha tinggi dan maha agung. Allah berfirman<br />لِلَّهِ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَمَا فِيهِنَّ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ (١٢٠ )<br />Yang artinya, “Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi dan apa yang ada di dalamnya. Dan Dia maha kuasa atas segala sesuatu” (QS al Maidah:120).<br />Kedua, seorang mukmin yakin bahwa Allah telah memberikan jaminan untuk membela orang-orang yang beriman, menjaga agama ini, memuliakan pemeluknya dan meninggikan agama-Nya<br />وَكَانَ حَقًّا عَلَيْنَا نَصْرُ الْمُؤْمِنِينَ (٤٧)<br />Yang artinya, “Dan Kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman” (QS ar Ruum:47).<br />يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ تَنْصُرُوا اللَّهَ يَنْصُرْكُمْ وَيُثَبِّتْ أَقْدَامَكُمْ (٧)<br />Yang artinya, “Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu” (QS Muhammad:7).<br />Agar mendapatkan pertolongan Allah kita harus menolong agama-Nya. Kita harus bisa menundukkan jiwa dan nafsu kita sendiri. Kita harus bisa menundukkan dunia dan gemerlapnya. Kita harus beriman dan percaya kepada Allah serta memiliki hubungan yang baik dengan Allah. Kita harus rutin melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.<br />Kita harus berhasil mengalahkan jiwa dan nafsu syahwat kita sendiri. Kita harus berhasil mengalahkan godaan dunia dan glamournya dengan secara tulus memberikan perhatian hati kepada Allah, menerapkan aturan-aturan-Nya pada diri kita, rutin mentaati-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya.<br />Siapa yang beriman dan mentaati Allah maka Allah pasti akan menjaganya, membelanya, meneguhkan dan menjaganya dari segala bentuk keburukan.<br />Ketiga, sesungguhnya Allah berjanji untuk tidak menolong orang-orang kafir, menghancurkan dan menjadikan mereka sebagai materi pelajaran bagi orang-orang yang mau mengambil pelajaran. Allah memberi tempo kepada orang yang zalim namun Allah itu sama sekali tidak akan membiarkan orang yang zalim. Jika Allah menyiksa orang yang zalim maka Dia akan menyiksanya dengan tiba-tiba.<br />Sesungguhnya azab-Nya itu adalah sangat pedih lagi keras” (QS Huud:102).<br />Keempat, seorang mukmin itu yakin dengan seyakin-yakinnya tanpa ada keraguan sedikitpun bahwa seorang itu tidak akan mati sampai ajalnya tiba dan jatah rezekinya habis.<br />Maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaatpun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (QS al A’raf:34).<br />Waktu hidup itu telah ditakdirkan dan terbatas. Jika seorang mukmin menyadari hal tersebut maka dia akan selalu bersiap-siap untuk mati yang merupakan awal perjumpaan dengan Allah. Seorang mukmin itu tidak akan tergoda dengan dunia bahkan dia yakin bahwa dunia itu fana dan akan meninggalkannya. Kelima, karena demikian percaya dan bertawakal kepada Allah, seorang mukmin tidak akan terpengaruh dan merasa takut dengan berbagai propaganda. Bahkan seorang mukmin itu jika ditakut-takuti dengan berbagai sesembahan selain Allah maka dia akan semakin beriman, percaya dan yakin kepada Allah sebagaimana para sahabat.<br />الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ (١٧٣)فَانْقَلَبُوا بِنِعْمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَفَضْلٍ لَمْ يَمْسَسْهُمْ سُوءٌ وَاتَّبَعُوا رِضْوَانَ اللَّهِ وَاللَّهُ ذُو فَضْلٍ عَظِيمٍ (١٧٤ )<br />Yang artinya, “(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia[yaitu orang-orang Quraisy] telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung”. Maka mereka kembali dengan nikmat dan karunia (yang besar) dari Allah, mereka tidak mendapat bencana apa-apa, mereka mengikuti keridhaan Allah. Dan Allah mempunyai karunia yang besar (QS Ali Imran:173-174).<br />Diriwayatkan oleh Bukhari dalam Sahihnya dari Abdullah bin Abbas, “Ucapan hasbunallah wani’mal wakil adalah ucapan Ibrahim, kekasih Allah ketika akan dilemparkan ke dalam api dan ucapan Muhammad ketika ada orang yang berkata kepada beliau, “Sesungguhnya manusia[yaitu orang-orang Quraisy] telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong Kami dan Allah adalah sebaik-baik pelindung” [QS Ali Imran:173].<br />Keenam, seorang mukmin itu selalu bertawakal dan menyandarkan hatinya kepada Allah. Dia serahkan semua urusannya kepada Allah<br />وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ (٣)<br />Yang artinya, “Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” (QS ath Thalaq:3).<br />وَعَلَى اللَّهِ فَتَوَكَّلُوا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (٢٣)<br />Yang artinya, “Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman” (QS al Maidah:23).<br />Barang siapa yang bertawakal dan menyandarkan hatinya kepada Allah maka Allah akan menjaganya dan melindunginya dari segala keburukan serta segala fitnah meski demikian besar dan demikian hebat.<br />Dalam sebuah hadits yang hsahih disebutkan ada seorang yang mengambil pedang Nabi saat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sedang tidur beristirahat dalam sebuah perjalanan. Dengan penuh keteguhan hati dan kekuatan iman, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan, “Allah”.<br />Tiba-tiba pedang tersebut jatuh dari tangan orang tersebut yang segera diambil oleh Nabi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas balik berkata, “Siapa yang akan melindungimu dariku?”.<br />Siapa saja yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan menjaga dan melindunginya dari berbagai mara bahaya.<br />Akan tetapi tawakal harus diiringi dengan melakukan usaha dengan benar dan berbagai sarana yang diperbolehkan oleh syariat. Itulah berbagai sarana yang diajarkan oleh syariat Allah agar terjaga dari fitnah dan terhindar dari berbagai keburukan. Usaha yang paling penting adalah menjaga ‘Allah’ dengan berkomitmen untuk mentaati-Nya, menjauhi larangan-Nya dan mentaati segala perintah-Nya.<br />Ketujuh, seorang muslim itu akan menjauhi segala penyebab timbulnya fitnah dan segala faktor pemicu terjadinya perpecahan serta demikian semangat untuk menjaga persatuan kaum muslimin, kesatuan hati mereka dan utuhnya barisan mereka untuk mentaati Allah dan mengikuti berbagai perintah-Nya.<br />Di antara doa ma’tsur ada yang bunyinya, “Ya Allah, perbaikilah hubungan di antara kami, satukanlah hati kami dan tunjukkanlah kepada kami jalan-jalan keselamatan”.<br />Seorang mukmin yang memiliki iman yang benar tentu sangat antusias untuk menjaga persatuan di antara saudara-saudaranya sesama orang yang beriman dan menjauhi sejauh-jauhnya berbagai perkara yang menyebabkan timbulnya perpecahan, percekcokan, perbedaan dan hilangnya satu kata diantara orang-orang yang beriman.<br />Kedelapan, tidak menyebarkan semua berita yang didengar, terlebih berita yang bisa menimbulkan kekhawatiran atau rasa aman di tengah-tengah masyarat.<br />Sebagian orang ketika timbul fitnah (baca: kerusuhan dan perbedaan pendapat) sangat bersemangat untuk menyebarkan berita apa pun keadaannya dan menyampaikannya sebagaimana yang dia dengar tanpa mengecek berita yang benar dan berita yang salah. Demikian juga tanpa mempertimbangkan dampak yang timbul jika berita tersebut disebarluaskan.<br />Ada beberapa langkah yang harus dilakukan menyikapi adanya suatu berita.<br />Dan kalau mereka menyerahkannya kepada Rasul dan ulil amri di antara mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka (Rasul dan ulil amri). Berdasarkan ayat ini maka jika kita mendapatkan berita yang bisa menimbulkan keresehan atau rasa aman di tengah masyarakat maka kita berkewajiban untuk tidak tergesa-gesa menyebarluaskannya di tengah masyarakat. Kita memiliki kewajiban untuk mengembalikannya kepada rasul yaitu kepada sunah rasul dan mengembalikannya kepada ulil amri yaitu para ulama yang memiliki ilmu, pengetahuan dan pemahaman yang mendalam. Jika tidak maka para ulama akan melarang kita untuk memupublikasikannya supaya kita tidak menanggung beban tanggung jawabnya yang berupa menyakiti banyak pihak karena tersebarnya berita tersebut.<br />Oleh karena itu terdapat riwayat shahih dari amirul mukminin Ali bin Abi Thalib, beliau mengatakan, “Janganlah kalian menjadi orang-orang yang ‘ujulan, madzaayi’ dan budzron. Sesungguhnya di belakang kalian terdapat bencana yang menyakitkan”.<br />Yang dimaksud dengan ‘ujulan adalah orang yang suka tergesa-gesa dalam berbagai perkara dan tidak mau bersikap tenang.<br />Sedangkan madzayi’ adalah orang yang suka dan bersemangat besar untuk menyebarkan berita apapun kondisinya.<br />Adapun budzron adalah orang yang menebar perpecahan dan berbagai sebab perpecahan dan konflik di tengah-tengah masyarakat.<br />Kesembilan, urgensi berkonsultasi dengan para ulama yang mendalam ilmunya dengan bertanya kepada mereka, sejalan dengan perkataan mereka, memperhatikan wejangan-wejangan mereka dan tidak menentang mereka. Tidak semua orang boleh berbicara tentang masalah agama karena hal itu adalah kewenangan para ulama yang mendalam ilmunya dan benar-benar memahami agama. Merekalah orang-orang yang mengetahui hukum halal dan haram serta mengusai hukum-hukum agama secara umum. Merekalah orang-orang yang menetapkan hukum berdasarkan firman Allah dan sabda rasul-Nya.<br />Orang yang paling berani dalam memberi fatwa adalah orang yang paling berani untuk masuk neraka.<br />Karenanya pada saat terjadi fitnah (baca: perselisihan paham yang sengit) kita berkewajiban untuk berkonsultasi dengan para ulama, mengambil manfaat dari ilmu mereka dan sejalan dengan perkataan mereka serta tidak berani berbicara dalam bidang yang tidak dikuasai.<br />Diantara tanda baik keislaman seseorang adalah meninggalkan hal-hal yang tidak berguna dan tidak membicarakan bidang yang tidak dikuasai dengan baik. Dalam sebuah hadits disebutkan, “Siapa yang mengarahkan orang lain pada perkara yang tidak benar maka dosanya itu ditanggung oleh yang mengarahkan”.<br />Kesepuluh, seorang mukmin itu menyakini bahwa Allah itu dekat dengan hamba-hamba-Nya, mendengar seruan dan mengabulkan doa mereka, menolong orang yang kesusahan dan menghilangkan kesulitan.<br />أَمَّنْ يُجِيبُ الْمُضْطَرَّ إِذَا دَعَاهُ وَيَكْشِفُ السُّوءَ وَيَجْعَلُكُمْ خُلَفَاءَ الأرْضِ أَإِلَهٌ مَعَ اللَّهِ قَلِيلا مَا تَذَكَّرُونَ (٦٢)<br />Yang artinya, “Atau siapakah yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kamu (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah disamping Allah ada tuhan (yang lain)? Seorang mukmin itu yakin bahwa Allah itu dekat dengan-Nya, mendengar doanya, akan mewujudkan harapannya dan memberikan permintaannya. Oleh sebab itu seorang muslim sering mengadu kepada Allah dengan penuh ketulusan dan dengan berulang kali agar kaum muslimin dijauhkan dan dipalingkan dari berbagai fitnah. Serta berdoa agar Allah memberikan untuk negeri kaum muslimin rasa aman, keimanan, keselamatan dan keislaman serta terjaga dari berbagai keburukan dan bencana. Doa adalah kunci segala kebaikan di dunia dan di akherat.<br />Kami memohon kepada Allah dengan nama-nama-Nya yang indah dan sifat-sifat-Nya yang luhur agar Allah meneguhkan hati kita semua untuk selalu mentaatiNya, melindungi kita semua dari berbagai fitnah yang yang nampak ataupun yang tersembunyi, menjaga agama, keamanan dan keimanan kita. Semoga Allah tidak memasrahkan kita kecuali hanya kepada-Nya dan melindungi kita dari berbagai mara bahaya yang ditimbulkan oleh musuh.<br />Ya Allah, kami menjadikan-Mu di leher-leher mereka dan kami memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan mereka.<br />Terdapat suatu hadits dalam Sunan Abu Daud bahwa Nabi jika merasa takut dengan sekelompok orang maka beliau akan berdoa, “Ya Allah, kami menjadikan-Mu di leher-leher mereka dan kami memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan mereka”.<br />Yang bisa kami sampaikan adalah apa yang telah kalian dengar. Aku memohon ampunan untukku dan kalian serta seluruh kaum muslimin dari seluruh dosa.<br />Segala puji itu milik Allah. Dialah dzat yang memiliki kebaikan yang sangat besar dan anugrah serta kedermawanan yang sangat luas.<br />Aku juga bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya. Semoga Allah menyanjung dan memberi keselamatan untuknya, keluarganya dan semua shahabatnya.<br />Wahai hamba-hamba Allah, bertakwalah kalian kepada Allah. Siapa saja yang bertakwa kepada Allah maka Allah akan melindunginya dan membimbingnya untuk melakukan yang terbaik dalam masalah agama dan dalam masalah dunia.<br />Ketahuilah bahwa takwa adalah asas keselamatan dalam menghadapi berbagai fitnah, jalan kebahagiaan dan keberuntungan di dunia dan akherat.<br />Thalq mengatakan, “Lindungilah diri kalian dari fitnah ini dengan bertakwa kepada Allah”.<br />Mereka bertanya, “Tolong jelaskan kepada kami apa itu takwa!”.<br />Beliau mengatakan, “Bertakwa kepada Allah adalah menjalankan ketaatan kepada Allah dengan dasar iman kepada Allah karena mengharap pahala dari Allah serta meninggalkan berbagai bentuk maksiat kepada Allah dengan dasar iman kepada Allah karena merasa takut dengan siksa-Nya”.<br />Betapa banyak manfaat takwa bagi pemiliknya di dunia dan di akherat.<br />Hendaknya kita hadapi berbagai fitnah dengan bertakwa kepada Allah. Caranya kita berkomitmen untuk mentaati-Nya, rutin beribadah kepada-Nya dan kita jauhi berbagai kemaksiatan agar dijaga, dibantu dan ditolong oleh Allah.<br />Moga Allah menjadikan kita semua sebagai bagian dari orang-orang yang bertakwa dan melindungi kita semua dari segala keburukan dan mala petaka. Sungguh Dia adalah maha mendengar dan maha mengabulkan doa.<br />Hendaknya kalian mengucapkan sholawat dan salam untuk Muhammad bin Abdillah sebagaimana yang Allah perintahkan dalam kitab-Nya<br />إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا<br />Yang artinya, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya” (QS al Ahzab:56).<br />Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barang siapa yang bershalawat untukku sekali maka Allah akan bershalawat untuknya sebanyak sepuluh kali”.<br />Ya Allah, berikanlah shalawatMu untuk Muhammad dan untuk keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi shalawat untuk Ibrahim dan untuk keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau itu maha terpuji dan maha agung. Berilah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi berkah untuk Ibrahim dan untuk keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau itu maha terpuji dan maha agung.<br />Ya Allah berikan ridhoMu untuk empat khulafaur rasyidin yang mendapatkan hidayah yaitu Abu Bakr, Umar, Utsman dan Ali. Demikian pula ya Allah berikanlah ridhoMu untuk semua shahabat dan tabiin serta semua orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari Kiamat nanti. Demikian juga berikanlah ridhoMu untuk kami dengan anugrah, kemurahan dan kebaikanMu, wahai zat yang maha pemurah.<br />Ya Allah muliakanlah Islam dan kaum muslimin.<br />Ya Allah muliakanlah Islam dan kaum muslimin.<br />Ya Allah muliakanlah Islam dan kaum muslimin dan hinakanlah kemusyrikan dan para pelakunya, hancurkanlah para musuh agama dan lindungilah daerah kaum muslimin wahai pemilik semesta alam.<br />Ya Allah, tolonglah orang yang menolong agama-Mu.<br />Ya Allah, tolonglah orang yang menolong agama-Mu.<br />Ya Allah, tolonglah orang yang menolong agama-Mu.<br />Ya Allah tolonglah saudara-saudara kami, kaum musliman yang berjihad di jalan-Mu yang berada di semua tempat.<br />Ya Allah, tolonglah mereka dengan pertolongan yang kuat.<br />Ya Allah kuatkanlah mereka dengan bantuan-Mu dan jagalah mereka dengan penjagaan-Mu, lindungilah mereka dengan perlindungan dan perhatian-Mu, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.<br />Ya Allah bereskanlah musuh-musuh agama karena mereka tidak akan mampu mengalahkan-Mu.<br />Ya Allah, buatlah hati mereka berselisih dan cerai beraikan persatuan di antara mereka dan timbulkanlah rasa takut di hati mereka, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.<br />Ya Allah, kami menjadikan-Mu di leher-leher mereka dan kami memohon perlindungan kepada-Mu dari keburukan mereka.<br />Ya Allah, berikanlah rasa aman untuk kami di negeri kami sendiri dan perbaikilah para penguasa dan pemimpin kami.<br />Ya Allah, jadikanlah pemimpin kami adalah orang yang merasa takut dan bertakwa kepada-Mu serta mengikuti ridho-Mu wahai pemilik alam semesta.<br />Ya Allah, berilah taufik kepada penguasa kami untuk melakukan apa yang Kau cintai dan Kau ridhoi, bantulah mereka untuk melakukan kebaikan dan ketakwaan, bimbinglah perkataan dan tindak tanduk mereka, berilah mereka kesehatan badan dan afiat, berikanlah untuk mereka para pembisik yang baik dan yang menghendaki kebaikan untuknya, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.<br />Ya Allah berikan taufik-Mu kepada semua penguasa kaum muslimin agar mengamalkan kitab-Mu dan mengikuti sunah Nabi-Mu, Muhammad – shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan jadikanlah mereka wujud kasih sayang-Mu untuk hamba-hamba-Mu yang beriman.<br />Ya Allah, berilah mereka pemikiran yang benar dan perkataan yang tepat yang bermanfaat untuk Islam dan kaum muslimin, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.<br />Ya Allah, berikanlah kepada jiwa kami ketakwaan. Engkau adalah sebaik-baik yang mensucikan jiwa karena Engkau adalah zat yang mengatur jiwa manusia.<br />Ya Allah, perbaikilah agama kami yang merupakan pegangan hidup kami. Perbaikilah dunia kami karena di sanalah kami hidup. Perbaikilah akherat kami karena ke sanalah kami akan kembali. Jadikanlah hidup kami di dunia ini sebagai tambahan kebaikan untuk kami dan jadikanlah kematian sebagai sarana istirahat kami dari berbagai keburukan.<br />Ya Allah perbaikilah hubungan di antara kami, satukanlah hati kami dan tunjukilah kami jalan-jalan menuju keselamatan, keluarkanlah kami dari kegelapan menuju cahaya.<br />Berkahilah pendengaran kami, penglihatan kami, istri-istri kami, harta kami, anak keturunan kami dan jadikanlah kami orang-orang yang diberkahi dimana saja kami berada.<br />Ya Allah, ampunilah seluruh dosa kami baik yang kecil apalagi yang besar, yang dahulu ataupun belakangan, yang dilakukan dengan sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.<br />Ya Allah, ampunilah apa yang telah kami lakukan dan apa yang belum kami lakukan, apa yang kami lakukan dengan sembunyi-sembunyi maupun yang kami lakukan dengan terang-terangan dan dosa yang Engkau lebih tahu dari pada kami. Engkaulah yang memajukan dan Engkaulah yang mengundurkan. Tiada sesembahan yang pantas disembah melainkan diri-Mu.<br />Ya Allah, ampunilah dosa orang yang punya dosa di antara kaum muslimin, terimalah taubat dari orang-orang yang bertaubat.<br />Ya Allah hilangkanlah kesusahan orang yang susah dan penderitaan orang-orang yang menderita, lunasilah hutang dari orang-orang yang berhutang serta sembuhkanlah orang-orang yang sakit di antara kami dan semua kaum muslimin yang sakit.<br />Ya Allah kami memohon kepada-Mu hidayah, ketakwaan, terjaganya kehormatan dan kecukupan rizki.<br />Ya Allah, kami memohon kepada-Mu hidayah dan tindak tanduk yang benar.<br />Ya Allah, kami memohon perlindungan dengan ridho-Mu dari murka-Mu, dengan maaf-Mu dari hukuman-Mu, dengan-Mu dari-Mu. Kami tidak mampu menyanjung-Mu sebagaimana sanjungan yang Kau berikan untuk diri-Mu sendiri.<br />Ya Allah sesungguhnya kami memohon ampun kepadaMu. Sungguh Engkau adalah maha pengampun. Oleh karena itu turunkanlah hujan yang deras kepada kami.<br />Ya Allah turunkan hujan untuk kami, turunkan hujan untuk kami, turunkan hujan untuk kami.<br />Ya turunkanlah hujan yang manfaat, berlimpah dan penuh kebaikan kepada kami. Janganlah Kau turunkan hujan yang membahayakan kami baik di masa sekarang ataupun di masa yang akan datang.<br />Ya Allah suburkan hati kami dengan iman dan suburkanlah negeri kami dengan hujan.<br />Ya Allah turunkan hujan untuk kami dan janganlah Kau jadikan kami sebagai orang-orang yang berputus asa.<br />Ya Allah turunkan hujan untuk kami dan janganlah Kau jadikan kami sebagai orang-orang yang berputus asa.<br />Ya Allah, janganlah Kau hukum kami disebabkan perbuatan orang-orang yang usil di antara kami.<br />Ya Allah, kabulkanlah doa kami, wujudkanlah harapan kami dan berikanlah apa yang menjadi permintaan kami, wahai zat yang memiliki keagungan dan kemuliaan.<br />Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku. Maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran” (QS al Baqarah:186).<br />Ya Allah, kami telah beriman dan kami telah memenuhi perintah-Mu.<br />Ya Allah turunkan hujan untuk kami, turunkan hujan untuk kami, turunkan hujan untuk kami.<br />Ya Allah berilah kenikmatan dari kami, janganlah Kau cegah kami dari kenikmatan, tambahilah nikmat untuk kami dan janganlah Kau kurangi, utamakanlah kami dan janganlah Kau utamakan orang lain dari pada kami.<br />Moga Allah memuji, memberi keselamatan, keberkahan dan nikmat untuk hamba Allah dan utusanNya yaitu nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh shahabatnya.<br /><br />sumber:muslim.or.id<br /><br />My Keword:<br />hadist tentang fitnah<br />arti fitnah<br />definisi pendidikan<br />definisi ilmu<br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-65916260920610118812010-02-02T01:00:00.000-08:002010-02-02T01:06:05.504-08:00Bagai Mana Beriman Kepada Kitab AllahIman kepada kitab-kitab Allah merupakan salah satu rukun iman yang wajib diimani oleh setiap muslim. Bagaimana beriman kepada kitab Allah? Semoga Allah ‘Azza wa Jalla menunjukkan kepada kita aqidah yang lurus.<br />Urgensi Iman kepada Kitab Allah<br />Iman kepada kitab yang Allah turunkan merupakan salah satu ushul (landasan) iman dan merupakan rukun iman yang enam. Iman yang dimaksud adalah pembenaran yang disertai keyakinan bahw<span class="fullpost">a kitab-kitab Allah haq dan benar. Kitab-kitab tersebut merupakan kalam Allah ‘Azza wa jalla yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya kepada umat yang turun kepadanya kitab tersebut. Diturunkanya kitab merupakan di antara bentuk kasih sayang Allah kepada hambanya karena besarnya kebutuhan hamba terhadap kitab Allah. Akal manusia terbatas, tidak bisa meliputi rincian hal-hal yang dapat memberikan manfaat dan menimbulkan madharat bagi dirinya.<br />Cakupan Iman Kepada Kitab Allah<br />Iman kepada kitab Allah harus mencakup empat perkara :<br />Pertama: Mengimani bahwa turunnya kitab-kitab Allah benar-benar dari sisi Allah Ta’ala.<br />Kedua: Mengimani nama-nama kitab yang kita ketahui namanya seeprti Al Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa ‘alaihis salaam, Injil yang diturunkan kepada Nabi ‘Isa ‘alaihis salaam, dan Zabur yang diturunkan kepada Nabi Dawud ‘alaihis salaam. Sedangkan yang tidak kita ketahui namanya, kita mengimaninya secara global.<br />Ketiga: Membenarkan berita-beritanya yang benar, seperti berita mengenai Al Quran, dan berita-berita lain yang tidak diganti atau diubah dari iktab-kitab terdahulu sebelum Al Quran.<br />(Syarh Ushuulil Iman, hal 30)<br />Kitab-Kitab Sebelum Al Quran Telah Dimansukh (Dihapus)<br />Seluruh kitab-kitab terdahulu telah termansukhkan (terhapus) oleh Al Quran Al ‘Adziim. Allah Ta’ala berfirman,<br />وَأَنزَلْنَآإِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِّمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ …{48}<br />“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai muhaimin terhadap kitab-kitab yang lain itu…” (QS. Al Maidah: 48). Maksud “muhaimin” adalah Al Quran sebagai haakim (yang memutuskan benar atau tidaknya, ed) apa yang terdapat dalam kitab-kitab terdahulu. Berdasarkan hal ini, maka tidak dibolehkan mengamalkan hukum apapun dari hukum-hukum kitab terdahulu, kecuali yang benar dan diakui oleh Al Quran. (Syarh Ushuulil Iman, hal 30-31)Kitab-kitab terdahulu semuanya mansukh (dihapus) dengan turunnya Al Quran Al ‘Adziim yang telah Allah jamin keasliannya. Dan sebagai konsekuensinya, tidak boleh berhukum dengan selain Al Quran dalam kondidi apapun. Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah ,<br />…فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَىْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلأَخِرِ ذَلِكَ خَيْرُُ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلاً {59}<br />“…Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. (Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul, hal 33)<br />Setiap Rasul Memiliki Kitab<br />Setiap Rasul memiliki kitab. “<br />لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِالْبَيِّنَاتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ الْكِتَابَ وَالْمِيزَانَ … {25}<br />Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al Kitab dan neraca (keadilan)…” (QS. Al Hadiid: 25)<br />Ayat ini menjadi dalil bahwa setiap rasul memiliki kitab, namun kita tidak mengetahui seluruh kitab. Kita hanya mengetahuii sebagiannya, seperti shuhuf Ibrahim dan Musa, Taurat, Zabur, Injil, dan Al Quran. Kita mengimani setiap kitab yang diturunkan kepada para rasul. Jika kita tidak mengetahuinya, maka kewajiban kita adalah beriman secara global. (Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah, hal 40)<br />Sikap Manusia Terhadap Kitab yang Allah Turunkan<br />Manusia terbagi menjadi tiga golongan dalam menyikapi kitab samawi yang Allah turunkan:<br />Golongan pertama: Orang-orang yang mendustakan semuanya. Mereka adalah musuh-musuh para rasul dari kalangan orang kafir, orang musyrik, dan ahli filsafat.<br />Golongan kedua: Orang-orang mukmin yang beriman terhadap seluruh rasul dan kitab yang diturunkan kepada mereka. Sebagaimana Allah firmankan,<br />ءَامَنَ الرَّسُولُ بِمَآأُنزِلَ إِلَيْهِ مِن رَّبِّهِ وَالْمُؤْمِنُونَ كُلٌّ ءَامَنَ بِاللهِ وَمَلاَئِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ … {285}<br />“Rasul telah beriman kepada Al Qur’an yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya dan rasul-rasul-Nya…” (QS. Al Baqoroh: 285).<br />Golongan ketiga: Orang-orang Yahudi dan Nashrani serta yang mengikuti jalan mereka. Mereka mengatakan,<br />… نُؤْمِنُ بِمَآ أُنزِلَ عَلَيْنَا وَيَكْفُرُونَ بِمَا وَرَآءَهُ وَهُوَ الْحَقُّ مُصَدِّقًا لِّمَا مَعَهُمْ … {91}<br />“…Kami hanya beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami”. Dan mereka kafir kepada Al Qur’an yang diturunkan sesudahnya, sedang Al Qur’an itu adalah (Kitab) yang hak. yang membenarkan apa yang ada pada mereka,,,” (QS. Al Baqoroh: 91).<br />Mereka beriman terhadap sebagian kitab, namun kufur dengan sebagian yang lain. Allah berfirman tentang mereka,<br />Apakah kamu beriman kepada sebahagian Al Kitab (Taurat) dan ingkar terhadap sebahagian yang lain? Tiadalah balasan bagi orang yang berbuat demikian daripadamu, melainkan kenistaan dalam kehidupan dunia, dan pada hari kiamat mereka dikembalikan kepada siksa yang sangat berat. Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat” (QS. Al Baqoroh:85).<br />Tidak ragu lagi bahwa beriman dengan sebagian kitab dan kufur dengan sebagian yang lain sama saja dengan kufur terhadap semuanya. Karena keimanan harus mencakup dengan seluruh kitab samawi dan seluruh para rasul, tidak memebdakan dan menyelisihi sebagiannya. Allah Ta’ala mencela orang-orang yang membedakan dan menyelisihi kitab, sebagaimana firman-Nya,<br />… وَإِنَّ الَّذِينَ اخْتَلَفُوا فِي الْكِتَابِ لَفِي شِقَاقٍ بَعِيدٍ {176}<br />“…dan sesungguhnya orang-orang yang berselisih tentang (kebenaran) Al Kitab itu, benar-benar dalam penyimpangan yang jauh (dari kebenaran)” (QS. Al Baqoroh:176). (Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad, hal 143-144)<br />Mengimani Al Quran dengan Benar<br />Termasuk keimanan kepada kitab Allah adalah beriman kterhadap Al Quran yang diturunkan kepada Nabi Terakhir, Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam. Keimanan terhadap Al Quran yang benar sebagaimana diungkapakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah di dalam kitab beliau al ‘Aqidah al Washitiyah. Beliau mengatakan, “ Termasuk keimanan kepada Allah dan kitab-kitab-Nya yaitu beriman bahwa Al Quran merupakan kalam Allah yang diturunkan dan bukan makhluk. Al Quran berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Alllah Ta’ala berbicara secara hakiki. Dan sesungguhnya Al Quran yang diturunkan kepada Muhammad merupakan kalam Allah yang hakiki dan bukan kalam selain-Nya. Tidak boleh memutlakkan perkataan bahwa Al Quran merupakan hikayat dari kalam Allah atau merupakan ungkapan (ibaroh) dari kalam Allah. Bahkan jika manusia membacanya dan menulisnya dalam mushaf bukan berarti menafikan bahwa Al Quran merupakan kalam Allah yang hakiki. Karena kalam hanya disandarkan secara hakiki pada yang pertama kali mengucapkannya bukan kepada yang menyampaikannya kemudian. Al Quran merupakan kalam Allah baik huruf dan maknanya, bukan hanya huruf tanpa makna atau makna tanpa huruf.” (matan al ‘Aqidah al Washitiyah)<br />Faedah Iman Kepada Kitab Allah<br />Iman kepada kitab-kitab Allah akan membuahkan faedah yang agung, di antaranya :<br />Pertama: Mengetahui perhatian Allah terhadap para hambanya dengan menurunkan kitab kepada setiap kaum sebagai petunjuk bagi mereka.<br />Kedua: Mengetahui hikmah Allah Ta’ala mengenai syariat-syariat-Nya, di mana Allah telah menurunkan syariat untuk setiap kaum yang sesuai dengan kondisi mereka, sebagaimana yang Allah firmankan,<br />… لِكُّلٍّ جَعَلْنَا مِنكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا … {48}<br />“…Untuk tiap-tiap umat diantara kamu , Kami berikan aturan dan jalan yang terang…” Al Maidah: 48).<br />Ketiga: Mensyukuri nikmat Allah berupa diturunkanya kitab-kitab(sebagai pedoman dan petunjuk, ed). (Syarh Ushuulil Iman, hal 31).<br />Semoga tulisan yang ringkas ini bermanfaat. Wa shallallahu ‘alaa Nabiyyinaa Muhammad wa ‘ala aalihi wa shahbihi wa sallam.<br />Syarhu Ushuulil Iman, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Penerbit Daarul Qasim, Cetakan pertama, 1419 H<br />Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad, Syaikh Sholih Al Fauzan, Penerbit Maktabah Salsabiil, Cetakan pertama, tahun 2006.<br />Syarhu al ‘Aaqidah al Washitiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Kumpulan Ulama, Penerbit Daarul Ibnul Jauzi.<br />Sumber Rajukan:<br />1. Syarhu Ushuulil Iman, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, Penerbit Daarul Qasim, Cetakan pertama, 1419 H<br />2. Al Irsyaad ilaa Shahiihil I’tiqaad, Syaikh Sholih Al Fauzan, Penerbit Maktabah Salsabiil, Cetakan pertama, tahun 2006.<br />3. Syarhu al ‘Aaqidah al Washitiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Kumpulan Ulama, Penerbit Daarul Ibnul Jauzi.<br />4. Husuulul Ma’muul bi Syarhi Tsalaatsatil Ushuul, Syaikh Abdullah Al Fauzan, Penerbit Maktabah ar Rusyd, Riyadh, Cetakan pertama, tahun 1422H/2001 M.<br /><br />sumber:muslim.or.id<br /><br />My Keword:<br />iman kepada kitab allah<br />iman kepada alquran<br />kitab kitab allah<br />kitab allah<br />tauhid<br />download ihya ulumuddin<br />manfaat asmaul husna<br />beriman kepada qada dan qadar<br />kata kata mutiara islam<br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-19090222408283992252010-02-02T00:28:00.000-08:002010-02-02T00:32:54.196-08:00Posisi Kamu Di Depan AllahJika Anda mulai berorientasi serba duniawi, memburu duniawi, itu tandanya Allah sedang menghina Anda.<br /><br /><br /><span class="fullpost">Jika Anda sedang berorientasi dalam ubudiah, itu tandanya Allah sedang menolong Anda.<br />Jika Anda dijauhkan dari rintangan-rintangan menuju kepada Allah, sesungguhnya Allah sedang mendidik budi pekerti kehambaan Anda.<br /><br />Jika Anda bergairah dalam mu'najat kepada-Nya, itu tandanya Allah sedang mendekati Anda.<br /><br />Jika Anda ridho atas ketentuan-Nya dan ridho bersama-Nya, itu tandanya Allah ridho kepada diri Anda."<br /><br />My Keword:<br />iman allah<br />allah islam<br />muslims allah<br />99 names of allah<br /></span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-25436617632845663322010-02-02T00:21:00.000-08:002010-02-02T00:24:18.830-08:00PENGERTIAN PUASA (SHAUM)<span style="font-weight: bold;">PENGERTIAN PUASA (SHAUM)</span><br />Ash-shiyam atau shaum atau puasa adalah menahan diri dari sesuatu dan meninggalkan sesuatu. Tapi bila ditinjau dari hukum syara' adalah menahan diri dari makan, minum dan bersetubuh, dan dilaksanakan semata-mata karena Allah. Nilai-nilai dari puasa tidaklah dapat dihitung, diperkirakan atau diadakan oleh manusia (ulama, nabi, dll) tetapi nilai puasa adalah semata milik Allah. Firman Allah: Setiap amal anak adam adalah untuk dirinya sendiri, kecuali amal puasa, karena sesungguhnya puasa itu untuk-Ku dan Aku-lah yang akan membalasnya. Maksud dari menahan diri:<br />Jadi batasan yang disebut makan ialah bila sesuatu benda sudah melalui lubang tenggorokan.<br />Dalam hal ini untuk air ludah tidak termasuk.<br />Menahan diri dari hubungan suami isteri atau bersetubuh. Dilarang bersetubuh ketika berpuasa, karena berpuasa dilaksanakan pada siang hari, sedangkan malam harinya tidaklah ada hukumnya yang melarang.<br />Sabda Rasulullah:<br />Dari kedua hadits di atas, <span class="fullpost">jelaslah bahwa yang membatalkan puasa adalah apabila terjadinya keluar sperma (baik bagi laki-laki shulbi maupun wanita tharaif). Dari hadits di atas ada tertera kata hawa nafsu. Apakah yang disebut nafsu itu? Marilah kita perhatikan keterangan di bawah ini:<br />Di dalam diri yang disebut manusia lelaki terdapat 1 nafsu syahwat. Sedangkan di dalam diri yang disebut perempuan terdapat 6 nafsu syahwat. Adanya nafsu syahwat yang 9 pada diri setiap perempuan yang melebihi nafsu syahwat lelaki yang hanya 1 maka terjadinya kecenderungan bagi setiap perempuan untuk mempersolek diri baik pakaian maupun kosmetiknya akan melebihi kaum lelaki, dengan tujuan agar setiap kaum lelaki akan tertarik.<br />Di dalam diri kaum lelaki yang disebut nafsu sir terdapat sebanyak 9, sedangkan bagi perempuan hanya ada 1. Kebalikannya dari nafsu syahwat. Itulah suatu contoh tanda-tanda yang sudah tidak bisa dirubah, dan itulah sudah menjadi qudrat-Nya yang tidak bisa dirubah oleh manusia.<br />Itulah sedikit gambaran tentang nafsu yang ada pada setiap diri manusia. Apabila adanya kekurangan dari nafsu yang dua itu maka akan timbulnya kelainan sehingga pada zaman sekarang adanya orang disebut wadam, homoseks, lesiban, gay, sodomi, dll. Allah Maha Segala-galanya, maka untuk men-Tegahnya dari semua itu atau menguncinya maka janganlah menghindar apabila bulan Ramadhan tiba tidak hendak melaksanakan puasa. Tentu dengan banyak macam alasan-alasannya (sakit maag atau ini dan itu) padahal dengan berpuasa Ramadhan apa yang disebut penyakit akan berlarian pergi meninggalkan jasad manusia, disebabkan segala kekotoran diri akan dibakar habis oleh puasa.<br />KEDUDUKAN SHAUM/PUASA<br />Puasa Fardu 'Ain<br />Puasa Wajib Hal<br />Puasa Wajib Nafsi<br />Puasa Sunat<br />Puasa Haram<br />Puasa Bid'ah<br />Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin, barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, Maka Itulah yang lebih baik baginya. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur. Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan karena iman dan keikhlasan, diampuni kesalahan yang telah lalu dari segala dosanya (H.S.R. Imam Bukhari Muslim).<br />Puasa Fardhu `Ain<br />Puasa fardhu `ain ialah suatu pekerjaan puasa yang wajib dikerjakan setiap setahun sekali yang lamanya berpuasa sebulan penuh dan disebut puasa Ramadhan. Puasa fardhu `ain:<br />menurut fiqih: Wajib dikerjakan atas setiap masing-masing orang yang beriman, sudah mencapai usia baligh dan beraqal.<br />Mengerjakan puasa Ramadhan adalah untuk mengunci dari dari hawa nafsu syahwat dan nafsu sir (tentang nafsu diterangkan di depan).<br />Pembakaran di sini ialah membakar segala nafsu yang ada di setiap diri manusia. Telah diterangkan di atas bahwa yang disebut nafsu terdiri dari nafsu syahwat dan nafsu sir, dan setiap tahun dengan berpuasa Ramadhan untuk mengekang dari kelebihan nafsu agar setiap diri manusia tetap pada dosis nafsu yang sudah ditentukan oleh Allah. Apabila dalam 1 tahun terdapat 12 bulan, Allah meminta 1 bulan untuk untuk diadakan pembersihan diri dari nafsu, yaitu dengan berpuasa Ramadhan.<br />Nafsu syahwat perempuan terdapat 9 nafsu dan nafsu sir lelaki terdapat 9 nafsu. Seandainya dari ke-9 nafsu tersebut selama dalam 1 tahun tidak diadakan pembakaran maka bila dihitung selama 1 tahun akan bernilai 12 x 9 = 108 nafsu. Dengan takaran nafsu yang sebanyak itu bagi setiap diri manusia adalah sangat berlebihan, dan yang akan berakibat segala penyakit lahir maupun batin akan menjadi berkembang yang akibatnya telah diterangkan di halaman depan. Jadi, satu tahun yang 12 bulan dikurangi dengan pembakaran selama 1 bulan hasilnya mejadi 11 bulan, dan yang 1 bulan adalah sebagai penyeimbang. Hitungannya 108 nafsu - 9 nafsu = 99 nafsu, dan dengan nafsu yang sebanyak 99 inilah suatu nafsu yang pailng ideal bagi setiap diri manusia. Dan apabila setiap nafsu dalam 1 tahun dibiarkan dengan takaran 108 nafsu maka tentunya akan berakibat yang tidak baik bagi kehidupan manusia sehingga dari nafsu yang sudah ada di diri manusia akan meningkat, akibatnya akan:<br />Di dalam diri manusia sudah ada benih-benih 10 macam penyakit bathin yang apabila tidak dibakar di dalam puasa Ramadhan maka 10 macam penyakit itu akan semakin menjadi-jadi, bahkan dapat membuat diri tidak mempunyai kontrol. Dari dari 10 macam penyakit bathin itu seperti:<br />Contohnya: minum obat, makan, dll; pada hakikatnya bukanlah obat yang menyembuhkan akan tetapi kesembuhan itu datangnya dari Allah, begitu juga dengan makan, pada hakikatnya bukan makanan yang mengenyangkan akan tetapi pada hakikatnya kenyang itu datang dari Allah.<br />Takabur artinya sombong, tinggi diri, dan pada manusia sifat tersebut sudah ada sejak menjadi manusia. Ujub yaitu suatu penyakit yang ada di dalam setiap diri manusia. Dan sifat ujub ini sangatlah tidak baik di dalam berhubungan antara sesama.<br />Juga penyakit ini sudah ada di dalam setiap diri manusia, riya' atau sok pamer. Kebiasaan sifat riya' ini terlihat bagi orang yang baru merasa menerima ni'mat harta kekayaan, maka segala yang dimiliki akan selalu ditunjuk-tunjukkan kepada orang lain, atau juga kepandaian yang baru didapatnya.<br />Penyakit ini apabila menjurus kepada kebaikan maka disebut juga dengan hasad iri. Penyakit ini apabila menjurus kepada keburukan maka disebut hasad dengki. Dengki adalah suatu penyakit di diri setiap manusia yang merugikan orang lain. Karena dengki akan timbul suatu fitnah terhadap orang yang didengkikannya.<br />Yaitu suatu penyakit yang selalu berprasangka tidak baik, boleh juga disebut dengan curiga yang tidak beralasan. Dari kawan menjadi lawan adalah akibat dari zan.<br />Penyakit ini bila sudah kronis maka akan menghalangi keberhasilan dalam berusaha atau berdaya upaya.<br />Kekhawatiran yang terus-menerus adalah tipe dari penyakit waham. Akibatnya akan sama dengan penyakit syak.<br />Itulah dari 10 penyakit bathin yang sudah ada pada setiap diri manusia. Maka untuk tidak bertumbuh suburnya penyakit-penyakit itu, Allah memerintahkan untuk mengerjakan puasa Ramadhan sebulan penuh per tahunnya. Bila dari ke-10 penyakit itu di antaranya ada yang kita rasakan sudah menjadi kronis (banget) maka bantulah dengan puasa-puasa lainnya yang sudah disunatkan. Dan kebiasaannya ari ke-10 penyakit itu pada diri masing-masing orang tidak dapat dilihatnya sendiri, dan untuk itu banyaklah berdialog dengan sesama kawan yang dekat untuk mengoreksinya, tapi bila sudah dikoreksi orang lain janganlah marah. Zhahir artinya lahir dan tersirat juga dengan kata jasad. Jadi penyakit zhahir ialah suatu penyakit yang nampak terlihat dan umumnya dapat disembuhkan dengan ilmu kedokteran (bermakna bantuan orang lain untuk penyembuhannya). Penyakit zhahir timbul dari keterlaluan dalam memakan atau meminum sesuatu yang sudah melebihi batas, atau karena ketularan dari orang lain, atau bisa juga datang dari bathin (terlalu banyak memikir akibatnya bisa stress).<br />Allah tidak suka kepada orang-orang yang suka berlebihan. Dari keterangan yang menyangkut dengan penyakit bathin dan penyakit zhahir dapatlah kita pikirkan mengapa Allah memerintahkan kepada setiap manusia yang beriman untuk melaksanakan puasa Ramadhan agar menjadi orang yang taqwa. Dengan adanya perintah berpuasa Ramadhan itu adalah salah satu dari "perhitungan" Allah bagi hamba-hamba-Nya yang merasa beriman kepada-Nya.<br />Maksud dari berpuasa Ramadhan sebulan penuh ialah dibakarnya diri untuk menghilangkan segala penyakit yang ada di diri sehingga mencapai suatu kesucian sehingga dari 12 bgulan dikurangi 1 bulan akan menjadi 11 bulan yang dihadapi akan berjalan suatu kehidupan yang baik, dan bila tiba di Ramadhan berikutnya kembali kita dibakar untuk mencapai kesucian di tahun berikutnya secara estafet. Dengan demikian maka setiap kehidupan manusia akan terus adanya pengawasan dari tahun ke tahun, dan bila semua itu dapat kita kerjakan dengan baik dan sempurna insya-Allah bila akhirnya kita menjadi orang yang kembali kepada-Nya menjadi orang yang beruntung.<br />Perhitungan berpuasa Ramadhan sebulan penuh adalah karena untuk hitungan penanggalan cara Islam (tahun Hijriyah) untuk 1 bulan bisa 29 hari dan bisa 30 hari. Telah difirmankan oleh Allah di dalam surat Al-Baqarah ayat 183 yang artinya: "Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu." Sedangkan untuk kita umat Nabi Muhammad saw (Al-Qur'an) berpuasa selama sebulan penuh. Tujuan dari berpuasa Ramadhan ialah untuk mendapatkan predikat orang yang taqwa kepada Allah.<br />Taqwa menurut pandangan ilmu tauhid ialah: orang yang mulia di sisi Allah. Dan taqwa dapat bermakna bertemu dengan Allah (karena adanya mulia di sisi Allah).<br />Dapatkah kita meminta sesuatu dari orang yang belum kita kenal?<br />Jawabnya: Dapat saja, akan tetapi tidak ubahnya dengan seorang pengemis.<br />Dari Hadits Qudsi dikatakan:<br />Beberapa Persyaratan untuk Menuju kepada Taqwa<br /><br />1. Nafsu<br />Telah diterangkan di atas bahwa di dalam setiap diri manusia terdapat sifat yang disebut nafsu. Berpuasa di bulan Ramadhan berarti dibakarnya sifat-sifat nafu, yang dari berlebihan nafsu menjadi kepada yang sesuai denan kehendak-Nya. Bila sifat nafsu sudah baik maka akan terkontrolnya kehidupan manusia kepada jalan yang diridhoi-Nya.<br />Dan akibat dari keluarnya sperma akan membatalkan atau menggagalkan pembakaran nafsu.<br />Setiap diri manusia sudah mejadi sifatnya tidak dapat menahan dari nafsu bersetubuh, maka bila sudah tibanya malam di bulan Ramadhan (sudah berbuka puasa) dihalalkan oleh-Nya untuk melaksanakan persetubuhan dengan isteri-isterimu.<br />4. Qiyamur Ramadhan<br />Qiyamur Ramadhan artinya menghidupkan malam bulan Ramadhan, apabila dikerjakan shalatnya dengan secara santai maka baru disebut dengan shalat Tarawih. Itulah shalat sunnat yang selalu dikerjakan oleh Rasulullah.<br />4 rakaat I dikerjakan untuk membaktikan diri kepada 4 anasir yang datang dari bapak yang ada pada diri seperti: darah putih, tulang, kulit, rambut.<br />4 rakaat II dikerjakan untuk membaktikan diri kepada 4 anasir yang datang dari ibu yang ada pada diri seperti: darah merah, lemak, daging, sumsum.<br />3 rakaat witir dikerjakan untuk membaktikan diri kepada 3 anasir yang datang dari Allah yang ada pada diri seperti: ilmu, aqal, hikmah.<br />Dengan adanya kebaktian kita kepada ke-11 anasir tersebut maka pekerjaan sh alat qiyamur Ramadhan/tarawih yang 11 rakaat itu sangatlah besar artinya sehingga menghilangkan hijab kepada Allah dan terhapusnya dosa-dosa terhadap kedua orang tua dan segala durhaka terhadap kedua orang tua terhapuskan.<br />Infaq Ramadhan bertujuan untuk membersihkan segala makanan, minumn yang telah kita laksanakan selama bulan Ramadhan. Dana untuk infaq Ramadhan disishkan dari dana belanja per hari selama bulan Ramadhan. Maka selama bulan Ramadhan 30 hari berarti 30 x Rp 50,- = Rp 1.500,-, kami contohkan dengan yang umum. Apabila anda bisa dan mampu dana belanja yang lebih dari itu, hitung saja sekehendak anda, dan penyisihan uang di atas sifatnya bebas, serelanya anda.<br />Tujuan dari mengeluarkan infaq Ramadhan ialah untuk membersihkan diri dari makan dan minum yang telah dilaksanakan dan pelaksanaannya bagi kemaslahatan orang banyak yang artinya untuk pembangunan jalan, langgar, dll. Ganjaran dari infaq Ramadhan akan terbukti selama kita masih hidup di alam dunia dengan kelipatan 1 : 700.<br />Mengeluarkan infaq Ramadhan bukan saja di saat bulan Ramadhan saja, akan tetapi dikeluarkan selama kita hidup sehari-hari.<br />Bentuk beras yang difitrahkan sesuai dengan yang kita makan sehari-hari, atau boleh saja kualitasnya dilebihbaikkan, umpama biasa yang kita makan sehari-hari beras Unus, maka yang difitrahkan haruslah Unus juga, kalau perlu ditingkatkan dengan beras yang kualitasnya lebih baik, dan janganlah mengeluarkan zakat fitrah dengan kualitas beras yang lebih rendah daripada yang sehari-hari kita makan. Melaksanakan shalat Idul Fitri sebaik-baiknya dilaksanakan di tempat yang terbuka atau lapangan. Dan mendapatkan doa dan istighfar dari malaikat yang sejak fajar sudah turun ke dunia atas perintah Allah.<br />Tentunya dari ke-7 syarat tersebut haruslah dilaksanakan dengan sungguh-sungguh di jalan sunnatullaah dan sunnatur-Rasulullaah.<br />Di dalam hukum puasa Fardhu `Ain terdapat:<br />HUKUM PUASA RAMADHAN<br />A. PUASA WAJIB bagi<br />yang sakit<br />B. PUASA RUKHSAH bagi<br />yang sakit berat/gila<br />yang berperang/sabil<br />yang lupa<br />orang mati<br />PUASA WAJIB<br />Wajib mengandung makna undangan, jadi yang disebut puasa wajib ialah sebagai undangan pesta dari Allah.<br />Bila Allah mengundang hambanya untuk berpesta, di manakah tempatnya? Jawabnya adalah di bulan Ramadhan, dengan puncak kesucian dan kegembiraannya ada pada saat Idul Fitri. Bergembira setelah 1 bulan penuh dibakar dengan menahan haus dan lapar serta menahan dari nafsu.<br />Apabila dari hal di atas telah dilaksanakan sesuai dengan 7 persyaratan maka akan terasalah pestanya sangat berkesan di hati setiap orang-orang yang mu'min. Di saat Idul Fitri ini jugalah terjadinya saling maaf-memaafkan atas segala kesalahan dan dosa baik yang disadari maupun yang tidak disadari yang telah dilakukannya sebelum adanya undangan pesta/puasa Ramadhan.<br />Allah menganugerahkan semua ini tentunya agar setiap orang-orang yang mu'min di dalam menjalankan 11 bulan ke depan hingga tibanya kembali undangan pesta dari Allah akan berjalan dengan kehidupan yang penuh dengan kontrol diri pribadi masing-masing orang atau hidup dalam kehidupan antara sesamanya menjadi lebih baik dengan arti yang luas. Bila seluruh umat mu'min dapat melaksanakannya insya-Allah bagi petani akan bekerja lebih giat lagi, bagi pegawai/ABRI tidak akan ada lagi pikiran KKN, bagi pedagang akan mencari keuntungan yang sesuai dengan ridho Allah, bagi para pemimpin tidak lagi memikirkan diri sendiri tetapi memikirkan nasib bawahannya, dll; maka apa yang disebut negara yang adil dan makmur akan tercapai. Itulah suatu kehidupan yang normal bila manusia-manusianya sudah mencapai predikat taqwa kepada Allah, di mana taqwa adalah tujuan bagi orang yang menjalankan puasa Ramadhan.<br />Kelebihan-kelebihan yang dicapai bagi orang yang berpuasa Ramadhan:<br />Allah mengabulkan segala doa bagi yang berpuasa.<br />Setiap orang yang berpuasa namanya ditulis di pintu-pintu syurga.<br />• Arasy bergoncang karena banyaknya orang yang berpuasa.<br />Makna Puasa Wajib<br />Diterangkan di atas bahwa puasa wajib adalah "undangan pesta". Di dalam suratul Baqarah ayat 183 tersurat "Diwajibkan berpuasa atas orang-orang yang beriman". Beriman artinya orang yang mu'min dan bukannya orang muslim, tersiratlah di sini bahwa orang yang muslim belum tentu orang yang mu'min, tetapi apabila disebut mu'min tentu dia orang muslim. Banyak saja orang yang mengaku muslim (Islam) bila bulan Ramadhan akan tiba seolah akan menghadapi suatu penyiksaan, bahkan ketika di bulan Ramadhan tidaklah menghiraukan kepadan undangan Allah lagi, bagi pedagang mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, bahkan menjual makanan di pinggir jalan dengan berselubung tenda, di mana yang terlihat dari luar hanya sebatas kakinya saja. Dalam hal ini dapatlah dicontohkan bahwa bedanya orang-orang yang mu'min dengan orang-orang yang muslim (Islam). Dari makna puasa wajib inilah maka terdapatnya digolongkan kepada beberapa yang wajib melaksanakan Puasa Ramadhan, seperti:<br />Orang mu'min<br />Orang-orang yang sudah mencapai aqil baligh<br />Bagi orang yang sakit<br />Orang perempuan yang suci (suci dari hadas besar/kecil)<br />PUASA RUKHSAH<br />Rukhsah secara arti adalah kebijaksanaan/keringanan yang diberikan Allah. Jadi puasa Rukhsah ialah puasa yang dilaksanakan bagi orang-orang yang termaktub di dalam daftar A. Puasa Wajib di atas. Jadi nilai puasa Rukhsah adalah untuk keringanan terhadap orang yang tidak bisa melaksanakan puasa wajib oleh karena sesuatu sebab namun tidaklah meninggalkan dari segala ketentuan hukum dari puasa Ramadhan.<br />Untuk pelaksanaannya hukum Rukhsah ini dibagi kepada:<br />Bagi orang yang mushafir<br />Mushafir ialah orang yang sedang dalam perjalanan jauh dari tempat asalnya. Orang mushafir adalah sebenarnya orang yang tergolong mu'min namun karena keadaan terkena hukum Rukhsah. Diberikan Rukhsah bagi orang mushafir ini karena ketika di dalam perjalanan tentu akan mengakibatkan merasa danya keresahan. Dengan melaksanakan hal tersebut maka nilai Rukhsahnya akan didapat.<br />Bagi wanita yang berhadas<br />o Bagi golongan ini tidaklah wajib melaksanakan puasa Ramadhan, akan tetapi tidak menghilangkan niatnya untuk berpuasa. Datang haid ketika di dalam bulan Ramadhan.<br />Sakit ringan artinya sakit yang untuk mencapai kesembuhannya dapat segera. Bagi yang menderita sakit ini untuk mendapatkan nilai Rukhsahnya jangan meninggalkan niat melaksanakan puasa Ramadhan, walau melaksanakan puasa hanya beberapa menit saja.<br />Umumnya orang yang sudah lanjut usia/jompo sudah terkena adanya goncangan bathin.<br />Bagi orang yang menderita sakit berat<br />Dan untuk orang yang lupa ingatan atau gila termasuk ke dalam sakit berat.<br />Bagi wanita hamil dan menyusui<br />Sedangkan wanita yang menyusui bila anak susunya masih di bawah umur 2 tahun masih mendapat nilai Rukhsah, tapi apabila anak susunya sudah lebih dari umur 2 tahun maka nilai Rukhsah tidak berlaku lagi, dan masuk ke dalam nilai wajib.<br />Buruh kerja ialah orang yang melakukan pekerjaannya memerlukan tenaga yang berat. Akan tetapi, jangan meninggalkan niat untuk mengerjakan puasa Ramadhannya. Ada juga orang yang walau bekerja berat namun masih dapat mengerjakan puasa Ramadhannya, bagi orang tersebut didapat nilai Wajib.<br />Untuk orang-orang yang dalam berperang umumnya terkandung rasa keresahan bathin.<br />Orang lupa<br />Lupa di sini berarti dengan tidak disadari memakan atau meminum suatu makanan atau minuman ketika orang tersebut dalam melaksanakan puasa Ramadhan. Bagi yang merasakan hal yang demikian maka ketika teringat akan puasanya hentikanlah makan minumnya.<br />Orang yang sangat lapar<br />Lapar yang sangat bisa terjadi karena tidak sahur atau kondisi badan yang sedang kurang baik. Akibat dari rasa lapar ini akan membuat resah, untuk itu berbukalah.<br />Orang mati<br />Bila matinya sebelum bulan Ramadhan maka tidak terkena hukum apapun. Tapi bila mati di dalam bulan Ramadhan tentu mendapatkan Rukhsah dari Allah. Mati mendadak di dalam berpuasa. Sanksi-sanski ini tentunya berkaitan dengan pasal A dan pasal B di atas. Di dalam hukum Sunnatur-Rasulullah sanksi-sanksi atau denda-denda akan berupa: sanksi Qadha' atau sanksi Fidyah atau Sanksi Kifarat.<br />Dan sanksi-sanksi tersebut akan diberikan masing-masing kepada:<br />Mushafir, mengqadha' sebanyak hari yang ditinggalkannya.<br />Wanita yang berhadas, sebanyak hari yang ditinggalkannya.<br />Sakit ringan, qadha' sebanyak hari yang ditinggalkannya.<br />Orang yang lapar, mengqadha' sebanyak hari yang ditinggalkannya.<br />Bagi yang memakan tablet anti-haid.<br />Sanksi Kifarat diberikan kepada:<br />Wanita berhadas, bila haid di dalam berpuasa, maka sisa hari yang ditinggalkan wajib kifarat.<br />Dan untuk sanksi fidyah dan kifarat dapat diberikan setiap hari di bulan Ramadhan yang sedang dijalankan.<br />Hukum Puasa Wajib Hal<br />Puasa/shaum wajib hal ialah melaksanakan puasa karena adanya sanksi/denda karena adanya sesuatu hal. Pada pelaksanannya puasa wajib hal adalah puasa kifarat. Perbedaan puasa wajib hal dengan puasa fardhu `ain:<br />Puasa wajib hal ialah berpuasa karena adanya sesuatu sanksi/denda yang wajib dilaksanakan.<br />Hukum Puasa Wajib Hal terbagi atas:<br />hukum li'an<br />hukum jihar<br />Bila tuduhan itu tidak benar dari si isteri atau suami maka yang terkena hukum li'an ialah yang menuduhnya. Bila tuduhan itu benar tapi yang dituduh pura-pura tidak tahu/menyangkal maka yang terkena hukum li'an ialah yang dituduh.<br />Dan untuk orang yang terkena hukum li'an ialah melaksanakan puasa wajib hal dengan berpuasa 3 hari berturut-turut puasa kifarat. Bila tidak mengerjakan maka akan mendapatkan segala amal ibadahnya tidak diterima dalam jangka waktu 11 hari.<br />akan mendapat hukuman yang setimpal,<br />akan tertutupnya hati/tidak bergairah,<br />akan membetulkan lidah dan hatinya, bila telah melaksanakan puasa kifarat.<br />Kata jihar asalnya dari kata zhahir yang artinya nampak. Untuk menghilangkan dengan sanksinya atas jihar nasab yaitu dengan melaksanakan puasa kifarat selaam 1 hari, dan apabial sanksi puasa kirafat tidak dilaksanakan 3 kali berturut-turut jatuhlah talaq. Umpamanya terjadi suatu jihar nasab, tapi disadari dan melaksanakan puasa kifaratnya maka akan mendapatkan hikmah: bertambahnya rasa kasih dan sayang suami isteri.<br />Ialah suatu jihar yang berhubungan dengan nafkah hidup. Umpamanya seorang suami yang mempunyai uang banyak tetapi tidak mau memberikan uang nafkah kepada iseterinya yang memang tidak mempunyai uang untuk belanja. Dari keadaan itu maka yang terkena jihar taqliq ialah suaminya, dan untuk suaminya wajib melaksanakan puasa kifarat selama 2 hari berturut-turut. Kebalikan dari itu, apabila di dalam suatu rumah tangga seorang isteri tidak mau mengurusi keperluan suaminya (mengurus keperluan suami di dalam rumah tangga adalah wajib bagi isteri) maka terkenalah jihar taqliq atas si isteri dengan melaksanakan puasa kifarat selama 2 hari berturut-turut. Jihar talaq berlaku kepada siapa saja yang berucap kata talaq atas isteri/suami. Bila terjadi hal jihar talaq maka bagi yang mengatakannya terkena sanksi jihar talaq berupa berpuasa kifarat selama 3 hari berturut-turut. Selama belum melaksanakan puasa kifarat yang 3 hari itu maka hubungan antara suami isteri (bersetubuh) menjadi haram hukumnya. Hikmah terjadinya jihar talaq, dan masing-masingnya menyadari dan yang mengatakan melaksanakan puasa kifaratnya, maka akan menimbulkan suatu ketenangan dan kebahagiaan rumah tangga.<br />Hukum kadzib terbagi kepada:<br />Ialah berdusta dengan mengatasnamakan Rasulullah. Misalnya menerangkan sesuatu yang tidak tahu asal-usulnya, tetapi dikatakan didapat dari sunnah Rasul. Dengan berbohong demikian maka terkena hukum kadzib sunnah, sanksinya melaksanakan puasa kifarat 3 hari berturut-turut.<br />Ialah berdusta kepada orang yang tidak dikenal atau orang yang dikenal atau kepada anak-anak, dll. Misalnya ada seseorang yang dikejar oleh musuhnya dan akan dibunuh, lalu meminta tolong kepada kita agar jangan diberi tahu ke mana dia akan pergi. Tidak lama kemudian datang musuh orang tersebut dan bertanya kepada kita. Dengan demikian akan amanlah orang yang dikejar-kejar tadi.<br />Apabila kita melakukan kadzib awam tetapi dengan tujuan untuk keselamatan dari pembunuhan atau lainnya maka tidak terkena hukum kadzib awam. Akan tetapi, apabila kita berdusta terhadap anak maka hukumnya kita terhukum kadzib awam, sanksinya melaksanakan puasa kifarat 1 hari.<br />Bila terjadi 1 kali kadzib maka akan terhalang doa selama 11 hari. Hikmahnya: dengan kita telah melakukan kadzib tetapi disadari dan melaksanakan puasa kifaratnya maka kita akan mendapat kewibawaan.<br />Tahkim ialah pelanggaran hukum terhadap diri sendiri yang akibatnya akan merusak diri. Untuk melakukan hal ini maka akan terkena sanksi berupa melaksanakan puasa kifarat selama 7 hari berturut-turut. Segala doa akan terhalang bila tidak melaksanakan puasa kifaratnya.<br />Ialah setiap pelanggaran yang dilakukan ketika melaksanakan ibadah haji. Dengan adanya pelanggaran-pelanggaran di dalam melaksanakan ibadah haji akan terkena sanksi dengan melaksanakan puasa kifarat selama 10 hari (3 hari dilaksanakan di Makkah dan sisanya 7 hari dilaksanakan setelah pulang di tanah air). Kifarat ini dapat diganti dengan 1 ekor kambing bila tidak mengerjakan karena sakit.<br />Hukum Puasa Wajib Nafsi<br />persamaan dengan shalat sunnat ialah shalat sunnat intizar. Puasa wajib nafsi adalah suatu ibadah yang wajib dikerjakan akan sesuatu permintaan yang bersyarat (menepati janji) dan disebut juga dengan nama puasa nazar.<br />Puasa Wajib Nafsi: a) puasa nafsi, b) puasa ahli, c) puasa juriat.<br />Melaksanakan puasa yang berkaitan dengan pribadi masing-masing orang. Puasa ini bukannya tidak untuk berjamaah, dan puasa nafsi dilaksanakan apabila menginginkan sesuatu atau ber-nazar.<br />Sebelum melaksanakan puasa nazar hendaklah dimohonkan dahulu kepada Allah akan segala keinginan kita, dan apabila telah terkabulnya permohonan barulah melaksanakan puasa nazar. Jadi bila kita ingin bernazar yang sesungguhnya ialah dengan berpuasa, haram hukumnya dengan bernazar kepada sesuatu tempat/kuburan/benda/orang, dll. Boleh bernazar ke suatu tempat ialah ke Baitullah, Madinah dan Masjidil Aqsha. Pelaksanaan puasa nazar adalah selama 1 hari saja yang dilakukan apabila sudah mencapai keberhasilan. Dan bila telah berhasil tetapi tidak mau melaksanakan puasa nazarnya (ingkar akan janji nazarnya) mendapatkan kifarat.<br />Hari-hari yang baik untuk melaksanakan puasa nazar:<br />Hari Senin, Selasa, Rabu dan Kamis.<br />Sedangkan hari-hari lainnya seperti:<br />Hari Sabtu, harinya orang Yahudi, tidak boleh.<br />Puasa hari Jum'at bisa dilaksanakan apabila didahului oleh hari sebelumnya atau diakhiri oleh hari sesudahnya, artinya bukan tunggal hari Jum'at.<br />Dengan memasang nazar berarti kita telah melaksanakan suatu perjanjian, untuk itu janganlah melupakan kepada nazar kita yaitu bila telah diberikan keberhasilan dari nazar, berpuasalah. Tidak kita laksanakan puasa nazar maka akan terkena sanksi dengan berpuasa kifarat.<br />Bernazar berarti mengarah kepada Allah.<br />Ialah melaksanakan suatu puasa nazar yang ada kaitannya dengan orang lain (maksudnya bukan untuk pribadi sendiri). Contohnya: misal ada seseorang yang kita nazarkan, dan dengan nazar kita orang itu dari perbuatan yang tidak baik menjadi baik.<br />Untuk puasa ahli terbagi kepada:<br />Puasa Nazar Ahli Nasab<br />Ialah bernazar untuk seseorang yang masih ada hubungan dengan keturunan sedarah, umpamanya anak, kakak, adik, orang tua. Bila melaksanakan nazar untuknya maka kerjakanlah puasa nazar 2 hari berturut-turut bila sudah mencapai keberhasilannya.<br />Pelaksanaan puasa nazarnya laksanakan pada hari Senin dan hari Kamis.<br /><br />Bernazar untuk seseorang yang masih ada kaitannya dengan ikatan pernikahan. Apabila nazar kita mencapai keberhasilan maka puasalah 3 hari berturut-turut. Untuk hari puasanya berlaku pada tanggal-tanggal 11, 12, dan 13 dalam hitungan tahun Hijriyah (berarti dalam 1 bulan hanya terdapat 1 kali). Ialah melaksanakan sesuatu nazar kepada tempat ibadah. Yang dimaksud tempat ibadah di sini ialah tempat-tempat yang suci:<br />Bernazar ke Masjidin Nabawi (Rumah Nabi).<br />Seandainya kita telah berikhtiar untuk menunaikan haji ke Makkah akan tetapi sesuatu terhalang oleh adanya sesuatu sebab, sakit, hamil, atau lainnya, maka bernazarlah, dan bila berhasil laksanakan puasa nazar selama 10 hari berturut-turut, untuk harinya bebas.<br />Bernazar ke Baitul Muqadis/Masjidl Aqsha, bila berhasil puasa nazar selama 3 hari berturut-turut, yaitu tanggal-tanggal 11, 12 dan 13 (sama dengan puasa nazar ahli nikah).<br />Hukum Puasa Sunnat<br />Untuk puasa-puasa sunnat sudah ada ketentuan yang digariskan atas dasar Sunnatullaah dan Sunnatur-Rasulullaah, yaitu meliputi puasa-puasa seperti:<br />a. Puasa 6 hari di bulan Syawal<br />Di dalam bulan Syawal ada peluang untuk mengerjakan puasa sunnat sebanyak 6 hari. Bila mampu tidaklah mengapa, tapi bila tidak mampu kerjakan 1 hari atau 2 hari kemudian dilanjutkan bilamana ada kesempatan dan kemampuan hingga mencapai jumlah 6 hari.<br />Dengan membawa kurma Abu Hurairah menyerahkan kepada Nabi, sambil mempersilahkan untuk dimakan Nabi. Tetapi Nabi tidak memakannya, dan beliau berkata, "Aku sedang berpuasa." Pada hari yang ke-3 di bulan yang sama datang kepada Nabi untuk bertandang yaitu Anas bin Malik r.a., juga dengan membawakan kurna untuk Nabi. Mendengar ucapan Nabi yang demikian Anas bin Malik bertanya kepada Nabi, "Apakah engkau berpuasa ya Rasul?" Nabi menjawab, "Ya, aku berpuasa."Nabi menjawab, "Enam hari, terhitung sejak tanggal 2 Syawal dan insya-Allah hingga tanggal 7 Syawal." Dari jawaban Nabi yang demikian Anas bin Malik tidak berlama-lama berbicara dengan Nabi, dan Anas bin Malik langsung berpamitan kepada Nabi.<br />Nabi menjawab, "Benar ya Abbas, aku berpuasa insya-Allah selama 6 hari." Nabi menjawab, " Aku berpuasa selama 6 hari untuk mengqadha' puasaku yang tidak kukerjakan ketika bulan Ramadhan kemarin." Sama seperti para sahabat yang lainnya, Ibnu Abbas juga langsung pamit kepada Nabi.<br />Dari hadits tersebut di atas nyatalah bahwa keterangan bagi kaum muslimin yang datang dari Ibnu Abbas r.a. adalah hadits yang lengkap dan dapat dijadikan dasar untuk hukum-hukum puasa. Sedangkan hadits-hadits dari Abu Hurairah dan Anas bin Malik tidaklah dapat dijadikan dasar untuk hukum puasa karena kurangnya kelengkapan sebagai persyaratan menjadi hadits yang shahih. Dan dari hadits Anas bin Malik itulah yang sekarang banyak dipakai sebagai dasar hukum puasa. Jadi pada prinsipnya ada yang disebut puasa 6 hari di bulan Syawal, akan tetapi pada pelaksanaannya tidaklah harus dilaksanakan 6 hari terus-menerus, yang penting berpuasa di bulan Syawal jumlah harinya sebanyak 6 hari.<br />Hikmah puasa Syawal ialah untuk menyempurnakan segala kekurangan di dalam menjalankan ibadah di bulan Ramadhan seperti puasanya, taddarusnya, shalat sunnat-sunnatnya, dll; bagi keperluan ibadah Ramadhan. Dan ingatlah akan 7 persyaratan untuk mencapai taqwa di bulan Ramadhan (lihat penjelasan sebelumnya).<br />Yaitu puasa sunnat yang dikerjakan bagi umat muslim yang berada di luar Arafah atau bagi umat muslim yang tidak melaksanakan rukun Haji. Dan bagi umat muslim yang sedang melaksanakan rukun Haji berada di Arafah, yaitu bertepatan dengan tanggal 9 Dzulhijjah.<br />Bagi yang sedang melaksanakan rukun Haji melaksanakan:<br />Wuquf sekali di Arafah, dan besoknya tanggal 10 harus sudah berada di Makkah. Dengan sekali melaksanakan wuquf di Arafah maka dosa-dosa akan terhapuskan. Yang dimaksud terhapus dosa ialah: misal ketika wuquf di Arafah berumur 50 tahun maka dikurangi dengan masa baligh umur 15 tahun selisihnya menjadi 35 tahun maka sbanyak 35 tahun itulah dosa terhapuskan dan disebut bersih dari dosa.<br />Segala harta benda yang tersandang sebelum melaksanakan wuquf masih dalam keadaan kotor dan setelah wuquf menjadi bersih. Termasuk maskanan dan minuman yang telah kita nikmati.<br />Bagi umat muslim yang belum mendapat kesempatan untuk melaksanakan rukun Haji, laksanakanlah:<br />Hikmah puasa tanggal 9 Dzulhijjah:<br />Akan mensucikan diri. Barangsiapa melaksanakan puasa tanggal 9 Dzulhijjah 3 kali berturut-turut (maksudnya 3 x tanggal 9 Dzulhijjah) maka yang keempatnya Allah akan memanggil untuk ke Baitullah).<br />Boleh juga disebut bahwa melaksanakan puasa tanggal 9 Dzulhijjah adalah puasa untuk mendaftarkan naik haji.<br />Puasa tasyu'a ialah puasanya Nabi Shaleh setiap tanggal 9 Muharram. Tasyu'a artinya 9 dan puasa ini tidak disunnatkan bagi umatnya karena dari puasa ini mengakibatkan umat Nabi Shaleh menjadi umat yang syirik. Dengan puasa tasyu'a Nabi Shaleh memohon kepada Allah agar sapi peliharaannya dijadikan sapi yang paling terkuat, dengan berhasilnya permohonan ini akibatnya umat Nabi Shaleh tidak lagi menyembah kepada Yang Maha Esa akan tetapi lebih menuhankan kepada sapi Nabi Shaleh.<br />d. Puasa Asyura<br />Asyura artinya 10 yang bermakna tanggal 10 Muharram. Namun dari kaum Yahudi puasa ini dirubah menjadi membuat bubur dengan 10 macam bahan, dan dikenal dengan sebutan bubur Asyura. Dan bagi umat muslimin, sesuai dengan niat rencana Nabi Muhammad, bila tiba tanggal 10 Muharram kerjakanlah puasa Asyura, dan bukanlah membuat bubur Asyura. Hikmah puasa Asyura:<br />Bagi siapa saja yang melaksanakan puasa Asyura maka orang tersebut akan mendapatkan ilmu-ilmu laduni dan kuat bathinnya. Bila Asyura menguatkan bathin maka membaca Fatihah di dalam shalat akan menghasilkan kontak bathin dengan Allah.<br /><br />e. Puasa Sya'ban<br />Di dalam bulan Sya'ban ada kesempatan untuk melaksanakan puasa, dengan pelaksanaannya tidaklah menentukan hari dan jumlahnya. Bagi yang berani menentukan hari dan jumlahnya maka ketentuan tersebut sifatnya bid'ah, karena Rasulullah sendiri tidak pernah menentukan hal yang demikian itu.<br />Contoh yang ada: Seperti yang disebut orang dengan puasa Nishfu Sya'ban. Apabila bulan Sya'ban tepat jatuh kepada 30 hari maka arti Nisyfu Sya'ban bisa dibenarkan, namun bagaimana apabila bulan Sya'ban jatuh sebanyak 29 hari? Dari keterangan hadits di atas jelaslah bahwa apa yang disebut oleh sebagian umat muslim dengan puasa Nishfu Sya'ban hukumnya malah dilarang oleh Rasulullah. Jadi pada prinsipnya adanya kesempatan melaksanakan puasa di bulan Sya'ban tidaklah ditentukan hari dan jumlahnya.<br />Hikmah puasa Sya'ban (bukan Nishfu Sya'ban):<br />Untuk mendekatkan diri kepada Allah.<br />Sebagai latihan di dalam menghadapi bulan Ramadhan.<br />Dan apa-apa yang disebut hikmah Nishfu Sya'ban seperti:<br />Dengan puasa Nishfu Sya'ban sama dengan berpuasa selama 1 tahun.<br />Semua ini adalah isapan jempol belaka, bila ditelaah dengan berdasarkan sunnah Rasulullah hal yang demikian hukumnya tidak ada. Karena itulah apa yang disebut dengan puasa Nishfu Sya'ban adalah termasuk pekerjaan yang bid'ah.<br />Yaitu puasa yang dikerjakan setiap seminggu 2 kali (puasa Senin dan Kamis). Puasa ini adalah puasa sunnat yang sering dilaksanakan oleh Rasulullah. Kedua hari Senin dan Kamis mengandung makna:<br />Untuk menguatkan bathin dan roh dimasukkan ke dalam jasad pada hari Jum'at sedangkan dilengkapinya pada hari Senin dan Kamis.<br />g. Puasa Baidh<br />Puasa Baidh dilaksanakan setiap jatuh tanggal 13, 14, 15 pada setiap bulannya (tanggal dalam tahun Hijriyah). Untuk ketentuan hari-harinya bebas, tidak terkena hukum hari yang dilarang berpuasa.<br />Puasa Baidh persamaannya dengan shalat sunnat Dhuha' namun nilai bandingannya sama dengan 1 hari puasa Asbu' = 7 kali shalat sunnat Dhuha'. Jadi bila melaksanakan puasa Baidh 3 hari = 21 kali shalat sunnat Dhuha' yang berarti mendapat 21 macam do'a yang dijamin Allah.<br />Maka bila kita melaksanakan suatu hajat kepada Allah untuk lebih tajamnya hajat tersebut kombinasikan: shalat Dhuha' + puasa Baidh + shalat Intizaar.<br />Hukum Puasa Haram<br />Puasa haram ialah sesuatu pekerjaan puasa yang diharamkan oleh hukum. Di antara puasa yang diharamkan seperti:<br />Berpuasa di dua hari raya: Idul Fitri dan Idul Adha<br />Berpuasa di hari tasyriq, yaitu ketika tanggal 12, 13 dan 14 Dzulhijjah<br />Dari kitab suci Al-Qur'an tersurat bahwa barangsiapa yang berbuat kebaikan akan menerima 10 balasan. Namun dari ayat tersebut tidaklah berlaku atas apa yang disebut puasa, karena setiap perbuatan puasa yang berhak menilainya dan menerimanya hanyalah Allah. Sedangkan manusia tidak ada hak untuk menilai setiap puasa seseorang. Setiap nilai yang diberikan oleh Allah maka akan mendapatkan hikmah. Sebabnya ada puasa yang diharamkan atau dilarang karena tidak adanya batasan-batasan, sedangkan puasa yang diperintahkan mengandung batasan-batasan. Setiap yang tidak ada batasannya lebih banyak manfaat daripada hikmah, sedangkan setiap yang ada batasannya akan lebih besar hikmah dari manfaat.<br />Nabi Adam a.s., yang pertama-tama menerima larangan dari Allah, akibatnya karena larangan tersebut dilanggar, adanya manusia sekarang ini (manfaat).<br />Sebabnya dilarang berpuasa di hari raya Idul Fitri<br />DI bulan Syawal yang diharamkan berpuasa terletak pada tanggal 1-nya saja, sedangkan untuk tanggal-tanggal berikutnya tidak diharamkan.<br />Mengeluarkan zakat fitrah yang berbentuk beras (untuk di negeri kita) dengan takaran sebanyak 3 1/3 liter per jiwa. Dengan pengeluaran ini maka akan terhapuslah dosa-dosa terhadap sesama manusia dan terhadap sesama makhluk.<br />Melaksanakan puasa Ramadhan sebulan penuh, bila tidak melaksanakannya maka zakat fitrahnya tidak sah. Untuk terhapusnya dosa bila dibandingkan dengan orang yang melaksanakan haji ialah ketika wuquf di Arafah. Dan untuk penyempurnaannya dengan melontar di Aqaba. Bagi yang tidak melaksanakan haji, yaitu berpuasa Ramadhan, dan penyempurnaannya dengan mengeluarkan zakat fitrah.<br />Dzul artinya orang yang mengerjakan, dan Hijah artinya Haji. Di dalam melaksanakan haji ada terdapat hari yang disebut hari Tasyriq, yaitu hari-hari dari tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah, dan di hari-hari tersebut bertepatan dengan adanya pelontaran di Aqaba, Wusta dan Uulaa. Dan asal-usul dari nama-nama batu adalah dari nama-nama iblis.<br />Aqaba adalah nama iblis yang hidup di masa Nabi Ibrahim dan yang sekarang sudah menjadi batu serta menjadi tumpuan pelontaran bagi yang berhaji. Dari sifat-sifat kebathinan Nabi Ibrahim inilah untuk setiap manusia ada mewarisinya sehingga manusia sekarang ini ada memiliki:<br />Qada' dan Qadar (ketentuan dan waktunya ketentuan)<br />Jadi jasa yang besar dari Nabi Ibrahim adalah telah menanamkan ketauhidan terhadap Allah, sedangkan musyriknya ada pada Aqaba (yang bisa berbentuk harta kekayaan, dll).<br />Kini setelah semuanya tiada, yang tertinggal adalah batu jelmaan iblis yang disebut Wusta dan kini menjadi tempat tumpuan pelontaran bagi yang berhaji. Dan kini di dalam setiap diri manusia ada sifat yang keras seperti batu. Karena Hajar artinya batu, sehingga sifat batu tersebut terwarisi ke dalam setiap diri manusia yang disebut dengan 7 sifat nafsu. Setiap nafsu ada Wustanya, yaitu yang selalu menghalangi kepada arah untuk kebaikan. Uulaa adalah nama iblis yang hidup semasa dengan Nabi Ismail putera Nabi Ibrahim as. Ismail artinya 'bisikan bathin', yang berupa getaran yang masuk ke hati manusia. Itulah bisikan dari Ismail yang diwarisi hingga kepada manusia sekarang ini.<br />Hukum Puasa Bid'ah<br />Bid'ah artinya menambah, mengurangi atau merbuah dari sesuatu ketentuan hukum yang telah disunnatkan oleh Rasulullah. Sedangkan maksud dengan Puasa Bid'ah ialah suatu pekerjaan puasa yang sifatnya dikhususkan.<br />Yaitu adanya perbedaan pendapat dari para ulama. Hal ini sesungguhnya tidak akan terjadi apabila dari para ulama itu sendiri mau mengembalikan segala perbedaannya kepada Al-Qur'an dan Al-Hadits.<br />Yaitu percaya atas keterangan ulama yang belum tentu akan kebenarannya dari dasar hukum yang sesuai dengan sunnah Rasulullah. Akibatnya timbul yang disebut ikut-ikutan. Tidak boleh taklid pada keterangan seseorang apabila jelas bahwa keterangannya bertentangan dengan Al-Qur'an dan Al-Hadits (Taklid Muharamah atau disebut juga dengan Taklid Buta).<br />Setiap orang yang awam di bidang hukum-hukum ajaran Islam tentunya selalu akan bertanya kepada para ulama, sedangkan ulama itu sendiri terdiri dari:<br />Ialah ulama yang tersisih, dan umumnya ulama yang tersisih ini justru adalah ulama yang konsekuen untuk mengamalkan ajaran dan hukum-hukum di dalam agama Islam yang sesuai dengan Sunnatullah (Al-Qur'an) dan Sunnatur-Rasul (Al-Hadits).<br />Padahal para ulama khalaf untuk pegangan dasar-dasar di dalam ajaran Islam atas dasar yang terkena erosi sehingga tidak lagi bersesuaian dengan Sunnatullah (Al-Qur'an) dan Sunnatur-Rasulullah (Al-Hadits).<br />Dari beberapa puasa yang dikhususkan di antaranya:<br />Puasa tanggal 12 Rabi'ul Awal yaitu puasa kelahiran Nabi Muhammad.<br />Tentang puasa ini dipopulerkannya oleh seorang ulama yang bernama Imam Darkutni, di dalam kitabnya yang bernama kitab Bijuri.<br />Puasa 27 Rajab<br />Puasa ini juga dipopulerkan oleh seorang ualam yang bernama Abu Lais yang sepupunya dari Imam Darkutni yang masih keturunan Yahudi. Padahal pangkat Habib adalah pangkat yang dianugerahi Allah hanya kepada Nabi Muhammad saw. Dan sesuai sabda Rasulullah tidak akan ada lagi orang yang berpangkat Habib setelah aku tiada.<br />Puasa Nishfu Sya'ban<br />Sudah diterangkan di atas bahwa arti dari kata nishfu Sya'ban adalah separuh bulan Sya'ban. Padahal Nishfu Sya'ban adalah harinya orang-orang Majusi (agama Majusi adalah suatu kepercayaan yang belum mengetahui keesaan Allah) di zaman Nabi Nuh as. Orang-orang Majusi adalah orang-orang yang membanggakan anak Nabi Nuh as yang tidak mau mengikuti ajaran yang dibawa oleh Nabi Nuh as.<br />Puasa 1 tahun atau puasa 1 bulan<br />Melaksanakan puasa selama 1 tahun atau 1 bulan terus-menerus berarti menyalahgunakan waktu dan menekan haq di dalam kehidupan. Puasa ini pantas saja dilaksanakan oleh orang-orang Hindu atau Budha, tetapi bagi kita umat Muhammad, tidak ada hukumnya. Itulah sebabnya kedua puasa ini disebut dengan puasa bid'ah, sifatnya menambah dari hukum Sunnatur Rasul dengan pendapat umat Hindu/Budha.<br />Puasa Rajab<br />Yaitu melaksanakan puasa beberapa bulan sebelum Ramadhan tiba (puasa sejak bulan Rajab). Puasa inipun disebut puasa bid'ah, karena sifatnya mengada-ada.<br />Puasa hari Jum'at<br />Dilarang berpuasa di hari Jum'at kaena hari Jum'at adalah hari raya umat Islam/Idul Muslimin. Boleh berpuasa hari Jum'at apabila didahului atau diakhiri dengan puasa sebelum hari Jum'at (bila hanya hari Jum'at saja berpuasa maka itulah yang disebut puasa bid'ah).<br />Puasa hari Sabtu<br />Puasa hari Sabtu termasuk ke dalam puasa bid'ah, karena hari Sabtu adalah hari rayanya orang Yahudi. Dan sama dengan hari Jum'at yang bila berpuasa hanya hari itu saja, itulah yang tidak dibenarkan.<br />Puasa hari Ahad<br />Juga termasuk ke dalam puasa bid'ah karena hari Ahad adalah hari rayanya buat orang-orang Nasrani/Kristenn. Sama dengan puasa Jum'at dan puasa Sabtu, puasa hari Ahad pun harus ada hari-hari pendampingnya sehingga tidak hanya hari Ahad saja.<br />Demikianlah keterangan-keterangan tentang hukum-hukum puasa yang dapat penulis sajikan dalam diktat ini. Bahan-bahan didapat dari:<br />1. Al-Qur'an.<br />2. Hadits-hadits Imam Bukhari Muslim<br />3. Ushul Fiqih<br />4. Bimbingan dan arahan dari:<br />al-Ustadz H.M. Hamdani Bakran adz-Dzaki<br />(Ponpes Raudhatul Muttaqien, Babadan, Yogyakarta)<br /><br />sumber:mashadi.0fees.net<br /><br /></span><span class="fullpost">My Keword List:<br />Tugas Agama Islam<br />Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunnah<br /><a href="http://pak-gunawan.blogspot.com/">Pak Gunawan</a><br />Tugas Agama<br />Pengertian Puasa<br />Definisi Puasa<br />Puasa<br />Puasa Wajib<br />Puasa Sunnah<br />puasa syawal<br />perkara perkara yang membatalkan puasa<br />masjid sunnah<br />syarat sah puasa<br />doa puasa<br />hukum puasa<br />puasa 2008<br />hukum puasa ramadhan<br />amalan puasa<br />manfaat puasa<br />puasa senin<br />puasa senin kamis<br />hari raya puasa 2009<br />berbuka puasa<br />puasa arafah<br />puasa mutih<br />niat puasa<br />bulan puasa<br />lafaz niat puasa </span>Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6045397389058742716.post-83970361233982930712010-02-01T22:58:00.000-08:002010-02-02T00:21:03.905-08:00Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunnah<span style="font-weight: bold;font-size:130%;" >Pengertian Puasa Wajib/Contoh-Contoh Puasa Wajib</span>
<br />Arti puasa menurut bahasa adalah menahan. Hari-hari yang dilarang untuk puasa, yaitu :
<br />- saat lebaran idul fitri 1 syawal dan idul adha 10 dzulhijjah
<br />- Hari tasyriq : 11, 12, dan 13 zulhijjah
<br />Orang yang diperbolehkan untuk berbuka puasa sebelum waktunya adalah :
<br />- Dalam perjalanan jauh 80,640 km (wajib qodo puasa)
<br />- Sedang sakit dan tidak dapat berpuasa (wajib qodo puasa)
<br />- Sedang hamil atau menyusui (wajib qada puasa dan membayar fidyah)
<br />- Sudah tua renta atau sakit yang tidak sembuh-sembuh (wajib membayar fidyah 3/4 liter beras atau bahan makanan lain)
<br />A. <span class="fullpost">Puasa Ramadhan
<br />Puasa Ramadhan hukumnya adalah wajib bagi orang yang sehat. Puasa ramadhan dilakukan selama satu bulan penuh di bulan romadhon kalender hijriah / islam. Puasa ramadhan diakhiri dengan datangnya bulan syawal di mana dirayakan dengan lebaran ied / idul fitri.
<br />B. Puasa Senin Kamis
<br />Puasa senin kamis hukumnya adalah sunah / sunat di mana tidak ada kewajiban dan paksaan untuk menjalankannya. Pelaksanaan puasa senin kamis mirip dengan puasa lainnya hanya saja dilakukannya harus pada hari kamis dan senin saja, tidak boleh di hari lain.
<br />C. Puasa Nazar
<br />Untuk puasa nazar hukumnya wajib jika sudah niat akan puasa nazar. Jika puasa nazar tidak dapat dilakukan maka dapat diganti dengan memerdekakan budak / hamba sahaya atau memberi makan / pakaian pada sepuluh orang miskin. Puasa nazar dilakukan sebagai tanda syukur kepada Allah SWT atas ni'mat dan rizki yang telah diberikan.
<br />D. Puasa Bulan Syaban / Nisfu Sya'ban
<br />Puasa nisfu sya'ban adalah puasa yang dilakukan pada awal pertengahan di bulan syaban. Pelaksanaan puasa syaban ini mirip dengan puasa lainnya.
<br />E. Puasa Pertengahan Bulan
<br />Puasa pertengahan bulan adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulan sesuai tanggalan hijriah. Pelaksanaan puasa pertengahan bulan mirip dengan puasa lainnya.
<br />F. Puasa Asyura
<br />Puasa asyura adalah puasa yang dilakukan pada tanggal 10 di bulan muharam / muharram. Pelaksanaan puasa assyura mirip dengan puasa lainnya.
<br />G. Puasa Arafah
<br />Puasa arafah adalah puasa yang dilaksanakan pada tanggal 9 di bulan zulhijah untuk orang-orang yang tidak menjalankan ibadah pergi haji. Pelaksanaan arafah mirip dengan puasa lainnya.
<br />F. Puasa Syawal
<br />Puasa syawal dikerjakan pada 6 hari di bulan syawal. Pelaksanaan arafah mirip dengan puasa lainnya.
<br />
<br />Sumber:organisasi.org
<br /><span style="font-size:130%;"><span style="font-weight: bold;">
<br />Pengertian Puasa Sunnah/Contoh-Contoh Puasa Sunnah</span></span>
<br />Puasa merupakan salah satu amalan yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa ta’ala yang mana Allah menjanjikan keutamaan dan manfaat yang besar bagi yang mengamalkannya,
<br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلّ: كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إلا الصِيَامَ. فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ. وَالصِّيَامُ جُنَّةٌ. فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلا يَرْفُثْ وَلا يَصْخَبْ وَلا يَجْهَلْ. فَإِنْ شَاتَمَهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ، فَلْيَقُلْ: إِنِّي صَائِمٌ – مَرَّتَيْنِ - وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ. لَخَلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ رِيْحِ المِسْك. وَلِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ يَفْرَحُهُمَا: إِذَا أَفْطَرَ فَرِحَ بِفِطْرِهِ. وَإِذَا لَقِيَ رَبَّهُ فَرِحَ بِصَوْمِهِ
<br />“Allah subhanahu wa ta’ala berfirman: Setiap amal anak Adam adalah untuknya kecuali puasa, sesungguhnya ia untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan membalasnya, puasa adalah perisai, maka apabila salah seorang dari kalian berpuasa maka janganlah ia berkata-kata keji, dan janganlah berteriak-teriak, dan janganlah berperilaku dengan perilakunya orang-orang jahil, apabila seseorang mencelanya atau menzaliminya maka hendaknya ia mengatakan: Sesungguhnya saya sedang berpuasa (dua kali), demi Yang diri Muhammad ada di tangan-Nya, sungguh bau mulut orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Allah pada hari kiamat dari wangi kesturi, dan bagi orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan yang ia berbahagia dengan keduanya, yakni ketika ia berbuka ia berbahagia dengan buka puasanya dan ketika berjumpa dengan Rabbnya ia berbahagia dengan puasanya.” (HR Bukhari, Muslim dan yang lainnya)
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
<br />(HR. Bukhari Muslim dan yang lainnya)
<br />Sebagaimana jenis ibadah lainnya maka puasa haruslah didasari niat yang benar yakni beribadah kepada Allah subhanahu wa ta’ala semata-mata serta dilaksanakan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
<br />Maka jika seseorang menahan diri dari makan dan minum tidak sebagaimana pengertian di atas atau menyelisihi dari apa yang menjadi tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam maka tentu saja ini merupakan hal yang menyimpang dari syariat, termasuk perbuatan yang sia-sia dan bahkan bisa jadi mendatangkan kemurkaan Allah subhanahu wa ta’ala,
<br />1. Berpuasa tidak dalam rangka beribadah kepada Allah
<br />Semisal seseorang yang berpuasa karena hendak mendapatkan bantuan dari jin/syaitan berupa sihir atau yang lainnya, atau bernazar puasa kepada selain Allah, maka perbuatan ini termasuk kesyirikan yang besar karena memalingkan ibadah kepada selain Allah subhanahu wa ta’ala. Adapun seseorang yang berpuasa semata-mata karena alasan kesehatan, walaupun hal ini boleh-boleh saja akan tetapi ia keluar dari pengertian puasa yang syar’i sehingga tidaklah ia termasuk orang yang mendapatkan keutamaan puasa sebagaimana yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala.
<br />Mengkhususkan tata cara tertentu yang tidak dituntunkan oleh Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam, semisal puasa mutih (menyengaja menghindari makan daging atau yang lainnya), puasa sehari semalam tanpa tidur atau tanpa berbicara dengan menganggap hal ini memiliki keutamaan dan yang lainnya.
<br />Mengkhususkan waktu tertentu yang tidak dikhususkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam semisal mengkhususkan puasa pada hari atau bulan tertentu tanpa dalil dari al-Qur’an dan sunnah, ataupun mengkhususkan jumlah hari yang tidak dikhususkan dalam syariat.
<br />Sebuah hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya dari kami maka tertolak.” (HR. Muslim)
<br />Maka berikut ini adalah beberapa jenis puasa yang dianjurkan di dalam Islam di luar puasa yang wajib (Puasa Ramadhan) berdasarkan dalil-dalil yang syar’i, semoga kita diberi kemudahan untuk mengamalkannya berdasarkan ilmu dan terhindar dari perkara-perkara yang menyelisihi syariat Allah subhanahu wa ta’ala sehingga kita dapat memperoleh berbagai keutamaan dari apa-apa yang dijanjikan Allah subhanahu wa ta’ala.
<br />Puasa-puasa Sunnah yang Dituntunkan Dalam Islam
<br />1. Puasa 6 hari pada bulan Syawwal
<br />Dari Abu Ayyub Al-Anshory bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />مَنْ صَامَ رَمَضَانَ. “Barang siapa berpuasa Ramadhan, kemudian melanjutkan dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka seperti ia berpuasa sepanjang tahun.” (HR. Muslim)
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />“Puasa pada bulan Ramadhan seperti berpuasa sepuluh bulan , dan puasa enam hari setelahnya seperti berpuasa selama dua bulan, maka yang demikian itu (jika dilakukan) seperti puasa setahun.” Catatan:
<br />Puasa Syawal tidak boleh dilakukan pada hari yang dilarang berpuasa di dalamnya, yakni pada hari Idul Fitri.
<br />Jika ada kewajiban mengqodo’ puasa Ramadhan maka dianjurkan mendahulukan qodo baru kemudian berpuasa Syawal 6 hari sebagaimana hadits dari Abu Ayyub Al-Anshori di atas.
<br />2. Puasa pada hari Arafah bagi yang tidak sedang melaksanakan ibadah haji
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />صِيَام ُيَوْمِ عَرَفَةَ أحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ. “Puasa pada hari Arofah, aku berharap kepada Allah agar mengampuni dosa-dosa setahun yang telah lalu dan setahun yang akan datang.” (HR. Muslim)
<br />Catatan:
<br />Adapun bagi orang yang sedang melaksanakan ibadah haji, maka yang lebih utama adalah tidak berpuasa pada hari Arofah sebagaimana yang diamalkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya.
<br />3. Puasa pada hari Asyura’ (10 Muharrom) dan sehari sebelumnya
<br />Dari Abu Qotadah bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />“Puasa pada hari ‘Asyuro’, aku berharap kepada Allah agar mengampuni dosa-dosa setahun yang telah lalu.” (HR. Muslim)
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
<br />“Sungguh jika aku masih hidup sampai tahun depan aku akan berpuasa pada hari yang kesembilan.” (HR. Muslim)
<br />4. Memperbanyak puasa pada bulan Sya’ban
<br />Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, dia berkata:
<br />“Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa sebulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan, dan tidaklah saya melihat beliau memperbanyak puasa dalam suatu bulan seperti banyaknya beliau berpuasa pada bulan sya’ban.” (HR. Bukhari)
<br />Hendaknya tidak berpuasa pada hari syak (hari yang meragukan apakah sudah masuk ramadhan atau belum), yakni sehari atau dua hari pada akhir Sya’ban, kecuali bagi seseorang yang kebetulan bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukannya dari puasa-pusa sunnah yang disyariatkan semisal puasa dawud atau puasa senin kamis.
<br />5. Memperbanyak Puasa Pada Bulan Muharrom
<br />Berdasarkan hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />“Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah yakni bulan Muharrom, dan shalat yang paling utama setelah shalat fardhu adalah shalat malam.” (HR. Muslim)
<br />6. Puasa Hari Senin dan Kamis
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />“Amal-amal ditampakkan pada hari senin dan kamis, maka aku suka jika ditampakkan amalku dan aku dalam keadaan berpuasa.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya tentang puasa pada hari senin, beliau bersabda:
<br />“Ia adalah hari ketika aku dilahirkan dan hari ketika aku diutus (atau diturunkan (wahyu) kepadaku ).” (HR. Muslim)
<br />7. Puasa 3 hari setiap bulan
<br />Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dia berkata,
<br />(HR. Bukhari Muslim)
<br />أَمَرَنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَصُوْمَ مِنَ الشَّهْر ِثَلاثَةَ أَيَّامِ البَيْضِ: ثَلاثَ عَشْرَةَ، وَ أَرْبَعَ عَشْرَةَ ، وَخَمْسَ عَشْرَةَ
<br />“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kami untuk berpuasa pada tiga hari ‘baidh’: tanggal 13, 14 dan 15.” (Hadits Hasan, dikeluarkan oleh An-nasa’i dan yang lainnya)
<br />8. Berpuasa Sehari dan Berbuka Sehari (Puasa Dawud ‘alaihis salam)
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />أحَبُّ الصِّيَامِ إلى اللهِ صِيَامُ دَاوُدَ، وَأحَبُّ الصَّلاةِ إِلَى اللهِ صَلاةُ دَاوُدَ: كَانَ يَنَامُ نِصْفَ الليل،
<br />وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ، وَكَانَ يُفْطِرُ يَوْمًا وَيَصُوْمُ يَوْمًا (متفق عليه
<br />“Puasa yang paling disukai Allah adalah puasa Nabi Dawud, dan shalat yang paling disukai Allah adalah Shalat Nabi Dawud, adalah beliau biasa tidur separuh malam, dan bangun pada sepertiganya, dan tidur pada seperenamnya, adalah beliau berbuka sehari dan berpuasa sehari.” Beberapa Hal yang Terkait Dengan Puasa Sunnah
<br />Boleh berniat puasa sunnah setelah terbit fajar jika belum makan, dan minum serta tidak melakukan hal-hal yang membatalkan puasa, berbeda dengan puasa wajib maka niatnya harus dilakukan sebelum fajar.
<br />Seseorang yang berpuasa sunnah diperbolehkan membatalkan puasanya jika ia menghendaki, dan tidak ada qodho atasnya.
<br />دَخَلَ عَلَيَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى الله ُعَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ فَقَالَ:( هَلْ عِنْدَكُمْ شَيْءٌ ؟ ) فَقُلْنَا: لا.
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari datang kepadaku kemudian berkata: “Apakah engkau memiliki sesuatu (dari makanan)?”, kemudian kami berkata: “tidak”, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Kalau begitu saya berpuasa”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam datang pada hari yang lain kemudian kami katakan: “Wahai Rasulullah sesungguhnya kami dihadiahi haisun (kurma yang dicampur minyak dan susu yang dihaluskan), maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bawalah kemari, sesungguhnya aku tadi berpuasa”, kemudian beliau memakannya (HR. Muslim)
<br />Seorang istri tidak boleh berpuasa sunnah sedangkan suaminya bersamanya kecuali dengan seijin suaminya
<br />Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
<br />لا تَصُوْمُ الْمَرْأَةُ وَبَعْلُهَا شَاهِدٌ إِلا بِإِذْنِهِ
<br />
<br />Sumber artikel:muslim.or.id
<br />
<br />My Keword List:
<br />Tugas Agama Islam
<br />Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunnah
<br /><a href="http://pak-gunawan.blogspot.com/">Pak Gunawan</a>
<br />Tugas Agama
<br />Pengertian Puasa
<br />Definisi Puasa
<br />Puasa
<br />Puasa Wajib
<br />Puasa Sunnah
<br />puasa syawal
<br />perkara perkara yang membatalkan puasa
<br />masjid sunnah
<br />syarat sah puasa
<br />doa puasa
<br />hukum puasa
<br />puasa 2008
<br />hukum puasa ramadhan
<br />amalan puasa
<br />manfaat puasa
<br />puasa senin
<br />puasa senin kamis
<br />hari raya puasa 2009
<br />berbuka puasa
<br />puasa arafah
<br />puasa mutih
<br />niat puasa
<br />bulan puasa
<br />lafaz niat puasa
<br /><meta equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 12"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 12"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CRVNET%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><link rel="themeData" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CRVNET%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_themedata.thmx"><link rel="colorSchemeMapping" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CRVNET%7E1%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtmlclip1%5C01%5Cclip_colorschememapping.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:worddocument> <w:view>Normal</w:View> <w:zoom>0</w:Zoom> <w:trackmoves/> <w:trackformatting/> <w:punctuationkerning/> <w:validateagainstschemas/> <w:saveifxmlinvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:ignoremixedcontent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:alwaysshowplaceholdertext>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:donotpromoteqf/> <w:lidthemeother>EN-US</w:LidThemeOther> <w:lidthemeasian>X-NONE</w:LidThemeAsian> <w:lidthemecomplexscript>X-NONE</w:LidThemeComplexScript> <w:compatibility> <w:breakwrappedtables/> <w:snaptogridincell/> <w:wraptextwithpunct/> <w:useasianbreakrules/> <w:dontgrowautofit/> <w:splitpgbreakandparamark/> <w:dontvertaligncellwithsp/> <w:dontbreakconstrainedforcedtables/> <w:dontvertalignintxbx/> <w:word11kerningpairs/> <w:cachedcolbalance/> </w:Compatibility> <w:browserlevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> <m:mathpr> <m:mathfont val="Cambria Math"> <m:brkbin val="before"> <m:brkbinsub val="--"> <m:smallfrac val="off"> <m:dispdef/> <m:lmargin val="0"> <m:rmargin val="0"> <m:defjc val="centerGroup"> <m:wrapindent val="1440"> <m:intlim val="subSup"> <m:narylim val="undOvr"> </m:mathPr></w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:latentstyles deflockedstate="false" defunhidewhenused="true" defsemihidden="true" defqformat="false" defpriority="99" latentstylecount="267"> <w:lsdexception locked="false" priority="0" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Normal"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="heading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="9" qformat="true" name="heading 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 7"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 8"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" name="toc 9"> <w:lsdexception locked="false" priority="35" qformat="true" name="caption"> <w:lsdexception locked="false" priority="10" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" name="Default Paragraph Font"> <w:lsdexception locked="false" priority="11" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtitle"> <w:lsdexception locked="false" priority="22" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Strong"> <w:lsdexception locked="false" priority="20" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="59" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Table Grid"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Placeholder Text"> <w:lsdexception locked="false" priority="1" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="No Spacing"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" unhidewhenused="false" name="Revision"> <w:lsdexception locked="false" priority="34" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="List Paragraph"> <w:lsdexception locked="false" priority="29" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="30" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Quote"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 1"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 2"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 3"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 4"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 5"> <w:lsdexception locked="false" priority="60" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="61" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="62" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Light Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="63" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="64" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Shading 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="65" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="66" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium List 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="67" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 1 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="68" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 2 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="69" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Medium Grid 3 Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="70" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Dark List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="71" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Shading Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="72" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful List Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="73" semihidden="false" unhidewhenused="false" name="Colorful Grid Accent 6"> <w:lsdexception locked="false" priority="19" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="21" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Emphasis"> <w:lsdexception locked="false" priority="31" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Subtle Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="32" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Intense Reference"> <w:lsdexception locked="false" priority="33" semihidden="false" unhidewhenused="false" qformat="true" name="Book Title"> <w:lsdexception locked="false" priority="37" name="Bibliography"> <w:lsdexception locked="false" priority="39" qformat="true" name="TOC Heading"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:"Cambria Math"; panose-1:0 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:1; mso-generic-font-family:roman; mso-font-format:other; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 0 0 0 0 0;} @font-face {font-family:Cambria; panose-1:2 4 5 3 5 4 6 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:roman; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073741899 0 0 159 0;} @font-face {font-family:Calibri; panose-1:2 15 5 2 2 2 4 3 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:swiss; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:-1610611985 1073750139 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-unhide:no; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; margin-top:0in; margin-right:0in; margin-bottom:10.0pt; margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} h3 {mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:9; mso-style-qformat:yes; mso-style-link:"Heading 3 Char"; mso-style-next:Normal; margin-top:10.0pt; margin-right:0in; margin-bottom:0in; margin-left:0in; margin-bottom:.0001pt; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan lines-together; page-break-after:avoid; mso-outline-level:3; font-size:11.0pt; font-family:"Cambria","serif"; mso-ascii-font-family:Cambria; mso-ascii-theme-font:major-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:major-fareast; mso-hansi-font-family:Cambria; mso-hansi-theme-font:major-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:major-bidi; color:#4F81BD; mso-themecolor:accent1; font-weight:bold;} a:link, span.MsoHyperlink {mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; color:blue; text-decoration:underline; text-underline:single;} a:visited, span.MsoHyperlinkFollowed {mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; color:purple; mso-themecolor:followedhyperlink; text-decoration:underline; text-underline:single;} p {mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-margin-top-alt:auto; margin-right:0in; mso-margin-bottom-alt:auto; margin-left:0in; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} span.Heading3Char {mso-style-name:"Heading 3 Char"; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:9; mso-style-unhide:no; mso-style-locked:yes; mso-style-link:"Heading 3"; font-family:"Cambria","serif"; mso-ascii-font-family:Cambria; mso-ascii-theme-font:major-latin; mso-fareast-font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-theme-font:major-fareast; mso-hansi-font-family:Cambria; mso-hansi-theme-font:major-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:major-bidi; color:#4F81BD; mso-themecolor:accent1; font-weight:bold;} p.arab, li.arab, div.arab {mso-style-name:arab; mso-style-unhide:no; mso-margin-top-alt:auto; margin-right:0in; mso-margin-bottom-alt:auto; margin-left:0in; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman","serif"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} .MsoChpDefault {mso-style-type:export-only; mso-default-props:yes; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-fareast-font-family:Calibri; mso-fareast-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin; mso-bidi-font-family:"Times New Roman"; mso-bidi-theme-font:minor-bidi;} .MsoPapDefault {mso-style-type:export-only; margin-bottom:10.0pt; line-height:115%;} @page Section1 {size:8.5in 11.0in; margin:1.0in 1.0in 1.0in 1.0in; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-priority:99; mso-style-qformat:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin-top:0in; mso-para-margin-right:0in; mso-para-margin-bottom:10.0pt; mso-para-margin-left:0in; line-height:115%; mso-pagination:widow-orphan; font-size:11.0pt; font-family:"Calibri","sans-serif"; mso-ascii-font-family:Calibri; mso-ascii-theme-font:minor-latin; mso-hansi-font-family:Calibri; mso-hansi-theme-font:minor-latin;} </style> <![endif]--><p class="MsoNormal"><o:p> </o:p></p>
<br /></span>
<br />Tugas Agama Puasa Wajib Dan Puasa Sunahhttp://www.blogger.com/profile/03623994847630222006noreply@blogger.com2